“Waktu usiamu sebelas tahun, kamu diculik bersama Rei yang saat itu juga sedang ikut bermain di taman tidak jauh dari rumah. Meski Papa sudah membayar banyak orang serta polisi, tapi sangat sulit untuk bisa menemukan kalian. Alhasil, kalian baru bisa diselamatkan ketika memasuki hari ketujuh, ketika keadaan sudah berada di bagian terburuk.”
Sebuah kisah mulai terlontar dari bibir Samuel dan sukses membuat Theo mengernyit. Bagaimana tidak? Ketika usianya sebelas tahun, Theo sudah duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar. Daya ingatnya begitu tajam sehingga masih banyak kenangan masa kecil yang masih tersimpan di memorinya hingga kini. Namun, di antara semua itu, tak ada satupun ingatan tentang penculikan. Secuil pun Theo tak menemukannya.
“Is it for real?” Tak ingin gegabah, Theo menahan diri untuk menyangkal cerita yang ayahnya tuturkan.
Namun, Samuel tak begitu menanggapi ucapan sang putra dan melanjutkan kalimatnya.
“Tidak ada yang tahu pasti apa yang sudah kalian alami selama satu minggu di tangan penculik itu. Yang masih jelas di ingatan Papa adalah, kalian yang terluka setelah berhasil diselamatkan. Terutama Rei, dia mendapat luka sobek memanjang di punggungnya serta beberapa luka lain di tubuh kecilnya yang bahkan belum setinggi siku Papa.”
Helaan napas keluar dari mulut Samuel, dan ada kerutan halus di keningnya ketika berusaha untuk tampak tenang saat kembali menceritakan kenangan pahit itu.
“Luka yang kamu dapat ternyata tidak begitu parah. Kamu diperbolehkan pulang setelah tiga hari di rawat. Sedangkan Rei … dia dalam kondisi kritis selama kurang lebih dua minggu.”
“What the hell!” Theo memekik tertahan ketika Samuel mengucapkan kalimat itu.
Dia ingat jelas bagaimana postur tubuh Rei dulu. Bocah yang hanya terpaut satu tahun dengannya itu memiliki tubuh yang pendek dan kurus. Ketika berdiri bersebelahan, bocah itu hanya setinggi bahu Theo. Jika bukan karena wajahnya yang menggemaskan, mungkin orang-orang akan mengira bahwa anak itu kurang gizi. Menerima luka sedemikian rupa, sungguh hebat bila ia mampu bertahan.
“Awalnya Papa berpikir semua sudah membaik ketika kalian sudah ditemukan dan Rei juga berhasil melewati masa kritisnya. Tapi ternyata salah, karena kamu yang selalu menangis dan menjerit sesaat setelah memejamkan mata untuk tidur. Siklus itu terus terulang beberapa hari hingga kamu harus kembali ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. You’ve got trauma from that incident and constantly having nightmares.” Pria itu menatap lekat wajah Theo dan tanpa sadar mengeluarkan helaan napas seolah kisah itu benar-benar ingatan kelam yang sebenarnya tak ingin ia sampaikan.
“Terus?” desak Theo tak sabaran melihat sang ayah yang tampak seperti enggan untuk menjabarkan cerita secara keseluruhan.
Lagi-lagi pria itu menghela napas berat. “Anehnya, setelah satu hari dirawat di rumah sakit dan esoknya ketika kamu bangun, kamu melupakan semuanya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Genç Kurgu[16+] #brothership #family #bullying #angst Theo itu benci Rei, dan segala hal yang berhubungan dengannya. Pun dengan wanita munafik yang kini menyandang status sebagai seorang ibu. Mereka telah merebut satu-satunya kepingan berharga dalam hidupnya...