18. A Figure

572 57 2
                                    

“Hah …

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hah ….”

Entah sudah berapa kali ia menghela napas, seolah pasokan oksigen yang disediakan oleh alam tak pernah mencukupi rongga paru-parunya.

Sesak.

Seperti ada beban berat yang menimpa, tetapi Rei tak tahu bagaimana cara menghilangkannya. Semakin ia berusaha, sesak itu justru semakin nyata. Menekan Rei tanpa ampun seakan tak terima jika ia bernapas dengan leluasa.

“Woi, bro! Kenapa, sih, dari tadi ngelamun terus? Weekend ini ‘kan waktunya kita nongkrong, kenapa malah kayak punya beban pikiran gini?”

Kalimat itu dibarengi dengan sebuah lengan yang bertengger di bahu Rei. Sebuah kalimat yang berhasil menarik kesadaran cowok itu sepenuhnya, tetapi tidak dengan gelisah yang masih senantiasa berkuasa.

Rei menggeleng. “Gue nggak ngelamun, cuma lagi mikirin cara dapetin hati gebetan,” balasnya dengan senyum terpaksa.

Akibat terlalu dalam tenggelam di lamunan, Rei hampir lupa bahwa hari ini ia memiliki agenda untuk nongkrong bersama beberapa teman kelasnya, termasuk Calvin. Kini mereka tengah berjalan mengelilingi pusat perbelanjaan usai menonton film yang tayang di bioskop minggu ini. Mereka ingin menyantap makan malam di salah satu restoran di sini juga, tetapi sama sekali belum menemukan tempat yang cocok.

“Mendadak gue pengen ramen, deh. Kita ke kedai ramen aja gimana?” Angga, cowok yang tadi merangkul Rei kembali buka suara.

“Boleh banget, gue juga udah lama nggak makan ramen. Yang lain gimana?” Rei menatap tiga orang lainnya menanti jawaban.

Beruntung ketiga orang lainnya setuju dengan cepat. Empat remaja itu melanjutkan langkah dan mencari kedai ramen yang akan mereka kunjungi. Namun, ketika tempat yang dituju sudah di depan mata, Rei justru menghentikan langkah.

“Kenapa?” Calvin yang berdiri di samping cowok itu mengikuti arah pandang sang kawan.

“Bukannya itu Kak Jessica? Sepupu lo, ‘kan?” terkanya sedikit ragu. Namun, anggukan kepala dari Rei membuat Calvin yakin dengan apa yang dilihatnya.

Sorry, guys. Gue nggak jadi ikut makan, sebagai gantinya pakai aja kartu kredit gue buat bayar, nih.”

Mengabaikan seruan kecewa dari kawan-kawannya, Rei menyerahkan kartu kreditnya pada Calvin dan berlari kecil meninggalkan gerombolan. Ia telah mengetikkan pesan singkat di ponselnya tepat setelah melihat Jessica, jadi gadis bergaun merah muda itu telah berhenti dan menunggunya di depan sebuah toko pakaian.

“Kak,” panggilnya tepat setelah berdiri di hadapan gadis pemilik netra sebiru laut itu.

OMG, Rei. Aku nggak nyangka kita bakal ketemu di sini. Kamu sendiri?” tanya gadis itu sembari melihat ke arah belakang sang sepupu.

Cowok itu menggeleng. “Enggak, aku tadi dateng sama temen-temen dan kebetulan lihat Kakak jalan sendiri.” Ia tak bisa menyembunyikan lengkung di kedua sudut bibirnya.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang