Happy reading
🌹Rasa panik kini melanda seluruh siswa kelas XII A. Semua murid berdoa dalam hati agar tidak dipanggil maju ke depan kelas. Bukan takut maju ke depan yang membuat mereka ketar-ketir, melainkan alasan mengapa mereka harus maju.
"Cindi dan Wiwin silahkan maju," panggil Pak Maulid selaku guru Fisika.
Di jam pertama ini, dengan keputusan yang begitu mendadak bagi murid kelas XII A, guru Fisika itu melakukan kuis secara tertulis. Eits, jangan harap kuis tertulis di tulis di kertas, ya, tapi mereka secarah bergantian akan menjawab soal di papan tulis.
Siapa yang tidak ketar-ketir coba.
Siapa yang duluan menjawab dari dua orang yang di panggil maju, maka akan mendapat nilai A+. Dan karena itu, tiada celah untuk siswa menyontek. Bagi yang otaknya encer gampang-gampang saja, tapi bagaimana dengan ....
Mendengar namanya dipanggil, Cindi dan Wiwin saling menatap satu sama lain.
"Gue gak yakin bisa jawab, Win," bisik Cindi.
Dia sudah menyerah sebelum mencoba. Ya, selama ini kan ada Wiwin atau gak Astrid yang bisa ia mintai bantuan.
"Bodoamat yang penting kita maju," putus Wiwin.
Mau dapat nilai berapa pun tidak penting saat ini, yang penting maju dan berusaha.
Setiap siswa yang mengerjakan soal akan diberi waktu sepuluh menit untuk menjawab. Waktu yang sangat lama bukan?
"Waktu selesai. Silahkan kembali ke tempat!" seru Pak Maulid.
Cindi dan Wiwin mengembuskan nafas lega. Soal yang dikasih belum selesai mereka kerja, yang penting mereka sudah berusaha, bukan?
Sedang Cindi dan Wiwin bernapas lega, beda halnya dengan teman-temannya yang belum dipanggil namanya. Rasa tegang tak akam hilang sebelum bel berbunyi.
Di saat seperti ini, waktu berjalan begitu lambat. Waktu yang harusnya lima menit, serasa lima jam.
Satu persatu siswa dipanggil ke depan, hingga tersisa Anes dan Astrid. Mereka murid terakhir yang akan maju mengerjakan soal.
Soal yang dikasih tentunya berbeda-beda untuk setiap siswa yang maju. Dengan membaca bismillah, Anes melangkah maju yang diikuti Astrid di belakangnya.
Setelah mendapat intruksi dari guru, keduanya mulai mengerjakan soal. Semua teman-temannya menyaksikan itu dengan intes. Mereka penasaran kira-kira siapa yang selesai terlebih dahulu.
Mengingat dua siswa ini, siswa terpintar di kelas mereka, bukan hanya di kelas, tapi se-Permata Bangsa. Namun, sepintar-pintarnya Anes, tidak pernah menurunkan Astrid dari jabatannya sebagai rangking satu di kelas maupun umum.
Dalam waktu lima menit, Anes sudah menyelesaikan kuisnya. Dia kembali memeriksa angka-angka yang ditulisnya. Takut-takut ada satu angka yang melesat dan itu bisa membuat jawaban Anes salah.
Waktu tersisa satu menit dan Astrid pun juga sudah selesai dengan kuisnya. Semua yang ada di kelas itu menatap papan tulis dengan cengo.
Jika Astrid hampir menggunakan papan tulis bagiannya seluruhnya, beda dengan Anes yang hanya menggunakan seperempat dari bagiannya.
Anes memang dikenal menggunakan cara cepat untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan.
Jawaban keduanya sama cuman cara kerjanya yang berbeda. Pak Maulid menatap kagum kepada dua siswanya ini. Inilah yang dia sukai jika mengajar di kelas ini.
Anes dengan cara cepat yang membuat Pak Maulid tidak bisa berkata-kata. Bahkan rumus yang kadang Anes gunakan belum pernah guru itu temui. Namun, walaupun begitu, jawaban Anes akan terbukti jika dikerjakan dengan rumus yang sudah dia ajarkan. Contohnya sekarang.
Dan Astrid yang mampu mengerjakan soal dalam waktu cepat walaupun dengan rumus yang cara kerjanya pajang. Otak Astrid yang encer membuat dia tidak kesulitan dalam menjawab setiap soal.
"Beri apresiasi kepada dua teman kalian. Cuman mereka berdua yang mampu menyelesaikan kuis dalam waktu sepuluh menit, bahkan tidak sampai."
Semua di ruangan itu bertepuk tangan. Anes dan Astrid kembali ke bangku mereka.
Jam istitahat tersisa sepuluh menit lagi. Dengan waktu yang tersisa Pak Maulid gunakan untuk memberi tugas selaku remedial buat mereka yang tidak menyelesaikan kuis dadakan yang dia berikan.
"Sudah kuis dadakan, dikasih remedial pula," gerutu Bowo yang duduk di belakang Anes.
"Rasanya gue pengen cekik leher lo, David." David yang duduk di samping Bowo pun menyentil dahi cowok itu.
Enak saja mau cekik. Perasaan dari tadi dia diam saja, malah namanya di bawah-bawah.
"Sebelum itu, gue lebih dulu tendang lo ke Mars."
Setelah bel berbunyi, Pak Maulid izin keluar dari kelas. "Baik, pelajaran kita hari ini cukup sekian. Kita berjumpa lagi minggu depan. Jangan lupa kuisnya dikumpul besok," ucapnya sebelum benar-benar meninggalkan kelas.
"Akhirnya guru yang suka membuat jantung disko itu keluar. Sumpah, gays! Gue berasa senam jantung pas ngerjain kuis. Gila aja ngadain kuis dadakan!" heboh Bowo di depan kelas.
"Asli! Gue pengen tendang ke Mars itu guru," timpal Fikra.
"Bisa-bisanya dia ngasih kuis dadakan terus nyuruh kita remedial. Dikira otak kita ini seencer itu apa, ya," kesal Dafar.
"Dan yang paling menyebalkan lagi, kita hanya di kasih waktu sepuluh menit, gays, sepuluh menit! Bayangkan. Satu jam saja gak akan kelar itu soal," ucap Serni ikut-ikutan.
"Jangan lupakan kalimat yang dia ucapkan tadi, "Hanya Anes dan Astrid yang mampu mengerjakan soal dalam waktu sepuluh menit, bahkan tidak sampai." Hei! Dia pikir otak kita-kita ini seencer otak Anes dan Astrid apa!" Kini Cindi yang angkat bicara.
"Nah, gue heran sama itu guru. Rasanya ...!"
Semua ocehan yang mereka tahan pada akhirnya keluar juga. Sumpah serapah sudah mereka layangkan pada guru yang berstatus guru Fisika itu.
Anes menggelengkan kepalanya mendengar semua ocehan teman-temannya. Dan, ya, jangan lupakan ekspresi mereka yang begitu menggemaskan di mata orang.
Jam istirahat yang harusnya mereka gunakan untuk ke kantin, berubah menjadi ajang mengoceh. Tidak ada siswa di kelas itu yang keluar kelas. Semua sibuk dengan ocehan masing-masing.
Karena perutnya sudah berbunyi, Anes membuka tasnya mengambil bekal yang disiapkan ibunya. Saat membuka penutupnya, aroma sedap menghinggapi semua hidung penghuni kelas.
Mulut yang tadinya mengoceh berhenti menatap makanan di tangan Anes. Makanan itu sangat menggoda.
Anes menyuapkan sesendok nasi goreng dalam mulutnya. Suapannya terhenti saat melihat pandangan teman-temannya terarah padanya, khususnya teman-teman cowok.
"Kalian mau?" tanya Anes yang diangguk serentak oleh mereka.
Anes menatap nasi gorengnya kemudian kembali menatap teman-temannya.
"Mau?" tanyanya lagi.
Dan lagi mereka mengangguk serentak. Para cewek yang ada di kelas itu berdesak kesal melihat tingkah para cowok. Seperti tidak pernah melihat makanan saja.
"Buat sendiri." Setelah mengucapkan itu, Anes kembali menyuapkan makanannya dalam mulutnya.
"Anes!" teriak mereka.
Mereka pikir Anes akan membagi bekalnya. Ternyata oh ternyata ... sangat pelit.
Hei! Baru juga kali ini Anes tidak berbagi ke mereka sudah dianggap pelit, lalu apa kabar dengan mereka? Ya, bukannya gak ikhlas, tapi sadar diri juga kali.
•••••
Hai, hai, hai👋 gimana part kali ini?
Next? Next, dong!
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Whit Classmate
Teen FictionFOLLOW SEBELUM BACA ••••• Apa jadinya jika cowok yang selama ini kamu cintai secara diam-diam mengambil barang berharga yang kamu miliki? Gadis manis yang memiliki paras cantik harus kehilangan mahkota dalam dirinya di m...