22 : Kejanggalan

980 81 22
                                    

.

.

.

Kantin hari ini ramai seperti biasa, para siswa siswi dengan riang memakan makanan yang mereka beli sambil berbincang hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kantin hari ini ramai seperti biasa, para siswa siswi dengan riang memakan makanan yang mereka beli sambil berbincang hangat. Seolah tak peduli dengan kejadian menggemparkan seminggu lalu. Bahwasanya salah satu siswa dari sekolah mereka meninggal dunia. Mereka tak khawatir, tak takut, selama itu tidak terjadi kepada mereka.

Sama seperti Hanamaki dan Matsukawa yang tengah mengantri di salah satu kantin ramen. Hanamaki terus saja berbicara seakan tidak dapat menutup mulutnya. Tapi tidak apa, karena Matsukawa menyukainya.

"Lo tau gak tsun? Rumornya, Adam Levhartine meninggal waktu itu bukan karena sakit loh, tapi ada yang bilang katanya dia mati dibunuh." Ujar Hanamaki.

Matsukawa tertawa, masih saja bocah ini membicarakan kejadian yang sudah lewat seminggu lalu. Bahkan Hanamaki tampak percaya rumor yang beredar bahwa siswa itu meninggal karena dibunuh. Konyol. Jelas-jelas Ia diobati di UKS namun tak sadarkan diri dan gagal selamat. Meski memang katanya Ia ditemukan dalam kondisi babak belur, siapa tahu itu bekas tawuran? Dan kalau memang dibunuh, seharusnya pelakunya sudah tertangkap karena cara  membunuh nya masih berantakan. Kecuali, pembunuhnya merupakan seorang profesional.

"Emang ada buktinya?" Tanya Matsukawa.

Hanamaki membuat pose berpikir. "Eh... Gak tau sih, tapi katanya gitu."

Siswi di depan antrian sudah berlalu, dan kini giliran mereka yang memesan. Matsukawa memesan dua ramen untuk mereka berdua sekalian membayar. Jangan salah paham, Hanamaki sudah memberikan uang sebelumnya agar sekalian dibayarin sama Matsukawa.

"Jangan percaya rumor kalo gak ada buktinya."

Surai pink itu menggaruk tengkuknya canggung. "Ya..."

Pesanan mereka telah jadi. Hidangan ramen terlihat begitu menggiurkan, aroma gurihnya membuat dua sejoli MatsuHana meneteskan liurnya lapar.

Mereka mencari tempat yang masih kosong dikantin. Untungnya, ada satu meja di tengah-tengah yang belum ditempati, mereka pun duduk disana.

"Eh, tsun." Panggil Hanamaki.

"Ha?"

"Itu iwaizumi bukan sih?"

Matsukawa menoleh kearah yang ditunjuk Hanamaki, seseorang yang mereka kenal ada disana berdiri sambil membawa es, Ia terlihat bingung celingukan mungkin karena gak kebagian tempat duduk.

"Iwaizumi!" Seru Hanamaki.

Orang yang dipanggil itu mencari ke sumber suara yang agak jauh darinya. Rupanya Hanamaki yang memanggilnya.

Iwaizumi menghampiri tempat duduk mereka. "Hai." Sapanya.

"Ngapain sih lo kayak orang bingung gitu? Sini gabung!" Sambut Hanamaki. Iwaizumi menurut, Ia duduk disebelah Hanamaki, berhadapan dengan Matsukawa.

Mereka makan dengan tenang. Keheningan melanda, hanya ada bunyi sumpit berpaut dengan mangkok dan seruputan mi. Serta latar samar suara-suara ramai kantin.

Hanamaki menjadi yang pertama membuka percakapan. "Udah seminggu Oikawa gak masuk, kemana ya tu anak? Lu tau gak wa?" Ia bertanya.

Iwaizumi menggedikkan bahu dengan santai. "Katanya sakit. Terakhir gua kesana, dia emang keliatan lesu. Kakaknya sih bilang dia lagi gak enak badan."

"Tapi ini udah lebih dari seminggu, masa iya gak enak badan doang? Sakit parah kali ya tuh anak." Matsukawa menimpali.

"Aduh, kasian gua jadinya." Sahut Hanamaki.

Es ditangan Iwaizumi sudah habis. Setelah seruputan terakhir, Ia bersendawa lega.

Ramen Hanamaki pun sudah habis, Ia lupa membeli minum. Sayangnya tadi Ia hanya membawa uang pas untuk ramen, sedangkan sisanya ada di dalam tas dan tasnya berada di kelas. Mager banget ngambilnya.

"Eh, gimana kalo kita jenguk Oikawa aja bareng-bareng?" Usul Hanamaki.

"Ide bagus tuh—"

"Iya kan? Yaudah nanti abis pulang sekolah kita kesana."

Matsukawa mengangguk setuju, tapi Iwaizumi hanya diam menatap interaksi mereka berdua. Melihat temannya yang tidak bereaksi, Ia berinisiatif untuk bertanya.

"Lu gimana wa–"

"Ayo aja." Potong Iwaizumi.

Dengan canggung Matsukawa mengangguk.

Setelah itu mereka pergi dari kantin, Hanamaki berjalan duluan di depan bersama Iwaizumi sambil mengobrol bersama. Sedangkan Matsukawa berada di belakang menatap punggung mereka.

Matsukawa sempat mengabaikan apa yang tertangkap dipenglihatannya tadi. Bukan, bukan suatu hal kecil. Tapi ini tentang Iwaizumi. Ia benar-benar yakin kalau apa yang Ia lihat tidak salah.

Karena saat Hanamaki mengusulkan rencana untuk menjenguk Oikawa, Ia melihat Iwaizumi dengan satu gerakan cepat menatap si surai pink dari sudut matanya dengan tatapan membunuh. Sangat menyeramkan. Matsukawa sampai memotong kalimatnya sendiri karena melihat itu.

Tapi Ia bersikeras untuk tidak terlalu memikirkannya. Bisa jadi tadi itu hanya ketidak sengajaan. Meski Matsukawa jadi merasa ada yang tidak beres dari tidak masuknya Oikawa selama seminggu ini.

Andai saja Ia tahu kebenarannya.

.

.

.

Tbc.

Mine. [岩及]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang