Luka

1.1K 69 46
                                    

Terkadang kita memang harus belajar berdamai dengan diri sendiri,berdamai dengan hati dan memaafkan apa yang pernah terjadi, tapi kenapa hal itu tak semudah yang orang lain bicarakan.

Betrand yang sejak tadi meringkuk memunggungi ayahnya yang kini sedang duduk disebelah ranjang rumah sakit yang sampai hari masih ia tempati, baru saja ayahnya bilang lusa mama dan papanya akan datang dari NTT untuk bertemu denganya, bukanya dia tidak mau bertemu tapi bisakah tidak untuk waktu dekat ini hatinya belum siap untuk itu, rasa kecewa itu masih ada, betrand butuh sedikit lagi waktu untuk menyembuhkan luka itu tapi mengapa ayahnya tidak mengerti, kenapa ayahnya sangat memaksanya untuk bertemu dengan mamanya.

"nyooo,,,, "

Ruben masih mencoba untuk berbicara dengan putranya yang sejak tadi hanya diam dan meringkuk dibalik selimutnya. Ruben mengerti mungkin betrand belum siap tapi sampai kapan masalah ini akan terus berlarut dan akan semakin melebar kemana-mana jika tak kunjung diselesaikan.

"onyo gak mau dengerin ayah lagi?" ruben sedikit menaikan nada bicaranya karena sedari tadi betrand hanya diam tak meresponya.

"onyo cuman belum siap" jawab betrand seadanya.

Ruben berdiri dari kursinya dan kembali duduk diatas ranjang lalu mengelus pelan surai lebat putranya.

"Sampai kapan onyo lari dari masalah nak, jawaban itu yang selalu onyo kasih buat ayah sejak satu tahun terakhir ini" ruben kembali membuka topik yang tadi sempat terpotong karena putranya tak mau membahasnya.

"sini lihat ayah!" ruben membantu betrand untuk terduduk, sedangkan betrand hanya menurut dan mencari posisi yang nyaman bersandar dikepala ranjang.

"mama cuma kangen sama onyo, mama cuma pengen peluk onyo, mama cuma mau memperbaiki semuanya nak, kasih mereka kesempatan" ruben menangkup wajah putranya yang kini makkin menunduk sama sekali tak mau menatap matanya.

"kasih waktu onyo sedikit lagi" ucap betrand dengan suara seraknya.

Ruben menghela nafas sejenak sebelum dia melanjutkan perkataanya.

"ayah sudah beberapa kali membatalkan pertemuan onyo sama mama dengan alasan yang sama karena onyo belum siap, ayah kira ini waktu yang tepat untuk onyo bisa berdamai dengan diri sendiri dan memaafkan semua yang telah terjadi"
Ucap ruben dengan nada tegasnya, sebenarnya ruben benar-benar tidak enak hati dengan ibu kandung putranya ini karena sejak tiga tahun betrand tinggal bersamanya dia sama sekali belum ada kesempatan bertemu dengan putranya. Ruben sebenarnya sudah beberapa kali ingin membuatkan jadwal agar mereka bertemu tapi betrand selalu menolak, berujung dia selalu berselisih pendapat dengan putranya dan berakhir dia yang harus mengalah karena berbagai alasan, tapi kali ini ruben harus berhasil membujuk betrand karena semakin lama dia mengulur waktu malah semakin banyak masalah dan pemberitaan diluar sana yang melebar kamana-mana yang dia takutkan akan memicu hubungan keluarganya dan keluarga betrand di NTT memburuk, ruben sama sekali tak ingin hal itu terjadi.

Betrand hanya terdiam dan menatap kosong ke arah luar jendela kamar rawatnya.

"onyo tau beberapa kali mama telfon ayah, sebanyak itu juga mama bilang kangen sama onyo" ruben mengambil satu tangan putranya dan menggenggamnya erat.

"mama bohong, mama gak pernah kangen sama onyo ayah" ucap betrand dengan suara yang mulai bergetar.

"enggak nak, percaya sama ayah mama benar-benar kangen sama onyo dan ayah juga yakin jauh dilubuk hati, onyo juga kangen sama mama kan? " ruben mencoba meyakinkan betrand.

"kenapa baru sekarang ayah, kenapa mama nyari onyo disaat semua udah berubah, kenapa dulu mama gak pernah mau peluk onyo, kenapa mama ninggalin onyo sama oma opa, kenapa,,," betrand tak lagi mampu melanjutkan katanya hatinya begitu sesak matanya mulai memanas, dia kesulitan menahan tangisnya, entah kenapa luka itu masih terasa sangat sakit.

WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang