6. Mabuk

1K 106 15
                                    

Masalah privasi, sejujurnya Rei tak jauh berbeda dengan Theo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masalah privasi, sejujurnya Rei tak jauh berbeda dengan Theo. Ia memiliki otoritas penuh terhadap kamarnya, dan berhak mengatur siapa saja yang bisa masuk. Akan tetapi, di lain sisi, Rei sering kali lupa untuk mengunci pintu. Akibatnya, siapa pun bisa bebas keluar-masuk kamarnya tanpa hambatan berarti.

Seperti saat ini, di mana pemuda itu nyaris saja lelap dalam tidurnya. Tiba-tiba sosok Theo sudah berdiri di tepi ranjang, tanpa berpikir panjang pun Rei tahu itu kakaknya. Sebab sang ayah tak pernah sekali pun masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu, karena Samuel adalah orang yang penuh etika dalam bersikap. 

Pencahayaan yang remang-remang membuat Rei tidak bisa melihat jelas, ekspresi macam apa yang Theo tampilkan saat ini.

"A–ada apa, Bang?" tegur Rei dengan suara bergetar.

Ini jelas bukan hal baik. Melihat Theo mendatangi kamarnya setelah mendapat amukan Samuel adalah situasi yang paling ditakuti Rei. Emosi Theo pasti kini tengah meluap-luap, dan tak ada yang bisa menjadi pelampiasan. Merusak seisi kamar pun sama sekali tak bisa membuat gejolak itu reda. Dan alternatif terakhir untuk meredam semua itu adalah melampiaskan sisa kemarahannya pada Rei.

"Bang, ki–kita bisa omongin ini baik-baik, 'kan? Tahan emosi lo, jangan bikin gaduh ini—"

Belum selesai Rei berucap, sebuah tinju melayang tepat mengenai kepala bocah itu. Membuat bocah itu limbung dan terhempas ke lantai begitu saja. Beruntung, Rei masih punya cukup tenaga untuk menahan bobot tubuhnya sehingga ia tidak benar-benar terjatuh.

Namun, bukan Theo jika hanya berhenti sampai di situ. Menyadari jika pukulannya tak membuat Rei jatuh, ia kembali melayangkan tendangan. Kali ini tepat mengenai betis sang adik hingga sosok yang tadinya berusaha berdiri kini benar-benar tersungkur.

Rei mengerang tertahan, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara meski rasa sakit akibat tendangan Theo sungguh luar biasa. Belum hilang keterkejutan, sebuah pukulan lagi-lagi hinggap di wajah Rei. Membuat pandangan bocah itu sedikit mengabur dan pening. 

Tepat setelah mendapat bogem mentah dari Theo, Rei akhirnya menyadari sesuatu. Jika ternyata saat ini kakaknya tidak sedang dalam kondisi sadar. Ada aroma pekat yang menguar saat cowok itu menghela napas. Fakta bahwa Theo sedang dalam pengaruh alkohol menjadikan Rei semakin dihantam rasa panik.

"Astaga, sadar, Bang! Ini udah malem. Jangan sampai keributan kita, kedengeran lagi sama Papa. Lo tahu sendiri 'kan gimana reaksinya?" sergahnya dengan suara tertahan.

Ia ketakutan, tetapi jika tak melakukan pembelaan, maka sama saja dengan dia merelakan tubuhnya menjadi samsak untuk Theo yang sedang gelap mata. Perlahan ia beringsut, memangkas jarak antara keduanya. Kemudian, ketika dirasa sudah cukup jauh, Rei berdiri.

Dengan sedikit terhuyung remaja itu berjalan terseok ke arah pintu kamar mandi. Ya, dia akan bersembunyi di dalam kamar mandi hingga emosi Theo reda. Seperti yang biasa ia lakukan jika berada di situasi semacam ini. Sebab jika Rei berlari keluar kamar, itu sama saja dengan menyuguhkan Theo pada kemarahan sang ayah.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang