AishaZam (12)

1.4K 68 2
                                    

Happy Reading♡

Typo bertebaran °●°

•••
Di dalam ruangan yang didominasi warna putih serta aroma obat-obatan yang khas menjadi tempat dan saksi bisu acara sakral itu akan segera dilakukan.

Seorang remaja laki-laki tengah memperbaiki penampilannya dari balik tirai yang ada di dalam ruang rawat inap, tak lupa ibundanya pun turut membantu merapikan.

"Umi," panggilan itu membuat wanita paruh baya yang sedang mengikat dasi, seketika mendongak untuk menatapnya.

"Hm?"

"Alzam beneran mau nikah sama Aisha, Mi? Alzam nggak mimpi? Ini nyatakan, Mi?" Pertanyaan beruntun membuat umi Sarah menghela napas lelahnya.

"Iya, Alzam. Kamu nggak mimpi, ini nyata. Kamu dan Aisha akan segera menikah, hari ini juga. Puas?" Umi Sarah menekankan kalimat 'hari ini juga' agar putranya mengerti dan berhenti mengulangi pertanyaan yang sama.

"Selesai," ucap umi Sarah setelah selesai memakaikan jas dan juga memasang dasi putranya.

Umi Sarah mendongak dan mendapati Alzam yang terdiam dengan bibir yang tersungging, sangat jelas sekali rona kebahagiaan yang terlukis pada wajah rupawan putranya itu.

Umi Sarah tersenyum geli. "Alzam?"

Alzam tersadar. "Ah! Iya?"

"Anak umi kelihatan bahagia banget, ya, hari ini?"

Alzam membuang mukanya yang memanas ke arah samping lalu mengangguk malu-malu. "Alzam bahagia. Sangat-sangat bahagia, dan ... umi? Apa umi juga bahagia?"

Pertanyaan itu membuat umi Sarah terdiam.

Lama tak ada respon membuat Alzam menoleh dan mendapati tatapan yang tadinya menggoda kini telah berubah digantikan dengan tatapan khawatir yang sangat kentara.

"Kenapa?"

Alis tebal lak-laki itu kian menyatu. "Mi ... Umi kenapa? Kok wajah umi jadi kayak orang sedih gini? Umi nggak bahagia, ya, liat Alzam mau nikah?"

Alzam mengambil kedua telapak tangan ibunya lalu menggenggamnya lembut. "Umi?"

Umi Sarah menggeleng. "Enggak. Umi bahagia kok."

"Bohong. Orang kalo bahagia, wajahnya nggak gini." Laki-laki itu semakin mengeratkan genggamannya.

"Bilang sama Alzam, umi kenapa?"

Umi Sarah tersenyum geli melihat raut serius putranya yang sangat tidak cocok dengannya. "Umi bahagia, liat anak umi ini mau nikah. Umi cuma ... sedikit khawatir saja."

"Umi khawatir? Karena apa?" Alzam bertanya dengan polosnya.

Umi Sarah melepaskan tangannya dari genggaman Alzam.

"Karena ... anak umi ini belum cukup dewasa tapi udah ngebet pengen nikah," ucap umi Sarah seraya mencubit pipi Alzam gemas.

Alzam mendengus lalu meletakkan tangan ibunya tepat di atas, di mana hatinya berada. "Sebenarnya di dalam sini Alzam udah cukup dewasa, umi," ucap Alzam seraya tersenyum membuat umi Sarah tak tahan untuk tidak memukulnya.

Pletak!

"Akh! Umi! Kok Alzam malah dipukul?" protes Alzam seraya mengusap bekas jitakan ibunya yang cukup keras.

"Umi lagi ngomong serius malah kamu bercandain, tangan umi jadi gatel untuk mukul kamu biar cepet sadar."

"Siapa yang bercanda? Orang Alzam serius, Alzam udah dewasa, kok, tanyain aja sama temen-temennya Alzam kalo nggak percaya," sahut Alzam.

Astagfirullah, Alzam! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang