AishaZam (32)

1.2K 52 3
                                    

Selamat membaca.

Typo bertebaran.
•••
Motor sport hitam itu melaju kencang membelah jalan raya. Pemiliknya tampak tak sabar untuk sampai pada tujuan. Terlihat dari caranya menyalip beberapa kendaraan di depannya.

Tiiitt!

Laki-laki itu membuka kaca helemnya saat sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi nan kokoh itu. "Pak Asep! Buka gerbangnya pak! Ini Alzam!" teriak laki-laki itu keras.

Terlihat dari sela-sela gerbang seorang pria paruh baya berlari tergopoh-gopoh untuk membukakannya gerbang. "Dari mana aja, Den, baru keliatan?" tanya paruh baya itu saat motor Alzam melintasinya dan tentu saja pertanyaan itu tak mendapat jawaban karena Alzam yang langsung turun dan berlari ke arah Ndalem.

"Suara saya teh kurang keras apa si aden yang budeg?" monolog pak Asep dengan logat sundanya yang khas.

Langkah lebar itu menuju ke arah kamar miliknya. Tangannya memutar knop pintu lalu masuk dan tak mendapati orang yang ia cari.

"Umi!"

"Umi gue mana?!" laki-laki itu berujar tanya saat berpapasan dengan santriwat yang baru saja keluar dari arah dapur.

Mendapat pertanyaan dengan nada yang tak santai membuat gadis itu gemetaran. "U--umi--d-di---"

Alzam berdecak sebal. "Ck! lemot! Minggir lu!" kesalnya lalu mendorong gadis itu agar tak menghalangi jalannya.

"Umi!" teriaknya seraya membawa langkahnya ke dapur.

"Umi!

"Umi, Aisha di mana?" katanya saat pandangannya menangkap siluet punggung sang ibu.

"Allahu, baru dateng bukannya salam, malah teriak-teriak, nanti jadi kebiasaan!" omel perempuan paruh baya itu seraya mencuci tangannya lalu berjalan ke arah sang putra.

"Alzam buru-buru, Mi." Beritahu laki-laki itu seraya menyambut uluran tangan sang ibu lalu menciumnya.

Kening paruh baya itu berkerut. "Buru-buru mau ke mana? Kamu baru aja dateng."

Alzam berdecak dalam hati. "Nanti Alzam kasih tau, sekarang Aisha di mana?"

"Belajar kelompoknya sudah selesai belum?" tak menjawab pertanyaan putranya, umi Sarah malah melontarkan pertanyaan lain.

Alzam mengangguk.

"Berarti malam ini di rumah, 'kan?" ujarnya lagi karena memang Alzam izin untuk menginap di rumah temannya selama seminggu dan ini baru terhitung tiga hari.

Alzam menghela napasnya. "Iya, Umi, iya. Sekarang kasih tau Alzam, Aisha di mana? udah balik asrama atau ke mana?"

Umi Sarah mengangguk seraya tersenyum. "Kangen, ya?" goda perempuan paruh baya itu dengan mengulum senyumnya.

"Umi baru aja selesai masak, mau makan seka---" belum selesai perkataan perempuan paruh baya itu, Alzam sudah berbalik dan berlari keluar.

"Alzam, ya Allah, uminya belum selesai ngomong udah ditinggal!" Umi Sarah menggelengkan kepalanya seraya beristigfar dalam hati, memohon agar ia diberi kesabaran dalam mendidik dan menghadapi putranya.

•••
Masih dengan seragam putih abu-abunya, Alzam melangkah cepat ke arah halaman pondok putri, netranya menyapu setiap sudut dan setiap santri yang berlalu-lalang dan tak satupun dari mereka adalah orang yang sedang ingin ia temui.

Laki-laki itu menarik dan membuang napasnya berusaha menstabilkan detak jantungnya yang memompa cepat karena sedari tadi ia ajak berlari.

Netra gelapnya menyipit saat pandangannya menemukan sosok laki-laki dan perempuan yang tak asing dimatanya sedang berdiri berhadapan.

Astagfirullah, Alzam! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang