Ruben tahu dia salah, seharusnya dia lah orang yang paling bisa melindungi keluarganya namun apa yang dia lakukan beberapa hari ini malah menyakiti hati putranya, bahkan banyak hal yang terjadi pada betrand yang dia lewatkan, Ruben menyentuh pelan tangan putranya yang terlilit perban, entah apa yang betrand lakukan hingga tanganya terluka bahkan ruben baru mengetahui ketika luka itu sudah mulai mengering. Kemarin malam dia dan istrinya sepakat untuk memperbaiki semuanya meminta maaf pada putranya atas sikap mereka beberapa hari ini dan akan mengatakan pada putranya jika apapun yang telah terjadi betrand tetaplah putra kesayangan mereka, namun semuanya hancur ketika ruben menemukan betrand tak sadarkan diri dengan hidung dan tangan yang berlumuran darah, wajahnya yang pucat pasi, sekujur tubuhnya dingin dan kaku, sedikit saja terlambat mungkin dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk terjadi pada putranya.
"maafin ayah nak,,, " ucap ruben sambil menyisir pelan rambut putranya.
Ruben menatap wajah putranya yang terlihat pucat dengan masker oksigen yang menghiasi hidungnya, entah hadiah apa yang tuhan persiapkan untuk keluarganya hingga cobaan datang silih berganti, pagi tadi dokter memberikan hasil pemeriksaan kesehatan putranya disana tertulis jika betrand mengidap pleuritis atau perandangan pada selaput paru-paru, hati orang tua mana yang tidak hancur ketika mengetahui kenyataan ini, kenapa harus putranya?
"yank,,, " panggil sarwendah pada suaminya ketika dia baru saja datang dan melihat suaminya yang menangis sambil mengusap-usap rambut putranya.
Ruben langsung berdiri dan memeluk istrinya erat.
"maaf yank aku gagal jaga putra kita" ucap ruben sambil terisak.
Sarwendah menggeleng dalam pelukan ruben, tidak suaminya adalah orang baik yang Tuhan kirim untuknya dan anak-anaknya, suaminya adalah orang yang selalu bertanggung jawab untuk keluarganya, suaminya adalah suami terbaik untuknya.
"enggak yank, kita adalah orang tua onyo, thalia dan thania kita harus bisa saling menguatkan untuk menjaga dan mendidik mereka" sebenarnya sarwendah juga menyalahkan dirinya sendiri akan keadaan ini tapi sarwendah sadar bukan seperti ini yang putranya butuhkan, kini yang betrand butuhkan adalah ketenangan yang beberapa lalu sempat hilang.
Ruben menarik istrinya untuk duduk disofa sedikit menjauh dari ranjang putranya lalu memberikan selembar kertas pada istrinya.
"Surat hasil permeriksaan onyo udah keluar yank" ucap ruben.
Sarwendah memang belum tahu mengenai kondisi betrnd, semalam sarwendah harus terpaksa pulang karena putrinya thalia tiba-tiba demam hingga dia harus rela meninggalkan putranya bersama suaminya.
"pleuritis?"
"iya yank peradangan pada selaput paru-paru, aku gak ngerti seperti apa penjelasan lebih detailnya yang aku tangkep penjelasan dari dokter paru-paru onyo bermasalah, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui sudah seberapa parah penyakit ini" jelas ruben pada sarwendah atas apa yang tadi dokter jelaskan padanya.
Tubuh sarwendah seketika melemas bahkan kertas ditanganya tak lagi bisa ia peggang, apa lagi ini Tuhan? Cobaan apa lagi yang engkau berikan pada putraku? betrand masih terlalu kecil untuk melewati semua ini. Sarwendah tak lagi mampu menahan tangisnya dia terisak meratapi kondisi putranya.
"apa kemungkinan terburuknya yank?" sarwendah melanjutkan pertanyaanya.
"peradangan ini bisa mengakibatkan pembekakan pada paru-paru yang bisa berpotensi terjadi kanker paru-paru jika kondisi onyo terus memburuk" ucap sedikit ragu menyampaikan hal ini pada istrinya.
"kenapa harus putraku, onyo masih terlalu kecil untuk menghadapi semua ini, sudah terlalu banyak kesedihan yang dia alami yank?" ucap sarwendah lirih dalam tangisnya.