31. Kilas Balik (2)

516 58 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Matheo Caleb, 11 y

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Matheo Caleb, 11 y.o)

(Reiner Huang 10 y

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Reiner Huang 10 y.o)

🍬🍬🍬


Hari masih cukup pagi ketika salah seorang dari pria di luar membuka pintu dan menyerahkan roti untuk santapan keduanya, lagi. Namun, satu hal yang membuat mereka lega adalah yang mengantarkan roti bukan lagi lelaki menyeramkan itu. Dia adalah pria dengan tubuh lebih kecil dan tampak lebih muda dari sebelumnya.

“Dimakan, ya,” tukas sosok itu ketika
meletakkan kantong plastik di depan Rei.Netranya beralih menatap Theo yang masih tampak pulas meringkuk di samping bocah itu.

“Kakakmu juga kalau udah bangun suruh makan, ya. Jangan sampai sakit,” lanjutnya diiringi helaan napas pelan.

Rei membisu, tak tahu harus menanggapi apa ucapan pria itu. Sebenarnya, ia sedikit terkejut karena si penjahat tiba-tiba menunjukkan perhatian pada korbannya. Namun, pikiran itu lantas buyar ketika terdengar kasak-kusuk dari sosok Theo yang kini telah membuka mata. Bocah itu sudah mengubah posisinya menjadi duduk dan mengucek mata.

“Kita makan roti lagi, Bang,”  tukasnya pada sang kakak yang tampak masih belum sepenuhnya terbangun.

Membiarkan sang kakak yang masih mengumpulkan kesadaran, Rei menyantap makanannya lebih dulu. Ia tak berani untuk memulai percakapan lebih dulu karena tahu jika suasana hati kakaknya sedang tak baik usai apa yang menimpa beberapa hari terakhir ini. Jika saja dia bisa lebih kuat, mungkin kakaknya tidak harus menanggung semua rasa sakit itu sendirian. Namun, kenyataannya Rei hanyalah beban yang memberatkan.

STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang