36

321 37 12
                                    

Kali ini hanya ada mereka berdua, Namjoon dan Harin. Mereka semua sudah pergi. Awalnya Jungkook menolak untuk pergi, tapi Jimin menyeretnya untuk segera masuk kelas.

Kapan ya terakhir kali mereka berdua duduk di rerumputan dan menikmati angin sepoi seperti ini. Harin ingat jika Namjoon sangat menyukai suasana seperti ini. Katanya anginnya mirip seperti suara seruling. Katanya meski tampak sepi, suara alam begitu kaya didengar. Mereka sering menghabiskan waktu hanya dengan berdiam diri atau sekedar menemani Namjoon menghabiskan bacaannya.

Harin menghembuskan napas secara perlahan. Banyak sekali memori tentang Namjoon yang muncul akhir-akhir ini. Ia begitu lelah menghadapi hari-harinya, seakan ini lebih berat dibanding saat mamanya memukul Harin karena kesal. Jika luka pukulan itu selalu bisa sembuh dengan obat merah, luka kali ini mungkin Harin tidak akan menemukan obatnya.

Sementara Namjoon diam-diam melirik Harin. Entah bagaimana ia jadi takut kalau sampai berbicara salah nantinya. Bagaimana cara memulai dan menjelaskannya. Namjoon takut jika Harin pergi, dia terlalu pengecut untuk melepaskan Harin. Banyak waktu mereka habiskan bersama, apa tidak sayang jika akhirnya mereka berpisah?

Hoseok sudah beberapa kali memberikan peringatan padanya.

Harin itu cinta pertama sekaligus sahabat terbaik Namjoon. Bersama Harin, Namjoon banyak mencoba hal baru.

"Cepat naik"

Namjoon melihat kearah sekitar. Tak ada yang melihat memang.

"Kau bilang ayahmu sudah dalam perjalanan ke bandara. Jadi jangan membuang waktu, Kim Namjoon"

Harin yang berada diatas tembok menatap kesal Namjoon. Sementara Hoseok sudah ada di luar pagar.

"Berikan piagammu sebelum mereka pergi"

"Kita akan mendapat hukuman jika begini"

Harin mendecak sebal. Ia merampas tas Namjoon dan melemparnya keluar. Setelahnya ia menjatuhkan diri keluar pagar sekolah.

"Kenapa lama sekali?", tanya Hoseok sebal. Ia juga takut ketauan, tapi bedanya Hoseok langsung melompat meski memiliki banyak keraguan.

Pukkk

Hoseok memamerkan giginya melihat Namjoon melompat. Hebat juga bujukan Harin. Siswa berprestasi seperti Namjoon sungguh langka bolos seperti ini.

Hoseok dengan cepat berlari memberhentikan taksi. Untung saja hari ini ia membawa kartu ibunya.

"Aku ragu"

"Joon kalau melakukan sesuatu harus penuh keyakinan"

Karena terlalu lama seseorang meneriaki mereka. Namjoon ingat wajah penjaga sekolah itu. Akan jadi masalah besar jika mereka tertangkap. Tanpa aba-aba Namjoon menarik tangan Harin dan Hoseok. Mereka harus segera pergi sebelum dikenali.

"BERHENTI DISANA MURID NAKAL"








......

"Aku sungguh minta maaf, Rin"

'Untuk apa?'

Namjoon bahkan tidak bisa menjawab. Entah kenapa rasanya begitu berat untuk mengatakan lebih dari kata maaf. Namjoon benar-benar pengecut. Tak ada baiknya untuk tetap menyukai Harin. Harin harus mendapatkan pria yang jauh lebih baik darinya. Tidak ada yang boleh menyakiti Harin seperti dirinya. Tapi Namjoon pun tidak bisa melepaskan Harin. Katakan jika Namjoon serakah, tapi sungguh Harin begitu penting untuk kewarasan Kim Namjoon.

"Maaf..."

Harin hanya diam. Dia bahkan tidak mencoba menatap Namjoon seperti biasanya. Sepertinya semua kebiasaan Harin dengan Namjoon harus lenyap secepat mungkin. Harin tidak bisa tersiksa selama ini.

'Joon...'

"Iya, Rin. Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?"

'... Bagaimana jika aku pindah?'

"Kita pindah?"

'Hanya aku...'

"A-apa maksudmu, Rin? Bukankah kau dan aku itu satu? Kita selalu melewati semua masalah dengan bersama bukan?"

Itu dulu Namjoon. Sekarang tidak mungkin seperti itu lagi.

'Temanku sedang mencari tempat tinggal. Katanya jika menambah orang bisa meringankan biaya'

"Ta-tapi denganku tak ada biaya, Rin. Bukankah lebih menguntungkan?"

Harin menggeleng.

'Karena sebentar lagi kami ada penelitian. Maka kami perlu waktu bersama lebih banyak'

"Tak apa jika kau menginap dirumah temanmu, Rin. Kapanpun kau pulang akan aku jemput"

Mengelabui Namjoon memang sulit.

'Kami sudah memutuskannya bersama dosen, Joon. Awal musim semi'

...

Besoknya paginya Namjoon tampak sibuk berkemas. Harin yang baru bangun hanya melirik dan kembali pada niat awalnya mengambil segelas air dingin di kulkas.

"Ini masih pagi, Rin. Masih terlalu awal untuk memasukkan sesuatu yang dingin ke tubuh"

Respon Harin hanya sedikit mengeluh dan ingin kembali ke kamarnya. Sepertinya Namjoon akan berkencan. Lihat saja sesibuk apa pria itu sampai harus membongkar gudang.

"Tidak boleh tidur lagi, Rin. Hari ini kan jadwalmu medical check up. Segera bersihkan diri dan kembali kesini lagi untuk sarapan"


Kebiasaan mereka....


Kembali

Harin tidak ingat kapan terakhir Namjoon secerewet ini. Sepertinya Namjoon memesan menu sarapan untuk mereka. Terlihat saat Namjoon dengan telaten membuka bungkus makanan dan meletakkannya di piring.

'Masih beberapa jam lagi, Joon'

"Kita tidak boleh membiarkan dokter menunggu, Rin"

'... Kita?'

"Ya dan segeralah berkemas karena bubur ini akan dingin jika kau lama"

NAMJOON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang