42

330 39 8
                                    

Sepanjang perjalanan, Harin bisa merasakan tangannya kebas dipegangi Namjoon. Pria itu benar-benar tidak mau melepaskan gengamannya. Namjoon mengikutinya bahkan sampai ke depan toilet.

"Bagaimana jika aku ikut ke Jepang, Rin?"

Namjoon sudah gila. Apa perjalanan kenJepang bisa semudah ucapannya? Harin saja harus repot mengurus visa dan lainnya.

"Aku tidak berlibur, Joon. Disana aku bekerja. Kau paham?"

"Aku bisa bekerja"

Namjoon selalu keras kepala jika ditinggal Harin. Pokoknya seminimal mungkin hanya ada dua hari ia bisa berpisah dengan Harin. Selebihnya itu menyesakkan dan tidak terasa nyaman sama sekali.

"Sebentar lagi penerbanganku. Kau sungguh mau seperti ini terus??"

"Apapun untuk membatalkan perjalananmu maka jawabannya adalah Ya sungguh mau"

....

Beberapa kali Namjoon berhasil menggagalkan rencana Harin untuk pergi. Tapi untuk kali ini Namjoon merasakan rasa tidak percaya diri untuk pertama kalinya dalam urusan ini. Rasanya sungguh tidak nyaman melihat Harin memunggunginya dan terus berjalan menjauh.

"Bagaimana jika Harin tidak kembali lagi?"

Takut, Namjoon mulai merasakan tangannya gemetar.

"Sudahlah, Joon. Bukankah hari ini kita harus berkencan? Ayo pergi sebelum makin siang"

...

Seokjin tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Ia sudah cukup jadi pengamat dibalik jendela mobilnya. Ia sudah tidak bisa lagi hanya menjadi penonton jauh yang tidak melakukan apapun. Seokjin keluar dari mobil dengan membawa payung. Entah apa yang dilakukan pria dewasa itu di tengah musim semi dengan menenteng payung.

"Menangislah jika kau butuh itu"

Seokjin membuka payungnya. Menutupi wajah Harin yang memerah.

"Tidak akan aku adukan kemana-mana"

Melihat bagaimana Harin terus mengusap air matanya, itu menimbulkan rasa bersalah yang besar pada Seokjin. Entah kenapa ia merasa bertanggung jawab penuh atas semua hal yang terjadi pada Harin. Ia ingin meminta maaf, tapi lidahnya kelu untuk sekedar mengatakan dua kata tersebut.

Seokjin tidak berharap apapun biasanya. Tapi untuk kali ini ia benar-benar ingin Harin berbahagia seperti sebelum mereka bertemu.

...

Berat bagi Harin untuk pergi meninggalkan tempat tinggalnya, menghilangkan kebiasaan lamanya. Rongga pernapasan yang seakan menyempit dan dada yang berat saat Harin mencoba menulikan pendengarannya. Ia tidak mau berbalik dan kembali pada Namjoon. Dia tidak mau merusak hubungan Namjoon lebih dari ini.

Harin sadar jika dirinya adalah benalu mutlak di kehidupan Namjoon.

Rasa percaya dirinya yang ia bangun sejak lama memang hanya berisi keegoisan itu hancur dengan kenyataan.

Ia terlalu percaya jika hidupnya akan selamanya diisi oleh Namjoon. Dia terlalu menyakini jika kisahnya hanya akan diisi satu orang yang telah lama menetap. Tapi harusnya Harin menyadari hubungan mereka tidak pernah lebih dari status teman. Harusnya Harin sadar jika selamanya teman tidak pernah punya hak untuk mengklaim kepemilikan. Betapa angkuhnya Harin dengan segala kepercaya dirianya.

Sekarang apa?

Itu hancur. Harin hancur dan kini ia tidak tau bagaimana mengumpulkan serpihan dirinya lagi.

Dari awal semua hanya kebohongan belaka. Tidak ada alasan apapun yang merupakan kebenaran. Harin memutuskan pergi dengan kebohongan terakhirnya. Mengatakan jika dia akan tinggal dengan temannya dan akan tetap bermain dengan Namjoon. Tak ada yang nisa dipercaya dari omongan Harin memang.

Sekarang Harin duduk dengan menutup penuh wajahnya. Hari ini banyak sekali pohon yang mulai bersemi, bunga yang mulai mekar dan daun yang tumbuh dari cabang kecil pohon. Hari yang terlalu indah untuk diisi dengan kesedihan. Harusnya Harin bisa menikmati awal musim semi dengan senyuman. Tapi bersuara saja tak mampu.

"Menangislah jika kau butuh itu"

Entah siapa yang berucap karena kini depannya sudah tertutupi payung berwarna biru. Harin ingin tau siapa yang memberikannya payung dimusim semi, tapi matanya terus mengeluarkan air tanpa henti. Karena tidak bisa bicara, Harin mencoba menghapus air matanya terus menerus. Meminta dirinya sendiri untuk berhenti namun gagal. Harin benar-benar menjadi orang yang menyedihkan di awal musim semi.

...

Sedari tadi Namjoon hanya diam tak bicara. Pria itu hanya memainkan garpunya tanpa niat memasukkan spagetti yang Jihyun katakan enak itu.

"Kau itu kenapa, Joon?"

Namjoon hanya menghela napas dan mencoba menyegarkan tenggorokan dengan segelas kopi dingin.

"Apa semua ini karena Harin? Kau merasa kehilangan?"

Namjoon bisa saja menjawab dengan lugas bahwa rasa kehilangan itu lebih dari yang dibayangkan. Tapi ia masih menghargai Jihyun.

"Bukankah hubungan kau dan Harin tidak bisa dibenarkan?"

Namjoon menegakkan punggungnya.

"Apa maksudmu, Hyun?"

"Kalian berselingkuh dibelakangku bukan?"

"Ap-"

"Cukup, Kim Namjoon. Aku sungguh bersabar dengan hubungan kalian. Tidakkah kau berpikir untuk tidak mengkhianatiku mulai hari ini?"

Namjoon tidak tahu bagaimana Jihyun menilai Harin. Karena sejauh ini mereka tidak banyak bertemu. Tapi tidak benar tuduhan tersebut. Harin tidak serendah itu untuk melakukan hal menjijikan tersebut.

Tidak bisakah Jihyun mengerti dan memberikan space pada Namjoon untuk bersedih barang sebentar?

Tidak bisakah Jihyun mengerti dan memberikan space pada Namjoon untuk bersedih barang sebentar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NAMJOON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang