24. KETUJUH INTI THUNDER

121 13 0
                                    

Hello I'm nada

Ini revisi kedua setelah yang pertama gagal

Rasanya capek banget sampe baterai abis

Komen disini kalau seneng update

Hppy Reading

24. KETUJUH INTI THUNDER

Ruangan bimbingan konseling saat ini terasa sangat penuh dengan hadirnya delapan anak murid laki-laki. Jangan melihat hanya dari jumlahnya saja. Namun lihat dari seberapa besar dan tinggi badan-badan mereka. Kini para murid lelaki itu sedang berdiri dengan diam sambil diperhatikan oleh Pak Salak, Bu Kurma dan Bu Cermai.

“Kalian pikir kamar mandi itu tempat bebas untuk kalian merokok?!” tanya Pak Salak, wajahnya tampak marah dan menyeramkan sekarang.

“Bapak tuh udah capek liat modelan yang kayak kalian ini!” Guru itu berbicara dengan nada tinggi. “Rasanya kalo melihat kalian tuh Bapak mau resign aja jadi Guru bimbingan konseling.”

“Aduh jangan dong Pak, baru juga saya masuk sekolah masa Bapak udah resign aja,” celetuk Opang dari tempatnya.

Johan lantas menyenggol lengan Opang. “Lo ngomong apa barusan? Bagus kali kalo dia resign kita bisa bebas bolos,” ujar Johan berbisik pada Opang.

“KAMU NGOMONG APA BARUSAN JOHAN?!” ujar Pak Salak tampak murka. Saat sempat mendengar ucapan kurang ajar dari muridnya itu.

“Ettt! Enggak Pak enggak. Ini saya kebelet berak,” ujar Johan semakin membuat Pak Salak naik darah.

“Kalian ini benar-benar membuat saya naik darah saja! Kalian ini pelajar. Kalian juga sudah kelas dua belas! Harusnya kalian mencontohkan hal yang baik dan bukan malah mencontohkan hal yang buruk kepada adik-adik kelas kalian!”

“Terutama kamu Langit dan juga kamu Danu.” ujar Pak Salak membuat Langit langsung bergerak mengangkat kepalanya agar dapat menatap Gurunya itu. Berbeda dengan Danu yang malah menunduk tidak berani menatap Pak Salak. Dia merasa malu karena dia sebagai anggota Osis telah secara tidak langsung sudah membuat nama Organisasinya menjadi buruk.

“Apa pantas kalian berantem dikamar mandi seperti itu? Apakah pantas seorang pelajar melakukan kekerasan seperti itu?” tanya Pak Salak pada Langit dan Danu.

“Tidak pak,” jawab Langit, cowok itu dengan tegas berani mengakui kesalahannya. “Saya minta maaf. Dan saya bersedia bertanggung jawab atas nama teman-teman saya.”

“Lang?” Dito menatap Langit tidak setuju jika Langit mengorbankan dirinya.

“Baiklah ini adalah sekolah. Dan sekolah itu memiliki aturan! Siapa saja yang melanggar aturan tersebut tentu akan mendapatkan konsekuensinya dan itu sudah tertera sangat jelas.” ujar Pak Salak pada mereka semuanya.

“Untuk hukuman Bapak akan serahkan kepada Bu Cermai dan Bu Kurma.” Setelah itu Pak Salak berdiri lalu melenggang pergi meninggalkan ruang BK setelah berpamitan dengan Bu Cermai dan Bu Kurma.

“Ngapain kalian senyum-senyum gitu ngeliatin Ibu?” tanya Bu Kurma, dengan sewot.

Rival terkekeh. “Ibu tau aja nih kita lagi senyum ngeliatin Ibu. Soalnya Ibu manis banget sih kaya nama Ibu,”

“Udah manis trus awet muda lagi!” timpal Opang, mulai paham dengan permainan Rival.

“Jika kalian sengaja merayu Ibu agar tidak memberikan hukuman berat itu kalian salah banget. Justru yang begini nih. Ibu bakalan kasih hukuman yang berat!” ujar Bu Kurma langsung membuat Rival dan Opang kompak melotot.

LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang