Selamat membaca :)
•••
Tok! Tok! Tok!
"Aisha ... Nak?"
Ketukan serta panggilan dari arah pintu mengalihkan fokus seorang gadis yang tengah asik menyelami dunia fiksi dari novel yang sedang ia baca. Gadis yang dipanggil dengan sebutan, Aisha itu menyudahi kegiatan membacanya sejenak kemudian beranjak dari meja belajarnya untuk membuka pintu kamarnya.
"Ais ...."
"Iya, Bun, sebentar."
Ceklek!
"Bunda ada perlu apa?" Tanya gadis itu dengan menyembulkan kepalanya di balik pintu.
"Pintunya dibuka dong, sayang. Bunda mau masuk," kata wanita paruh baya yang Aisha panggil dengan sebutan Bunda.
"Eh, iya, maaf." Gadis itu memperlihatkan cengirannya kemudian membuka lebar pintu kamarnya, mempersilakan sang ibu untuk masuk.
Aisha menutup kembali pintu lalu mengikuti sang ibu yang sudah lebih dulu mendudukkan dirinya di ranjang queen size milik putrinya.
"Gimana? Barang-barang yang mau kamu bawa, sudah kamu siapkan semua?" tanya Maryam setelah Aisha mendudukkan diri di sampingnya.
Aisha mengangguk. "Sudah."
"Kamu yakin sudah beres semua?"
"Yakin."
"Coba diingat lagi, sesuatu yang bakal kamu butuhin nanti di sana," ujar Maryam membuat Aisha berpikir sejenak lalu menggeleng pelan.
"Enggak ada deh, kayaknya."
"Yakin?"
"Iya. Ya, Allah ... Bunda nggak perlu khawatir soal itu. Keperluan Ais selama di sana sudah Ais beresin semua ke dalam koper," Aisha menunjuk koper besar miliknya dengan dagu.
Sejak kemarin malam, ibunya tak berhenti mengulangi pertanyaan yang sama.
Maryam manggut-manggut. "Okey, Bunda cuma mau mastiin itu." Maryam berdiri.
"Sekarang waktunya kamu tidur, jangan begadang, besok harus bangun pagi-pagi," peringat sang ibu menatap lembut pada putrinya.
"Siap, Bu bos," Aisha mengangkat tangannya hormat lengkap dengan cengiran khasnya membuat wanita paruh baya itu terkekeh.
Aisha Nur Rahma, gadis berusia 17 tahun yang memiliki pahatan wajah yang terbilang sempurna, postur tubuh yang semampai bak model-model majalah, kulit putih yang ia warisi dari sang ayah yang memiliki darah Tionghoa. Membuatnya terlihat sangat rupawan.
Besok adalah jadwal keberangkatannya untuk kembali ke ibu pertiwi setelah lama menetap di negeri singa karena suatu alasan, dan ia akan melanjutkan studinya di pesantren milik kakak sepupu dari ibunya.
Awalnya, Aisha sempat menolak untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren karena tidak ingin berpisah dengan orang tua serta adiknya, apalagi ia tidak terlalu suka bergaul dengan orang asing, ia lebih senang berada di kamarnya dengan ditemani tokoh-tokoh fiksi yang ada dalam novel-novel itu. Setelah diberi pemahaman dan bujukan dari sang ibu juga ayahnya, akhirnya Aisha pun menyetujui hal tersebut.
Wanita paruh baya itu melangkah pelan kemudian berbalik melihat kembali pada putrinya. "Yasudah, Bunda keluar, ya. Ingat, jangan begadang."
Gadis itu mengembangkan senyumnya dan berjalan mendekat pada ibunya. "Iya, Bunda."
"Habis ini langsung tidur, baca novelnya dilanjut besok aja," nasehat Maryam sembari mengusap surai hitam milik putrinya.
"Siap! Ais boleh tutup pintunya sekarang?" tanya Aisha sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Alzam! (On Going)
Подростковая литература⚠️17+ (Berisi kata-kata kasar, harap bijak!) Spin of Bukan Cerminan [Religi - Teenfiction] Apa yang terlintas dalam benakmu, ketika mendengar nama, Alzam? Seseorang yang soleh? Tekun beribadah atau seseorang yang berwawasan luas? Tetapi, bagaimana...