Tamparan keras mendarat mulus di pipi remaja yang bahkan belum sempat memproses mengapa ia diperintahkan untuk pulang malam itu. Sensasi panas dan perih merambat di pipi putihnya yang kini memerah. Theo mendesis kesakitan karena di samping rasa perih, telinganya juga berdenging keras. Ia sempat berpikir sesaat bahwa dia jadi tuli akibat tamparan.
“What the hell, Dad?” umpatnya kemudian menatap tak percaya pada Samuel, si pelaku yang baru saja melayang tamparan.
Suasana di ruang tengah cukup aneh menurut Theo, di mana semua orang berkumpul di satu tempat. Padahal meski mereka adalah keluarga, momen berkumpul dengan anggota lengkap seperti ini bisa dibilang sangat jarang. Selain itu, Theo sendiri juga lebih sering menghindar daripada harus bernapas di ruangan yang sama dengan Rei.
“Justru kamu yang apa-apaan! Papa sekolahin kamu untuk belajar, bukan jadi preman, Theo,” geram Samuel. Napas pria itu memburu, seiring dengan emosinya yang kian menggebu.
“Maksudnya?”
Theo mengernyit, sesaat tak paham arah pembicaraan sang ayah. Namun, kemudian netranya bertatapan dengan Rei. Dan detik itu juga Theo tahu, jika Rei telah mengatakan sesuatu pada Samuel yang memancing amarah sang ayah.
“Terus kenapa kalau aku jadi preman? Bukannya itu cocok buat aku yang sampah ini? I became a trash like what you always said,” tukasnya tersenyum miring.
Mendengar jawaban itu, Samuel terbungkam sejenak. Pun dengan Rei dan Celine yang sedari tadi hanya menjadi penonton di antara mereka. Dalam lubuk hatinya, Rei mulai menyesali keputusan yang telah ia pilih. Yaitu melaporkan pada Samuel tentang perbuatan Theo pada Aaron hingga bocah itu harus dilarikan ke rumah sakit.
“Dengan membuat seseorang hampir kehilangan nyawanya. Begitu?” balas Samuel setelah beberapa saat bungkam. Hal itu sukses membuat Theo mendongak, dan menatap sang ayah dengan sedikit terkejut.
“Huh? What do you mean?”
Decak pelan keluar dari mulut Samuel. “Jangan pura-pura bodoh, Theo. Rei sudah ceritakan semua ke Papa, begitu juga dengan bagaimana sampai anak bernama Aaron itu terkunci di gudang dengan banyak luka di tubuhnya. Dan semua itu kamu lakukan hanya karena semua orang tahu hubungan antara kamu dan Rei. Apa kamu sudah kehilangan akal sehat? Gila kamu, hah?” Pria itu menjeda kalimatnya dan mengusap wajah dengan gusar.
“Selama ini Papa selalu berusaha untuk menuruti kemauan kamu. Tapi kamu malah bertindak di luar batas,” lanjutnya.
“Menuruti semua kemauan?” Theo terkekeh. “What’s that?”
“Segala fasilitas Papa kasih tanpa pernah peduli dengan berapa banyak nominal yang kamu keluarkan. Dengan harapan kamu bisa merubah sedikit sikap burukmu itu, tapi kenyataannya sampai sekarang justru semakin buruk. Cobalah berpikir lebih dewasa, serta pertimbangkan apa sebab dan akibat dari perbuatanmu itu, Theo. Reputasi Papa bisa hancur kalau para kolega bisnis sampai tahu tentang perundungan yang dilakukan oleh pewaris Papa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
STRUGGLE
Teen Fiction[16+] #brothership #family #bullying #angst Theo itu benci Rei, dan segala hal yang berhubungan dengannya. Pun dengan wanita munafik yang kini menyandang status sebagai seorang ibu. Mereka telah merebut satu-satunya kepingan berharga dalam hidupnya...