Kalian tim baca ulang atau baru baca nih ges?
•••
Seorang gadis berhijab putih duduk di samping brankar dengan menggenggam lembut tangan lemah yang terbebas dari selang infus. Keduanya hanya diam dengan saling tatap seolah dengan hal itu mereka dapat memahami perasaan satu sama lain.Setelah akad nikah selesai dilakukan, kini di dalam ruang rawat inap tersisa dua perempuan yang berbeda generasi.
"Nenek bahagia?" Dua kata yang terlontar memecahkan kesunyian yang tercipta karena keterdiaman keduanya.
Perempuan setengah abad lebih itu tertawa pelan. Ukiran senyum terlukis manis diwajahnya yang tak lagi muda. "Harusnya nenek yang tanya kamu. Apa cucu nenek ini bahagia?" tanyanya membuat senyuman tercipta pada wajah rupawan cucunya.
"Emm, hehe, Ais ...." gadis itu meletakkan jari telunjuknya didagu dan bertingkah layaknya orang yang tengah berpikir keras.
"Ais ... enggak sedih tapi enggak bahagia juga," jawab Aisha yang mengundang tawa dari sang nenek.
"Kebiasaan, pasti ngambil jalan tengah. Sepertinya cucu nenek ini memang paling tidak bisa berbohong, ya," kata Rahma seraya mengusap kepala cucunya.
"Hehe, Ais nggak tau jawabnya harus gimana, abisnya Ais bingung sama perasaan Ais sendiri. Jadi, ya, gitu deh," jelas Aisha terkekeh singkat.
"Jadi, Ais kapan balik ke pondok?"
"Ais mau nunggu sampai nenek bener-bener pulih dan keluar dari rumah sakit," jawab Aisha.
"Anak ini." Perempuan setengah abad itu mengacak pelan kepala Aisha yang dilapisi hijab. "Nenek udah baikan, paling enggak besok atau hari ini, nenek udah bisa pulang. Jadi, kalau keluarga suami kamu pulang, Ais juga harus ikut ya."
Bibir gadis itu maju beberapa senti setelah mendengar ucapan nenek tercintanya. "Tapi, 'kan, Ais masih mau sama nenek," rengek gadis itu seraya memeluk sang nenek dari samping. Aisha menenggelamkan wajahnya pada pinggang neneknya membuat sang empu tersenyum gemas.
Rahma mengusap kepala Aisha yang berada dipinggangnya. "Ingat, Ais udah punya suami, masa baru nikah suaminya mau dianggurin gitu aja, entar cari yang baru loh, emang Ais mau?"
"Suruh siapa Ais nikah? Orang Ais masih kecil maunya manja-manja dulu sama nenek, bukannya ngurusin anak orang," ucap Aisha tanpa sadar membuat neneknya terdiam.
"Nek?" panggil Aisha saat tak merasakan usapan lagi dikepalanya.
Gadis itu mengangkat kepalanya lalu mendongak. "Nenek? Ais salah ngomong, ya?" kata Aisha dengan raut wajah yang terlihat menyesal.
"Maaf. Ais nggak bermaksud nyalahin nenek kok," sesal Aisha menunduk.
Rahma tersenyum maklum. "Tidak apa-apa. Wajar kalo Ais ngomong seperti itu."
"Tapi--"
Ceklek
Bunyi handle pintu yang ditarik mengalihkan atensi keduanya.
Seorang perempuan berjas putih diikuti perempuan lainnya yang juga mengenakan seragam berjalan seraya tersenyum ke arah mereka. "Permisi, saya akan mengecek perkembangan kesehatan bu Rahma."
"Silakan, Dok." Aisha berdiri lalu mundur beberapa langkah untuk memberi tempat pada dokter dan suster yang akan memeriksa kondisi neneknya.
"Gimana, Dok?" tanya Aisha setelah dokter selesai memeriksa.
Dokter perempuan yang Aisha taksir berusia empat puluhan itu memutar tubuhnya lalu tersenyum. "Kondisi bu Rahma sudah stabil dan nanti sore sudah diperbolehkan untuk pulang." Helaan napas lega terdengar setelah mendapati jawaban yang melegakan tentang kondisi sang nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Alzam! (On Going)
Ficção Adolescente⚠️17+ (Berisi kata-kata kasar, harap bijak!) Spin of Bukan Cerminan [Religi - Teenfiction] Apa yang terlintas dalam benakmu, ketika mendengar nama, Alzam? Seseorang yang soleh? Tekun beribadah atau seseorang yang berwawasan luas? Tetapi, bagaimana...