2. MWC

154 23 59
                                    

Happy reading
🌹

Dalam keadaan hening semua siswa kelas XII A menyimak penjelasan dari wanita paruh baya yang mengajar mata pelajar Sejarah. Di SMA Permata Bangsa tidak ada pilihan jurusan, seperti IPA, IPS dan Bahasa.

Metode pembelajaran di SMA Permata Bangsa sama seperti di SMA yang lain. Yang membedakan, jika di SMA lain pelajaran sesuai pilihan jurusan, maka beda halnya di SMA Permata Bangsa di mana semua pelajaran akan di pelajari.

Seperti contoh Sejarah, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Kimia, Fisika, Matematika, Biologi, dll. Semua mata pelajaran itu akan dipelajari.

Tak jarang siswa mengeluh dengan metode pembelajaran itu. Namun, karena metode itu, SMA Permata Bangsa dikenal dengan sekolah berprestasi.

Selain metode pembelajaran, SMA Permata Bangsa juga menerapkan jam pulang sekolah di jam tiga sore selama satu minggu kecuali jum'at jam dua belas siang.

Penjelasan dari guru membuat sebagian siswa mengantuk. Banyak tingkah yang mereka perbuat, ada yang tidur, diam-diam cerita dengan teman sebangku, bahkan ada yang main handphone.

"Jadi itulah kesimpulan dari materi kita hari ini. Tugas kalian adalah membuat makalah mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia. Paham semua!"

"Paham, Bu!" Siswa yang awalnya tertidur seketika bangun mendengar suara Bu Nur yang sedikit meninggi.

"Baik, sampai di sini pembelajaran kita hari ini. Silahkan tunggu pelajaran selanjutnya. Jangan ada yang keluyuran di luar kelas dan jangan lupa minggu depan tugasnya dikumpul," ucap Bu Nur.

"Baik, Bu."

Melihat guru sejarah sudah menjauh dari ruang kelas, semua bersorak gembira. Pelajaran yang sangat membosankan itu berakhir.

"Ngantuk banget gue dengar penjelasan, Bu Nur," ujar Yana. Dia menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Pelajaran apa, sih, yang gak buat kamu ngantuk, Yan." Anes geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu.

"Nes, pulang sekolah jalan, yuk," ajak Lesni yang kebetulan duduk di depan Anes dan Yana. Dia juga salah satu sahabat Anes.

Persahabatan mereka beranggotakan lima orang. Namun, hanya mereka bertiga yang satu kelas. Sedangkan dua sahabat lainnya ada di kelas sebelah.

Yana mengakat kepalanya menatap Lesni. "Jalan ke mana?" tanyanya.

"Ke kafe mungkin atau ke mana aja gitu," ujar Lesni sambil perpikir kemana dia mengajak sahabat-sahabatnya.

"Gimana, Nes, lo ikut, gak?" tanya Yana.

"Keknya aku gak bisa, deh." Anes mencoba tersenyum pada dua sahabatnya.

"Main ke rumah lo gimana, Nes? Sekalian kita buat makalah," usul Yana.

Anes mengangguk mengiyakan. "Kalau itu boleh banget."

Kalau main di luar ibu Anes akan marah, tapi kalau mainnya di rumah tidak masalah. Apalagi sambil kerja tugas. Ibu Anes memang sangat baik jika ada sahabat Anes. Akan tetapi, jika Anes sedang sendiri, sifatnya akan berubah 180°.

Saat asik bercerita, tiba-tiba Irfan menghampiri bangku mereka. Lesni mengangkat alisnya heran.

"Ngapain, lo?" sinisnya.

Irfan memutar bola matanya malas. "Gue gak ada urusan sama lo."

"O aja." Lesni membalikkan badannya menghadap ke depan.

Irfan menggeram kesal. Manusia satu ini selalu saja membuat moodnya rusak. Kali ini dia harus tahan. Tujuannya ke sini bukan buat berantam.

"Nes, nanti ke kantin bareng, ya. Gue traktir," ujar Irfan.

Married Whit ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang