11. MWC

72 19 58
                                    

Happy reading
🌹

Bruk!

"Astagfirullah!"

Anes yang baru saja dari mini market terkejut melihat adegan dihadapannya. Di mana sebuah motor sport jatuh terguling-guling. Untung saja ada pembatas jalan. Kalau tidak, motor itu akan jatuh dalam jurang.

Sadar dari keterkejutannya, Anes berlari mengahampiri motor itu. Dia ingin memastikan apakah pengendaranya baik-baik saja atau tidak.

"Asataga, Mas, gak papa?" tanyanya.

Anes membantu orang itu mengangkat bodi motor yang menindis kaki sang pembawa motor.

"Makanya, Mas, kalau bawa motor gak usah ugal-ugalan. Kena imbasnya kan sekarang," omel Anes.

Sudah tau jalan ini rawan kecelakaan masih saja ugal-ugalan. Tidak lihat kah tikungan tajam di depan sana.

"Lo bisa diam gak, sih!?"

"Aku ngomel juga buat kebaikan Mas kali. Orang mah dikasih tau didengar, Masnya malah nyolot." Bukannya berhenti Anes malah kembali mengomeli orang itu.

Kesal dengan gadis dihadapannya ini, orang itu membuka halmnya. Adegan itu tak luput dari pandangan Anes. Sungguh mengagetkan. Ternyata orang itu teman satu kelas Anes.

"Loh, Irfan?"

Ini benararan Irfan 'kan? Kok bisa dia ugal-ugalan di jalan kaya gini.

"Hmm."

"Kamu, ya. Ngapain bawa motor kaya tadi? Bosan hidup kamu?"

"Lo bisa diam gak, sih, Nes." Irfan memijat pelipisnya pusing.

Dibanding rasa sakit di sekujur tubuhnya, dia lebih pusing dengan ocehan Anes yang tiada hentinya. Sudah kaya mamanya saja.

Karena iba melihat kondisi Irfan, akhirnya Anes memilih diam dan membatu Irfan bangkit membawanya ke pinggir jalan.

"Tunggu di sini. Aku ke mini market beli alkohol sama kapas dulu."

Setelah mendudukkan Irfan di pinggir jalan, Anes pamit ke mini market yang kebetulan tidak jauh dari tempat mereka.

"Kurang ajar lo, Farhan! Gue pastiin lo nggak akan lepas dari gue." Irfan mengusap lengannya yang mengeluarkan darah.

Liat saja, Farhan akan menyesal sudah membangunkan singa yang sudah lama tertidur.

"Sini lengan kamu. Biar aku obatin," ujar Anes setelah kembali dari mini market.

"Sshh! Pelan-pelan."

"Ini udah pelan-pelan."

Anes begitu telaten mengobati luka Irfan. Mulai dari luka di lengan, sampi di pergelangan kaki cowok itu.

"Lain kali kalau bawa motor pelan-pelan. Jangan ngebut. Percuma ngebut, tapi berujung celaka," ujar Anes.

"Lo gak tau apa-apa, jadi diam aja."

"Yeh, dikasih tau juga. Udah," ucap Anes.

"Makasih. Btw, lo dari mana? Malam-malam begini keluyuran."

"Beli susu. Kebetulan susu persedian di rumah habis," jelasnya.

"Lo kan punya susu sendiri ngapain beli."

"Hah?"

"Udah, sana lo pulang gak baik anak cewe di luar malam-malam." Irfan bangkit dari duduknya.

"Kamu pulang naik apa? Motor kamu kan di tepi jurang." Anes menunjuk motor Irfan yang masih tergeletak di tempatnya.

Married Whit ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang