Hari terus berganti satu minggu sudah setelah kejadian naas itu ada, air mata belum juga reda belum juga terganti dengan senyum ceria, Ruben masih betah dalam perjamnya tanpa tahu ada yang menunggunya untuk segera membuka mata dan kembali lagi berbincang jenaka seperti biasanya.
"Sayang, kapan kamu mau bangun apa belum cukup istirahatnya, apa kamu capek banget ya sampek harus selama ini tidurnya" ucap sarwendah sambil mengelus pelan pipi suaminya.
Sarwendah merasa sangat lelah melewati semua keadaan ini, separuh jiwanya seperti hilang, sungguh sarwendah begitu takut akan kehilangan, kali pertama dia harus melihat suaminya dengan berbagai alat medis yang menempel ditubuhnya, sungguh hatinya begitu hancur rasanya, saat dia membuka mata harus mendengar kabar jika suaminya tidak baik-baik saja suaminya terluka parah, bahkan suaminya dinyatakan koma setelah tindakan operasi yang hampir saja dinyatakan gagal."yank,,, sudah lebih dari sepuluh tahun kita sama-sama dan kamu adalah orang terkuat yang pernah aku temui dalam hidup aku, kamu tidak pernah menyerah dalam hal apapun, kamu juga orang yang selalu bangkit walau berulang kali terjatuh, aku mohon kali ini jangan menyerah dengan keadaan ya yank, ayo bangun aku masih butuh kamu aku belum bisa tanpa kamu,," ucap sarwendah dengan nada bergetar dan mata yang sudah berkaca-kaca.
Semenjak suaminya dinyatakan koma sarwendah selalu setia menemaninya, setiap hari dia selalu mengajak suaminya bicara, menceritakan tentang anak-anaknya, menceritakan keluh kesahnya. Sarwendah selalu menganggap jika suaminya bisa mendengarnya dan akan tersenyum lembut seperti biasanya, walaupun sampai detik ini suaminya masih tertidur tidak memberikan respon apa-apa.
Sarwendah menghela nafas sebentar hingga detik selanjutnya dia melanjutkan katanya.
"aku selalu menganggap onyo masih baby boy kita tapi ternyata sekarang putra kita benar-benar udah dewasa, sejak kamu disini dia udah bisa handel beberapa pekerjaan di mop yank walaupun masih dibantu uncle tapi aku bangga banget yank sama putra kita, dia juga yang selalu nguatin aku, onyo juga benar-benar menjaga adik-adiknya dengan baik selama aku nemenin kamu, putra kesayangan kita bener-bener tumbuh menjadi laki-laki baik seperti kamu" ujar sarwendah dengan bibirnya yang tersenyum haru mengingat sikap putranya beberapa hari ini.
"thalia dan thania selalu minta vidio call mereka selalu bilang kangen sama ayah tapi maaf aku belum bisa bawa mereka kesini yank, aku masih butuh kamu untuk menjaga anak-anak kita, aku dan anak-anak gak bisa tanpa kamu yank hiksss,,, "
Sekuat apapun sarwendah tetap wanita biasa dia hanya mencoba untuk tak mengatakan lelah walau dalam hatinya dia hampir saja putus asa, dia hanya sedang pura-pura untuk meredam tangisnya menvoba tegar didepan anak-anaknya, namun kini tagisnya pecah dia terisak tersedu menumpahkan segala keluh kesahnya.
Tanpa sarwendah sadari sejak tadi Betrand sudah berdiri dibelakangnya mendengar semua ceritanya, menelan pahit suara tangis sang bunda yang begitu memilukan ditelinganya, ingin rasanya Betrand meredam tangis sang bunda dan mengembalikan senyum hangatnya tapi apa yang harus dia lakukan sedangkan hatinya sendiri juga patah begitu parah.
Betrand menghela nafasnya dalam lalu mengusap bulir air mata yang entah sejak kapan membasahi pipinya, hingga akhirnya dia memutuskan untuk berusaha menjadi Betrand yang kuat didepan sang bunda.
"Bunddd,,,, "ucap Betrand lirih namun mampu membuat Sarwendah menoleh.
"Onyoo,,, "
Sarwendah sedikit kaget ketika melihat sang putra sudah berdiri dibelakangnya, dia mencoba buru-buru menghapus air matanya namun Betrand malah membawanya dalam pelukan hingga dia tak lagi bisa menahan air matanya, hingga detik selanjutnya sarwendah menumpahkan segala sesak dalam pelukan putranya, biarlah sarwendah terlihat lemah untuk kali ini saja dia benar-benar butuh pelukan sang putra untuk kembali menyakinkan hatinya jika semua ini akan kembali baik-baik saja.