21

236 20 0
                                    

"I-ibu kenapa?" tanya Soora ketakutan.

"Ibu tidak apa-apa" Jihan memaksakan senyumnya meski wajahnya tampak sangat pucat. Keringat dingin membasahi dahinya.

"Beneran?" tanya Soora tak yakin.

Jihan mengangguk. "Peluk ibu dulu sini"

Soora segera naik keatas kasur dan memeluk sang ibu yang terbaring diatas kasur. Jihan memeluk Soora lemah dan mengusap rambut tebalnya.

"Soora-ya, b-boleh ibu minta tolong?" tanya Jihan lemah.

"Apa bu?" tanya Soora cepat.

"Perut ibu sakit. Tolong telpon ambulans, panggil Daehan juga" pinta Jihan. Soora mengangguk lalu segera keluar dari kamar sang ibu. Ia meraih telpon rumah dan langsung menekan nomor ambulans.

Sementara itu, di kamarnya Jihan memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya. Rasa sakit yang ia rasakan pada perutnya kini terasa berkali-kali lipat lebih sakit daripada ketika ia melahirkan Soora dan Daehan, apalagi ditambah dengan nyeri pada dada kirinya. Ia menarik nafas dalam-dalam meski dadanya terasa berat.

"Tolong! Ibuku dikamar!" seru Soora kala tim medis datang lima menit setelahnya. Jalanan malam itu sedang tidak ramai sehingga ambulans cepat sampai.

Tim medis segara memindahkan tubuh Jihan yang sudah lemas ke brankar dan membawanya kedalam ambulans. Soora dan Daehan juga ikut di dalam ambulans. Selama perjalanan ke rumah sakit, Soora terus menangis sambil menggigit jarinya sendiri. Begitu juga dengan Daehan, ia terus menangis sambil menatap ibunya yang terbaring lemas.

"J-jangan.. menangis.. anak-anak ibu" ujar Jihan putus-putus. Tangis Soora semakin kencang.

Seakan semesta tengah berpihak pada mereka, jalanan malam itu benar-benar tidak macet sama sekali. Hanya butuh lima menit bagi ambulans itu untuk tiba di rumah sakit. Para perawat segera menurunkan brankar yang digunakan Jihan dengan cepat dan membawa Jihan ke unit gawat darurat. Soora dan Daehan hanya bisa mengikuti langkah cepat para perawat itu. Tangan Soora tak pernah lepas menggenggam tangan mungil adiknya dengan erat.

"Maaf nak kalian tidak bisa ikut masuk" ujar seorang dokter pria. Ia menahan langkah Soora dan Daehan yang hendak ikut masuk ke dalam unit gawat darurat.

"T-tapi.. ibuku.." rengek Soora sambil menangis.

"Soora, Daehan" panggil seseorang. Soora dan Daehan segera menoleh.

"Imo!!" seru mereka berdua histeris.

Shiha menghampiri kedua keponakannya dan memeluk mereka. "Bisakah Soora membantu imo?"

Tanpa berpikir Soora langsung mengangguk.

"Tolong telpon ayahmu dan minta dia segera kesini. Sekarang" pinta Shiha.

———

Kyungsoo mengetuk-ngetukkan sepatunya ke panggung dengan gelisah. Ini adalah bagian ment penutupan dari konsernya, namun entah kenapa ia merasa gelisah.

"Kamu kenapa?" tanya Chanyeol heran. Ia telah memperhatikan gerak-gerik mencurigakan Kyungsoo selama beberapa menit terakhir.

"Entahlah" jawab Kyungsoo seadanya sambil menatap ujung sepatu hitamnya.

"Maaf, Kyungsoo, ada telpon penting" Jihwan—salah satu asistennya—tiba-tiba datang sambil menepuk pundaknya.

"Siapa?" tanya Kyungsoo.

"Soora" jawab pria itu.

Kyungsoo segera meraih ponselnya yang disodorkan oleh sang asisten. "Yeob—"

Father: dksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang