4

347 28 1
                                    

Kyungsoo dan Daehan berjalan bergandengan tangan di trotoar. Tentunya sebelumnya mereka sudah bilang pada Pak Kim bahwa mereka akan ke taman. Taman yang akan mereka tuju jaraknya memang sangat dekat sehingga mereka hanya perlu berjalan kaki kesana.

"Daehan-ah, kamu kemarin disuntik?" tanya Kyungsoo sambil sedikit menurunkan maskernya agar Daehan bisa mendengar suaranya lebih jelas.

"Iya" jawab Daehan sambil mengangguk.

"Nggak sakit, kan?" tanya Kyungsoo.

Daehan menggeleng kuat-kuat. "Manhi apha!" seru Daehan. Alisnya berkerut. (Sakit sekali!)

"Ah benarkah?" tanya Kyungsoo sambil mengerutkan alis. "Kamu enggak menangis kan?"

"Hehehe, nangith" Daehan nyengir, menampakkan deretan gigi susunya yang putih bersih.

"Lain kali jangan nangis ya" Kyungsoo mengusap kepala Daehan yang tertutup topi dengan penuh sayang.

Sesampainya di taman, mereka berdua hanya berjalan-jalan saja mengelilingi taman. Taman hari itu tak terlalu ramai, hanya ada beberapa anak-anak yang bermain dan beberapa orang tua yang duduk berkumpul sambil mengawasi anak-anak mereka bermain.

"Ayah, cucu" pinta Daehan sambil mengayun-ayunkan lengan ayahnya.

"Astaga susumu tertinggal di rumah ya?" Kyungsoo baru ingat ia sudah berniat membawa sekotak susu melon kesukaan Daehan tadi, tapi tertinggal. "Kita beli saja ya, kalau gak ada yang melon Daehan beli yang lain aja ya?"

Daehan hanya mengangguk. Pada akhirnya Daehan memilih susu cokelat karena tidak ada yang menjual susu melon disana. Setelah membeli susu, Kyungsoo duduk di kursi taman yang kosong. Daehan duduk di pangkuannya. Ia bersandar di dada sang ayah sambil meminum susu kotaknya. Tangan Kyungsoo yang tak begitu besar melingkar di perut Daehan.

"Daehan-ah, enggak ngantuk kan?" tanya Kyungsoo sambil mengecek anaknya. Biasanya Daehan langsung mengantuk bila sudah meminum susu.

Mata Daehan masih terbuka lebar. Ia menggeleng.

"Oke pintar. Kalau ngantuk bilang ya" kata Kyungsoo.

"Iya" jawab Daehan sambil menyedot susunya.

"Ayah" panggil Daehan sambil menggoyang-goyangkan kotak susunya yang sudah kosong.

"Sudah habis?" Kyungsoo segera menurunkan Daehan dari pangkuannya. "Buang sendiri ya, tempat sampahnya ada disana. Hati-hati yaa" Kyungsoo menunjuk kearah tempat sampah yang tak jauh dari mereka. Kyungsoo memang selalu membiasakan anak-anaknya untuk mandiri dan berani, karena Kyungsoo tak bisa berada di sekitar anak-anaknya dua puluh empat jam, jadi ia ingin anak-anaknya terbiasa mandiri tanpa dirinya.

Mata bulatnya menatap lekat kearah Daehan, mengawasi anak itu. Meski taman ini tak terlalu ramai, Kyungsoo tetap tidak berani melepas pandangannya dari Daehan. Takut anak itu hilang.

Setelah membuang sampah, Daehan langsung berlari kembali ke tempat Kyungsoo. Kyungsoo langsung mengangkatnya ke pangkuan. Kini mereka berhadapan. Kyungsoo menurunkan maskernya lalu mencium pipi Daehan. "Jangan sakit-sakit seperti kemarin lagi ya, nak. Ayah khawatir."

"Iya ayah. Maaf ayah" kata Daehan. "Ayah, topi?" Daehan memegang topi di kepalanya sambil menatap ayahnya.

"Mau dilepas? Iya boleh" kata Kyungsoo. Daehan melepas topinya lalu memberikannya pada Kyungsoo. Kyungsoo tersenyum kecil, lalu mengusap-usap pipi Daehan yang begitu halus sambil memperhatikan tiap jengkal wajahnya. Putra bungsunya itu begitu mirip dengan sang ibu, seperti fotokopian Jihan. Kyungsoo lantas tertawa kecil, menertawakan dirinya yang rupanya masih ingat betul fitur wajah mantan istrinya meski sudah bertahun-tahun bercerai. Padahal setelah bercerai, Kyungsoo hanya beberapa kali bertemu Jihan sekilas, tapi dia masih ingat jelas fitur wajah wanita yang pernah dicintainya itu.

Daehan pelan-pelan menyandarkan kepalanya ke dada Kyungsoo, tangannya memeluk tubuh Kyungsoo yang terlalu besar untuk tangan mungilnya. "Daehan ngantuk?" tanya Kyungsoo sambil menunduk, berusaha menatap Daehan.

"Nggak" Daehan menggeleng pelan, namun matanya mulai sayu.

Daehan memang tak pernah bilang apapun pada Kyungsoo karena bicaranya masih patah-patah. Tapi Kyungsoo tahu betul bahwa psikis putra bungsunya ini sangat terpengaruh keadaan mereka saat ini yang tinggal terpisah, membuat Kyungsoo seringkali dihantui rasa bersalah. Tapi dia tak bisa berbuat apapun. Mengambil hak asuh anak-anaknya juga dia tak mau, karena jadwalnya sangat sibuk. Menurutnya, anak-anaknya lebih aman dan lebih terurus jika tinggal bersama Jihan.

"Kita pulang ya? Daehan sudah ngantuk begitu. Kasihan juga kakak sendiri"

Daehan hanya mengangguk pelan. Kyungsoo segera berdiri sambil menggendong Daehan, sementara Daehan menyandarkan kepalanya di bahu Kyungsoo. Matanya sudah terpejam.

Kyungsoo berjalan pelan di trotoar, berharap tidak ada yang mengikutinya sampai ke rumah Jihan, karena Kyungsoo yakin sebagian orang pasti tahu rumah besar itu adalah rumah Jihan. Siapa sih yang tidak kenal Jihan? Kecantikan wajahnya dan kecerdasannya membuat politikus wanita itu sangat dikenal publik.

Sampai di rumah Jihan, satpam segera membukakan pagar. Sebelum masuk ke dalam rumah, Kyungsoo membuka pintu mobilnya dan mengambil sekotak cheese stick yang diminta Daehan tadi. Setelah itu ia mengunci pintu mobilnya dan membawa Daehan masuk ke dalam rumah. Anak lelaki itu sudah terlelap sejak tadi di bahu ayahnya. Ketika Kyungsoo memasuki rumah itu, ia tak melihat Soora dimanapun. Dia pasti di kamar, sehingga Kyungsoo pun langsung ke kamar Soora.

"Kakak, ini adiknya ditidurkan disini atau di kamarnya sendiri?" tanya Kyungsoo.

Soora yang sedang menggambar langsung menghentikan goresan pensilnya dan menoleh kearah sang ayah yang baru tiba sambil menggendong Daehan. "Disini aja ayah."

"Oke" Kyungsoo segera membaringkan tubuh Daehan di kasur Soora. Setelah itu ia melepaskan sepatu dan kaus kaki yang dikenakan Daehan. Ia meletakkan semuanya di tempatnya lalu ia duduk di tepi ranjang, berhadapan dengan Soora yang duduk di kursi. "Soora sudah mandi?" tanya Kyungsoo sambil melepas masker dan topinya.

"Sudah" Soora mengangguk.

"Makan?" tanya Kyungsoo lagi.

"Sudah juga" Soora kembali mengangguk.

"Oke. Itu tadi Daehan cuma minum susu. Mungkin nanti dia bakal bangun karena lapar" jelas Kyungsoo.

"Oke ayah" jawab Soora.

"Ayah pulang dulu ya" pamit Kyungsoo sambil tersenyum tipis, diam-diam merasa sedih. "Sini peluk dulu"

Soora segera bangkit dari duduknya dan langsung memeluk ayahnya erat. Kyungsoo mencium puncak kepala putrinya cukup lama, kemudian melepas pelukannya. Ia mengusak rambut hitam Soora yang tebal, lalu ia pun berdiri dan membawa topi serta maskernya. "Baik-baik di rumah ya, nak."

"Ayah juga hati-hati ya. Mau Soora antar sampai depan?"

"Enggak usah, Soora disini aja. Lanjutkan menggambarnya. Ayah pulang ya" pamitnya lagi. Soora hanya mengangguk. Kyungsoo pun segera pergi dari kamar bernuansa pink itu. Dengan cepat ia menuruni tangga.

Sayangnya ia bertemu dengan Jihan di ruang tamu. Wanita itu tampaknya baru saja masuk ke rumah setelah pulang kerja. Kyungsoo membungkuk sedikit sebagai bentuk rasa sopannya. Bagaimanapun Jihan adalah tuan rumah, ini adalah rumah Jihan. Kyungsoo tetap harus sopan.

"Menemui anak-anak?" tanya Jihan. Wanita itu menatap wajah Kyungsoo dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

"Iya" jawab Kyungsoo dingin.

"Ah" Jihan mengangguk. Wajahnya tetap jutek seperti biasanya.

"Aku permisi. Terima kasih" ujar Kyungsoo sopan meski tetap dingin. Ia pun cepat-cepat berlalu dari sana.

Father: dksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang