Epilog

1K 30 0
                                    

Xavier POV

Sudah cukup lama aku menunggu disini, dan sekarang aku mulai cemas jika dia tidak datang.

Aku melirik jam tanganku untuk yang kesekian kalinya. Setelah melihat jam tangan, aku pun melihat kursi di hadapanku, dan kursi itu tetap sama seperti beberapa saat yang lalu, kosong, tidak ada yang menduduki.

Aku pun mulai berpikir jika aku tidak lagi berarti baginya, jika dia sudah melupakanku, seperti apa yang telah kucoba lakukan beberapa tahun lalu--hampir menikahi gadis lain hanya untuk melupakannya. Aku tahu tindakanku itu sangat ekstrem, tetapi tindakanku yang lalu telah menyadarkanku bahwa cintaku hanya untuk seorang wanita yang tinggal di kota London ini.

Sudah dua jam aku menunggu, namun tamu yang kutunggu tak kunjung datang. Aku pun memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut, memilih untuk ke Gatwick Airport dan kembali ke LA untuk mengurusi pekerjaanku yang tertunda karena urusanku disini.

"Xavier..." Panggil seseorang yang berpapasan denganku.

"Xavier aku sudah datang. Tapi kau... mau kemana?" Tanyanya lagi.

"Ke London-Gatwick. Lebih baik aku kembali ke LA dan membereskan pekerjaanku yang terbengkalai disana daripada aku membuang dua jam disini untuk menunggu seseorang yang tidak berniat menemuiku." Ujarku kesal.

"Tapi aku berniat menemuimu, Xavier. Kalau tidak, aku tidak akan berada disini sekarang." Ujarnya lirih, membuatku mau tak mau menatap matanya untuk mencari alasan dibalik keterlambatannya ini.

Ketika di toko kue tadi, aku sempat memberikan secarik kertas berisi alamat hotel ini kepadanya sebelum aku meninggalkan toko kuenya. Aku memintanya untuk bertemu denganku di restoran hotel ini dua jam yang lalu, tetapi baru sekarang dia muncul disini.

"Tetapi... mengapa kau membuatku menunggu?" Tanyaku tak mengerti.

"Agar kau mengerti bagaimana perasaanku selama disini. Itulah yang kurasakan selama ini. Aku menunggumu disini bertahun-tahun, menunggumu menjemputku, menunggumu menemui ayahku dan membujuknya agar beliau merestui kita, tapi kau tak kunjung datang..." Mendengarnya berbicara seperti itu, spontan aku langsung mendekapnya erat.

"Sebaiknya kau yakinkan perasaanmu lagi. Jika memang kau masih mencintai Caroline, berjuanglah untuknya. Jika kau merindukannya, temui dia. Karena jika kau mencintaiku sekalipun, kita tidak akan bersama." Tiba-tiba kata-kata Roseline terngiang di kepalaku. Aku baru sadar kalau perkataannya benar. Dia sudah memprediksikan kalau kami tidak bisa bersama, tetapi aku tetap memaksakannya.

Aku memang bodoh. Aku malah berjuang untuk Roseline karena kupikir aku mencintainya, dan orang tuanya pun lebih mudah memberikan restu ketimbang ayah Caroline. Tetapi aku baru sadar kalau aku memperjuangkan orang yang salah, aku kurang berusaha, aku kurang mengerahkan kemampuanku untuk menaklukan ayah Caroline. Seharusnya aku sadar jika dulu ayah Caroline memisahkan kami untuk menguji kekuatan hubungan kami, tetapi aku yang terlalu mudah goyah, sehingga aku menyerah secepat itu.

"Maafkan aku karena telah membuatmu menunggu lama, Carol. Aku benar-benar merindukanmu." Maafkan aku, Carol. Andai aku berusaha lebih keras lagi dulu, mungkin kau tidak harus menunggu selama ini. Maafkan aku yang payah, yang malah menyerah dan akhirnya membuat rencana untuk menikahi temanmu ketimbang menyusun strategi untuk meyakinkan ayahmu agar menerimaku dan merestui hubungan kita.

Setelah berpelukan lama, aku pun melepas pelukanku pada Carol. "Ya sudah, ayo kita kembali duduk, aku ingin melepas rindu denganmu." Aku mengajak Carol kembali duduk di tempat dimana aku menunggunya tadi.

"Xavier... Seharusnya kau tidak perlu membuat pertemuan di tempat semewah ini. Kita bisa bertemu di taman atau di toko kueku." Carol tampak tak nyaman dengan tempat pilihanku ini. Kupikir tempat ini cocok digunakan untuk bertemu dengan seorang wanita.

Cupcakes For A Missing HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang