Hidup Daehan sangat menyedihkan.
Bayangkan, sejak kecil ibu enggak pernah sayang sama Daehan. Setelah Daehan umur dua tahun, Daehan baru merasakan disayang ibu, dirawat ibu, dipeluk ibu, digendong ibu. Daehan masih ingat semuanya dengan jelas, seakan baru kemarin terjadi. Tapi belum satu tahun Daehan merasakan itu, ibu sudah pergi.
Kenapa, ya? Kenapa ibu harus pergi? Kenapa harus pergi setelah ibu mulai sayang sama Daehan? Harusnya ibu jangan pernah sayang sama Daehan, supaya Daehan juga enggak sulit melepas ibu. Supaya enggak sedih ditinggal ibu.
Daehan kesal, rasanya perasaan Daehan seperti dipermainkan Tuhan. Tapi kata ayah, enggak boleh menyalahkan Tuhan. Berarti, salah siapa? Daehan bingung.
Ibu pergi meninggalkan banyak kenangan manis dan kenangan pahit. Kenangan pahitnya lebih banyak, mungkin kenangan pahitnya Kak Soora lebih banyak lagi karena dia lebih tua, dia lebih lama hidup dengan ibu. Tapi tetap saja, kenangan manis yang hanya sedikit itu jauh lebih membekas di ingatan ketimbang kenangan pahit yang enggak terhitung itu.
Ketika ibu dilarikan ke rumah sakit, lalu masuk ruang operasi kemudian meninggal, saat itu rasanya waktu berjalan sangat lama, sampai Daehan capek menangis lalu tanpa sadar tertidur. Lalu besoknya saat Daehan terbangun, ibu sudah enggak ada. Pergi untuk selama-lamanya. Sejak saat itu, Daehan selalu dihantui kejadian malam itu. Setiap malam. Tidak ada tidur yang tenang dan nyenyak, yang ada hanya tidur yang gelisah dan penuh mimpi buruk tentang kejadian malam itu.
Terkadang Daehan suka penasaran, apakah bakal ada yang berubah kalau hari itu ayah enggak pergi konser? Apakah ibu masih bisa selamat kalau ibu lebih cepat dibawa ke rumah sakit? Apakah ibu enggak akan sakit kalau dia enggak hamil? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Daehan siang dan malam. Tapi enggak ada satupun yang terjawab.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat aku sulit berkomunikasi dengan orang lain. Karena kepalaku hanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban itu. Sekarang, Daehan udah memutuskan untuk melepaskan pertanyaan-pertanyaan itu dari kepala, sekaligus juga mengikhlaskan ibu. Karena Daehan tau, mau pertanyaan itu terjawab atau enggak, tetap enggak akan merubah apapun. Ibu enggak akan pernah kembali, ibu enggak akan pernah hidup lagi.
Sekarang, Daehan sangat menikmati hidup seperti ini. Daehan senang hidup dengan samchon-samchon yang berisik dan jahil itu. Daehan sangat senang. Dorm selalu ramai berkat samchon-samchon-ku tersayang. Keramaian mereka jugalah yang secara ajaib menyepikan pertanyaan-pertanyaan berisik di kepala. Mereka yang enggak pernah menyerah mengajak Daehan berbicara. Mereka yang berhasil mengalihkan perhatian Daehan sehingga kepala Daehan jadi sepi, enggak ramai dengan pertanyaan-pertanyaan itu lagi. Tapi mereka enggak pernah tau sebesar itulah jasa mereka buat Daehan. Mereka enggak pernah tau kalau dulu kepala Daehan terlampau ramai, namun berhasil sepi berkat mereka. Daehan sangat berterima kasih pada mereka, tapi belum pernah mengucapkannya langsung. Semoga kapan-kapan Daehan bisa punya keberanian buat mengucapkan terima kasih pada samchon-samchon keren itu. Daehan masih belum siap seandainya mereka menangis setelah mendengar ucapan Daehan hahaha. Mereka sering sedih dengan hal-hal yang berhubungan dengan Daehan, Kak Soora, dan Soojin. Dan Daehan enggak suka mereka sedih.
Diantara semua orang yang berjuang bersama kami, tentunya ayah yang paling hebat. Ayah yang paling tangguh. Ayah selalu terlihat kuat dan selalu meyakinkan kami kalau semua bakal baik-baik saja. Ayah selalu memastikan keadaan kami baik. Ayah juga enggak pernah menangis di depan kami semua. Tapi Daehan tau, ayah sering menangis diam-diam. Malam itu, dua hari setelah kepergian ibu, Daehan enggak sengaja terbangun karena mimpi buruk—malam itu pertama kalinya Daehan mendapat mimpi buruk tentang kejadian di malam ibu pergi. Malam itu, Daehan lihat ayah ada di balkon kamar. Memang hanya terlihat punggung ayah melalui pintu kaca, tapi Daehan lihat dengan sangat jelas kalau punggungnya bergetar hebat. Suaranya enggak terdengar sama sekali, mungkin tangisnya ditahan agar enggak membangunkan kami anak-anaknya yang sudah tertidur pulas malam itu. Melihat kepalanya yang menunduk dalam dan punggungnya yang bergetar sangat menyayat hati. Padahal Daehan kira ayah betulan kuat, betulan tegar menghadapi semua ini. Ternyata dia sama saja. Dia sama rapuhnya dengan Daehan dan Kak Soora. Yang lebih menyakitkan adalah fakta bahwa ayah enggak bisa menunjukkan air matanya di depan kami anak-anaknya, karena untuk menguatkan kami, dia sendiri harus menunjukkan kalau dirinya juga kuat, meskipun hanya pura-pura.
Sejak saat itu, Daehan selalu terbangun tengah malam karena mimpi buruk itu. Mungkin Tuhan memang sengaja membangunkan Daehan untuk menemani ayah menangis, supaya ayah enggak sendirian. Meski caranya agak mengerikan. Meski Daehan nggak punya nyali untuk menghampiri ayah. Meski Daehan cuma bisa menemani dari jauh dan cuma bisa menyaksikan tanpa bisa menenangkan ayah. Padahal Daehan mau mengelus punggungnya, Daehan mau peluk tubuhnya, Daehan mau hapus air matanya, Daehan mau bilang kalau ayah enggak perlu menyembunyikan kesedihannya seperti itu, karena ayah dan ibu selalu bilang kalau semua orang berhak untuk merasa sedih. Tapi Daehan enggak pernah punya keberanian itu. Kalimat yang Daehan ucapkan di konser EXO saat itu adalah kalimat yang selalu ingin Daehan ucapkan ke ayah tiap kali ayah menangis di balkon, tapi enggak pernah terucap. Sampai akhirnya, entah sejak kapan, Daehan sudah enggak pernah lagi lihat ayah menangis di balkon. Tiap Daehan bangun tengah malam, yang Daehan lihat adalah ayah yang tidur di kasur seberang kasur Daehan. Tidurnya kelihatan damai. Dan saat itu juga Daehan bertekad, kalau ayah saja sudah bisa tidur dengan begitu damainya, Daehan juga harus bisa. Daehan juga harus bisa lepas dari mimpi buruk yang menghantui tiap malam.
Sekarang, sih, tidur Daehan sudah tenang. Enggak ada lagi malam-malam mengerikan, enggak ada lagi mimpi buruk yang membuat Daehan bangun tengah malam. Lega rasanya.
Ayah itu orangnya enggak pernah mudah menyerah. Ayah enggak pernah menyerah membantu Daehan untuk membaik, padahal Daehan sendiri dulu merasa seperti sudah enggak ada lagi hari esok. Ayah enggak pernah sekali pun terlihat lelah padahal anaknya ada tiga orang. Ayah enggak pernah memarahi kami. Satu kali pun enggak pernah. Dan seperti yang pernah dibilang Kak Soora, ayah selalu berhasil menciptakan rasa aman. Ayah selalu berhasil membuat kami merasa aman berada di dekatnya apapun keadaannya. Ayah juga selalu memberikan yang terbaik. Ayah enggak pernah gagal. Ayah enggak pernah membuat kami sedih atau kecewa, meskipun matanya sering kelihatan menyesal tiap kali harus berpisah dengan kami sewaktu kami masih tinggal dengan ibu dulu.
Dulu, Daehan pernah bertanya pada ayah, kenapa Daehan dan Kak Soora enggak tinggal dengan ayah saja? Tapi sekarang Daehan menyesal pernah bilang begitu, karena ternyata omongan Daehan benar-benar didengar Tuhan. Daehan benar-benar tinggal dengan ayah sekarang, seperti keinginan Daehan dulu, benar-benar dengan ayah saja, tanpa ibu. Harusnya dulu Daehan menyebut nama ibu juga. Tapi ya sudah, semua sudah berlalu. Keadaan sudah enggak bisa berubah lagi. Enggak ada gunanya berlarut-larut dengan masa lalu.
Ah, selain ayah, manusia kuat dan tangguh yang ada di dorm ini tentu saja Kak Soora. Meski dia sering terang-terangan menunjukkan tangisannya. Tapi jauh sebelum ibu meninggal, Kak Soora sudah tangguh. Sejak Daehan pertama bisa mengingat, Kak Soora sudah menjadi perempuan tangguh yang sudah terlalu sering melepaskan banyak hal demi orang lain. Orangnya terlalu selfless. Tapi orangnya juga sangat thoughtful. Pemikirannya itu selalu bikin Daehan kagum. Daehan masih ingat, di konser encore-nya EXO, sewaktu ditanya-tanya oleh samchondeul, jawaban-jawaban yang diberikan Kak Soora selalu hati-hati dan keren. Hari itu sangat berkesan buat Daehan—terlepas dari kejadian Daehan rebutan mikrofon dengan Soojin, hehehe.
Daehan bersyukur sekali ayah punya banyak fans, karena itu artinya ada banyak sekali orang yang menyayangi ayah. Ayah dikelilingi banyak orang yang peduli dan menyayanginya, dan Daehan senang sekali dengan hal itu. Meskipun Daehan tau, yang paling berarti buat ayah tetap saja cuma cintanya, ibu.
Ah, ibu, Daehan kangen sekali. Daehan udah besar sekarang bu, ibu lihat Daehan kan? Semoga nanti Daehan bisa buat ibu bangga ya. Maaf ya ibu, Daehan terpuruknya terlalu lama. Maaf Daehan sangat merepotkan ayah. Sekarang Daehan sudah hidup normal lagi kok bu. Ibu, jagain Daehan dari sana ya bu.
Daehan sayang sekali sama ibu.
Ibu harus tunggu sampai nanti kita berkumpul lagi ya bu, sama ayah, Kak Soora, dan Soojin.
Sampai bertemu lagi, ibunya Daehan yang paling cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Father: dks
FanfictionDo Kyungsoo x OC Kisah ini tentang Do Kyungsoo, salah satu vokalis utama boygroup fenomenal sekaligus aktor yang sedang berada di puncak popularitasnya. Kisah ini tentang lelaki yang nampak seperti seseorang yang benar-benar tak pernah berpikir untu...