Hancur

1.2K 101 123
                                    

Betrand duduk diam dilantai kamarnya sambil memegang erat ponsel miliknya, tatapannya menajam seiring dengan rasa sakit yang menikam hatinya, bagaimana bisa lagi-lagi orang-orang diluar sana menghakimi keluarganya di sosial media dengan begitu kejinya, bagaimana bisa keluarganya yang merubah semua cerita hidupnya, memberi seluruh cinta untuknya, dikatakan memanfaatkanya hanya untuk sebuah uang.

Beberapa menit lalu bundanya memberi tahu akan hal itu, memperlihatkan tulisan-tulisan yang menyudutkan keluarganya, mengatakan jika ayah dan bundanya menggunakan betrand sebagai alat untuk mempromosikan daganganya, mengatakan jika orang tuanya tidak berprilaku adil terhadapnya, sungguh betrand tidak pernah mengerti bagaimana bisa orang diluar sana yang tidak tahu apapun tentang hidupnya mengatakan hal semenyakitkan itu untuk keluarganya, orang yang mengaku fansnya, orang yang mengaku menyayanginya tapi setega itu menyakiti orang-orang yang dia sayang.

Betrand memendam bara api dihatinya, dia marah, dia ingin meluapkanya tapi kepada siapa dia harus marah, kepada siapa dia harus melampiaskan amarahnya.

Sekelibat bayangan bundanya yang beberapa lalu bercerita sambil sesenggukan menangis dihadapanya berputar jelas di memori betrand, kali pertama bundanya meluapkan rasa kesalnya, rasa kecewanya, untuk kali ini bundanya benar-benar tersakiti dan itu lagi-lagi karna dirinya, sungguh hal itu seolah mengiris hatinya, melukainya begitu dalam, seharusnya ini tidak terjadi jika saja dia tidak menjadi bagian dari keluarga ini mungkin ayah dan bundanya akan baik-baik saja, orang diluar sana tidak akan menghina keluarganya, betrand ingin sekali berteriak dan marah tapi lagi-lagi pada siapa??.

"Arrrrrkkhhhhhhhhhhh"

"Arrhhhhhhhhhhkkkk"

Betrand berteriak meluapakan segala sesak yang menghimpit dadanya, amarahnya melebur dalam kecewa, air matanya tumpah, dia marah pada dirinya sendiri, dia marah karena dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia marah karena dia hanya bisa menangis tanpa bisa membela, dia marah pada dirinya yang menjadi penyebab luka itu ada.

Bugggg!

Buggg!

Buggg!

Betrand mengepalkan tangannya erat lalu mendaratkan pukulan demi pukulan kedinding kamarnya hinga kini tanganya berlumuran darah, bahkan tanganya sudah mulai membiru tapi betrand masih tak kunjung berhenti, betrand hanya ingin meluapkan segala emosinya disana, menjadikan tembok sebagai musuhnya, dia ingin menyampaikan amarah itu pada mereka, betrand ingin menyampaikan sakit hatinya, sungguh betrand lelah, lelah sekali rasanya.

Akhirnya Betrand tak lagi mampu bertumpuh, dia hancur bersama tubuhnya yang meluruh meringkuk dalam dinginya lantai menghabiskan sisa malam dengan perih dan pedih.

*****

Tak ada yang sama seperti biasanya, sinar mentari pagi sama sekali tak mampu mengubah suasana hati.

Betrand dengan langkah gontai menuruni satu demi satu anak tangga rumahnya, betrand sudah rapi dengan seragam sekolahnya, melihat suasana rumah yang sepi tak seperti biasanya, mampu menimbulkan sesak dihatinya, tak ada suara ayahnya yang biasanya selalu sibuk menyiapkan keperluan sekolahnya ini kali pertama betrand harus melakukanya sendiri, betrand mulai melangkahkan kakinya menuju dapur tempat dimana setiap pagi bundanya menghabiskan waktunya, betrand berharap kali ini tak ada yang berubah.

Tapi lagi-lagi betrand harus menelan pahit harapanya, ketika dia melihat mbk susi sudah sibuk menyiapakan berbagai makanan di meja makan,mungkin menggantikan tugas bundanya.

"nyo ini sarapanya sudah siap" ucap asisten rumah tangganya ketika melihat betrand yang sudah siap dengan seragam sekolanya.

"bunda masih didapur mbk" tanya betrand pada susi.

WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang