AishaZam (18)

1.3K 70 3
                                    

Berisi kata² kasar, jangan ditiru, okey?!

Typo bertebaran~

Hari ini adalah hari pertama Alzam masuk sekolah kembali setelah beberapa hari meliburkan diri.

Laki-laki itu telah siap dengan seragam putih abu-abunya.

Hari ini penampilan Alzam terbilang cukup rapi dari hari-hari biasanya. Rambut yang ia sisir menjadi belah dua, dasi yang terikat rapi serta sepatu yang bersih. Hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan melainkan ingin memamerkannya pada gadis yang menduduki singgasana dalam hatinya.

Netra tajam nan gelap milik laki-laki itu tak henti bergulir mencari sosok wajah yang kehadirannya ia nantikan.

Diantara banyaknya santri yang berlalu-lalang Aisha maupun teman dekatnya, Nadya tak ada satupun diantara mereka yang terlihat batang hidungnya.

Sudah sepuluh menit berlalu tetapi Aisha tak juga nampak dalam pandangan Alzam membuat laki-laki itu berdecak kesal.

"Ck! Lupa kali, ya kalo punya suami?" monolognya. Sudah dua hari sejak Aisha memindahkan kopernya kembali ke asrama dan gadis itu tak jua kunjung menemuinya.

Alzam melangkah mundur lalu menjatuhkan bokongnya pada bangku yang biasa santri tempati pada jam istirahat yang berada tepat di bawah pohon mangga di depan ndalem.

"Gak tau apa? Kalo suaminya ini kangen dia?" dumelnya dengan wajah yang ditekuk.

"Alzam kenapa belum berangkat, Nak? Sudah jam berapa ini?"

Alzam menoleh ke belakang, melihat ke sumber suara. Di sana, di teras rumah, umi Sarah tengah berdiri di ambang pintu memandangnya dengan wajah yang penuh tanda tanya.

Alzam melihat jam tangannya dan benar saja lima belas menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup dan ia akan kembali berurusan dengan guru gempal nan menyebalkan itu jika ia terlambat.

Alzam menghela napasnya lalu berdiri dan melangkah mendekat pada ibunya.

"Ngapain?" tanya umi Sarah saat Alzam telah berada tepat di hadapannya.

"Nungguin Ais, tapi dianya gak muncul-muncul," sahut Alzam dengan nada kesal.

"Aishanya sibuk, banyak tugas."

Alzam menatap ibunya. "Umi sih, kalo ngasih tugas tuh jangan banyak-banyak. Kasian santrinya."

"Malah nyalahin umi. Bukam umi yang ngasih tugas."

Alzam menghela napasnya. "Tetep aja umi yang salah."

"Iya-iya, terserah kamu," putus umi Sarah pasrah.

"Udah dua hari loh, Alzam gak ketemu dia. Rasanya kek mau mati, hampa banget di sini, Mi ...." Alzam memandang ibunya sendu dengan tangan yang meremas seragam bagian dadanya. Dramatis memang.

"Astagfirullah, lahaulawala quwwata illa billah," umi Sarah menggelengkan kepalanya takjub.

"Gak baik mencintai makhluk dengan berlebihan seperti itu Alzam," kata umi Sarah.

"Gak papa kali, Mi. Orang istri sendi---"

"Sekalipun itu istri kamu sendiri, tetap tidak boleh mencintai melebihi kecintaan kamu kepada Allah dan Rasul-Nya," potong umi Sarah.

"Iya, Mi, iya." Alzam memilih mengiyakan apa kata ibunya, sebelum pembahasannya semakin melebar dan tentu itu akan membuatnya semakin kesal karena mendapat kultum pagi.

Umi Sarah menghela napasnya. "Yasudah, tunggu apalagi? Nanti telat, berangkat sana."

"Boleh nambah satu hari lagi nggak, Mi?" tawar Alzam dengan menampilkan puppy eyesnya.

Astagfirullah, Alzam! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang