AishaZam (22)

1.3K 62 1
                                    

Dering bel terdengar ke seluruh penjuru pesantren, menandakan jam pelajaran telah selesai.

"Baik, waktu setoran hafalan kalian sudah berakhir." Suara itu mengintrupsi semua santri agar menghadapkan pandangannya ke depan.

"Kita tutup acara majelis ini dengan hamdalah dan doa kafaratul majlis."

"Alhamdulillahi rabbil alamin, subhanakallahumma wabihamdika asyahadualla ilaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaika."

"Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh."

Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."

Setelah jam pelajaran berakhir, pemuda dengan jubah putih beserta sorban senada yang dikalungkan dilehernya langsung berdiri dan melangkah keluar meninggalkan aula masjid tempat ia menerima setoran hafalan para santri.

Salah seorang gadis yang melihatnya pun turut berdiri dan hendak mengejarnya.

"Mau ke mana?" tanya Aisha seraya menahan lengan Nadya membuat langkah gadis itu terhenti.

"Balikin ini," sahutnya dengan menunjukkan sesuatu yang ia sembunyikan di balik hijab putihnya yang membuat Aisha mengangguk paham lalu melepaskan tangannya.

"Kita ketemu di kantin aja, ya, dan tolong bawain tas aku juga, hehe."

"Oke," sahut Aisha dan Nadya kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan aula masjid.

Netra bulat kepunyaan Nadya menyapu halaman masjid, mencari sosok pemuda yang baru saja melangkah keluar.

"Jalannya cepet banget," monolognya saat melihat punggung lebar milik sang ustaz yang semakin menjauh dari jangkauannya.

Nadya memakai alas kakinya lalu berlari mengejar sang ustaz.

"Ustaz tunggu!"

"Ustaz Fahri tunggu!" seru Nadya saat seseorang yang ia tuju telah berada beberapa langkah di depannya.

Langkah lebar itu berhenti lalu diikuti dengan gerakan kepala yang menoleh. "Ada apa?" tanyanya dengan tubuh yang telah berbalik sempurna menghadap lawan bicaranya.

Nadya menarik napasnya pelan, mencoba menormalkan kembali kinerja jantungnya yang memompa cepat karena ia ajak berlari. "Ini." Nadya mengulurkan sesuatu yang begitu dikenali pemuda itu.

"Saya mau balikin ini," kata Nadya memperjelas.

Pemuda dengan kisaran umur dua puluh lima tahun itu mengangkat alis kanannya. "Kenapa dibalikin?"

Nadya tersenyum kikuk. "Afwan, ustaz. Katanya, Aisha gak bisa nerima hadiah ini," kata Nadya masih dengan tangan yang terulur.

Fahri Alghifary, seorang ustaz muda di pesantren Ar-Rahman, memandang dalam hadiah yang ingin ia berikan kepada gadis yang sejak pertama kali melihatnya telah mencuri perhatiannya.

Merasa pegal, Nadya menurunkan tangannya. Manik matanya menatap takut-takut pada sang ustaz yang sepertinya terlihat ... kecewa?

"Ustaz?" panggil Nadya ragu dan kembali menyodorkan benda persegi yang dibalut dengan kertas kado itu.

Panggilan itu membuat Fahri tersadar dan langsung menormalkan raut wajahnya yang mungkin saja terlihat kecewa. "Kenapa dia tidak bisa?" Lontaran pertanyaan itu seirama dengan pandangannya yang menghunus tepat pada manik bulat gadis di hadapannya.

Tatapan itu, ah, Nadya jadi kikuk karenanya. "Anu ... ustaz, hehe." Nadya menggaruk pelipisnya dengan pandangan yang ia alihkan ke manapun, asalkan bukan pada orang di hadapannya.

"Katakan," tegas Fahri yang mengharuskan Nadya berpikir keras mencari alasan yang cocok. Yang jelas bukan mengatakan kebenaran bahwa Aisha telah menikah. Bisa-bisa gadis itu akan mengamuk padanya.

Astagfirullah, Alzam! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang