8. Rindu

785 82 5
                                    

Bahagia porsi setiap manusia itu berbeda, pun dengan wujud serta tingkatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bahagia porsi setiap manusia itu berbeda, pun dengan wujud serta tingkatannya. Saat ini, di antara semua kebahagiaan yang dia alami, mungkin berada di dalam mobil yang sama dengan sang ibu adalah salah satu hal paling bahagia untuk sosok remaja berjaket putih itu.

Sederhana bukan? Namun, baginya ini momen langka. Jangankan berada dalam satu mobil, untuk sekadar bertatap muka pun terkadang Rei hanya bisa mendapat kesempatan dua atau tiga kali dalam sebulan. Jadi, hari ini ia akan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan melepas semua kerinduan yang sudah lama ditahan.

"Kamu masuk sendiri aja, ya. Mama tunggu di sini," celetuk Celine ketika kendaraan beroda empat yang ditumpanginya sudah terparkir apik di samping kendaraan lainnya.

Suara lembut nan tegas itu menyadarkan Rei dari lamunan. Namun, dengan segera ia mengernyit.

"Mama nggak mau ikut? Nggak mau sekalian kunjungi Papa?" tanyanya sedikit kecewa.

Wanita itu menggeleng. "Nggak usah, kamu aja. Dan jangan lama-lama karena langitnya mendung, nanti kamu kehujanan."

"Oke, deh." Pasrah, Rei tak ingin memaksa agar Celine ikut.

Dengan langkah sedikit lesu, pemuda itu berjalan memasuki area pemakaman dengan hamparan rumput yang terawat rapi. Cukup jauh ia melangkah hingga sampailah ke depan sebuah nisan yang tak lagi asing. Ia berjongkok lantas mengusap pelan keramik dingin itu diiringi senyum sendu.

"Hai, Pa. Hehe," sapanya yang jelas tak akan pernah mendapat jawaban.

"Udah berapa lama aku nggak ke sini, ya? Hmm ... coba aku ingat-ingat."

Akibat kesibukannya dalam mengejar nilai, mungkin sudah hampir setengah tahun lamanya sejak Rei terakhir kali berkunjung di sini. Saat itu, ia juga datang bersama Celine dan wanita itu juga ikut datang memasuki pemakaman. Ikut menabur bunga, serta berbagi sedikit cerita.

"Besok aku udah ujian kenaikan kelas. Itu artinya sebentar lagi aku kelas dua SMA, Pa. Cepet banget, 'kan? Padahal dulu kayaknya aku masih harus dibantu Papa buat naikin sepeda." Ia terkekeh pelan, dan kembali diam untuk beberapa saat.

"Ah, sial. Maaf, ya, Pa. Padahal udah janji buat nggak nangis, tapi tetep aja air mata ngeyel," tuturnya mengusap buliran air yang tiba-tiba menyeruak keluar.

Rei tidak bisa berbohong bahwa dia merindukan sosok Andy—ayahnya—di mana rasa rindu itu tak pernah surut meski waktu telah lama berlalu. Bagi remaja yang belum genap tujuh belas tahun itu, tak ada ayah lain yang sehebat ayahnya. Bahkan Samuel yang memiliki segalanya pun tak bisa menggeser posisi itu barang satu inci.

Kepergian sosoknya adalah guncangan besar baik untuk Rei maupun Celine. Dunia seakan runtuh saat itu juga, meski nyatanya begitulah kehidupan seharusnya berjalan. Ketika yang datang akan pergi, dan yang hidup akan mati. Uang pun tak mampu menyentuh, apa lagi membuatnya kembali utuh.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang