AishaZam (11)

1.4K 84 5
                                    

Happy Reading☆

•••
Di bawah langit dan gemerlapnya bintang yang bertabur serta hawa dingin yang menusuk kulit, seorang remaja perempuan duduk seorang diri dengan pandangan mata yang tampak kosong tetapi tidak demikian dengan isi kepalanya yang tengah berjibaku.

Gadis itu menyandarkan kepalanya, membuat pandangannya langsung tertuju pada kerlap kerlip bintang di langit malam.

Tapi, sayangnya ... malam ini gadis itu tak begitu menikmati keindahan ciptaan Tuhan yang ia kagumi itu, karena hati dan pikirannya tengah berjibaku memikirkan perkataan sang nenek yang membuatnya dalam dilema.

Huft

Embusan napas lelah beberapa kali ia embuskan berharap dengan hal itu dapat membuatnya merasa lebih baik.

Karena terlalu larut dalam lamunannya, gadis itu bahkan tak menyadari kedatangan seseorang.

"Ais ... Nak?"

Tak ada respon apapun dari pemilik nama.

"Aisha." Wanita paruh baya itu memilih untuk menepuk pelan bahu Aisha hingga membuat gadis itu tersentak.

"Allahu Akbar!"

Gadis tujuh belas tahun itu mengerjabkan matanya beberapa kali karena terkejut oleh tepukan yang ia dapat.

Aisha menoleh lalu menarik sudut bibirnya saat mengetahui seseorang yang menjadi pelakunya. "Bunda."

"Ternyata kamu di sini, dari tadi bunda nyariin kamu, taunya lagi ngelamun. Kenapa, hmm?" ujar wanita paruh baya itu sembari mendudukkan bokongnya di samping Aisha.

"Hehe, iya, Bun, Ais lagi duduk-duduk cari angin seger," sahut Aisha dengan memamerkan senyum manisnya.

Maryam balas tersenyum, ia tahu saat ini putrinya sedang tidak baik-baik saja. "Ais?"

"Iya, Bunda?"

Maryam menatap lama wajah putrinya, menelisik setiap inci wajah yang mencoba menyembunyikan keadaan pemiliknya yang sebenarnya. "Ais baik-baik aja?" Pertanyaan sederhana namun membuat Aisha terdiam. Bohong jika ia bilang bahwa dirinya baik-baik saja saat ini.

Aisha mengangguk pelan lalu menunduk. "Iya, Ais baik-baik aja."

"Ais boleh nolak kalau memang Ais belum siap," Maryam mengusap sayang kepala putrinya yang tertutup hijab.

Aisha mendongak menatap lama manik mata ibunya yang memancarkan kasih sayang lalu gadis itu menggeleng tak lupa dengan senyumnya.

"Ais gak bisa," jawab Aisha lalu memutus kontak mata keduanya.

"Nak?"

Aisha tetap menggeleng. "Ais gak mau lihat nenek kecewa karena penolakan Ais, Bunda."

"Nak, ini bukan permintaan yang mudah. Bunda gak mau Ais menerimanya karena terpaksa. Anak bunda harus bahagia." Aisha menunduk menyembunyikan sungai kecil yang mulai mengaliri pipinya.

"Bunda ... hiks!" Aisha menghambur dalam pelukan ibunya, isak tangis tak bisa ia tahan lagi, gadis itu menumpahkan seluruh beban dihatinya dalam pelukan paling aman itu.

Maryam mengusap punggung Aisha yang bergetar karena tangis. "Gapapa, kalo memang Ais gak bisa, bunda akan coba bicara sama nenek lagi, bunda gak mau lihat anak bunda terbebani seperti ini."

Aisha mengeratkan pelukannya pada sang ibu. "Hiks, bunda ... A--ais, hiks."

Maryam menyapu punggung Aisha lalu melepas pelukannya dan beralih menangkup pipi Aisha yang basah. "Gapapa, Nak. Kita dan umi Sarah akan selalu dekat. Jadi menikah atau tidaknya, Ais sama Alzam, kita akan tetap jadi keluarga."

Astagfirullah, Alzam! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang