Cutting out the reality

350 24 4
                                    

Toge terbangun jam 11 Malam. Ia tak merasakan hawa keberadaan Yuuta di dalam kamar. Saat tengah mencari-cari sosok bersurai legam yang beberapa jam lalu memeluknya hingga tertidur itu, sayup-sayup Toge mendengar suara Yuuta yang seperti tengah berbicara dengan seseorang di balkon kamarnya.

siapa selarut ini yang Yuuta ajak bicara? pikir Toge. Dengan segala rasa penasarannya, ia mendekati pintu geser kaca dan mengintip sedikit ke arah luar. Yuutanya sendirian. Masih sama seperti beberapa jam lalu dan rokok terselip antara jemarinya. Ponselnya tertempel di telinga.

"Why the fuck I wanna tell you if you won't believe me either, look...it's getting exhausting as fuck day by day. You going so far from the conclusion and we never be in the same though anymore so let's end this...I'm tired already, there's no clear solution at all, I'll go by myself solving this..." Yuuta menghembuskan asap rokok ke udara dengan gusar. Tak pernah Toge dengar sebelumnya Yuuta berbicara dengan orang lain sepenuhnya menggunakan bahasa asing.

"I'm not asking your opinion asshole! You are the one who gotta be blame for sure! Please don't make me yelling, it's fucking midnight here.....What?! What you call me?! How dare you saying that to me?!.....NO! listen-NO!....Fuck!....Oh great! You'll drag this topic again? Really?! You know what? We aren't sibling at all! You abandoned me on the first place, You and dad! STOP PRETENDING LIKE YOU'RE CARE WHEN YOU ARE NOT! MOM IS GONE, I AM ALONE AND WILL ALWAYS BE! WHERE WERE YOU WHEN THAT HAPPENED TO ME?! WHERE THE FUCK ARE YOU?!! I DON'T NEED YOU SO GO FUCK YOURSELF!" Hardik Yuuta dan membanting ponselnya ke lantai, lelaki itu terduduk lemah. Toge tak tahu apa yang tengah ia ributkan entah dengan siapa di telpon itu, namun satu hal yang pasti. Yuuta tengah hancur.

Pundaknya bergetar. Rokoknya ia matikan dengan menggenggamnya erat, luka bakar memerah di telapak tangannya. Toge menutup mulutnya. Dengan perlahan dibukanya pintu geser itu. Angin malam yang cukup kencang langsung menerpa kulit pucatnya. Dingin, namun Yuuta tampak tidak kedinginan sama sekali, seakan seseorang tengah menusuknya oleh sesuatu. Ia gemetaran tetapi bukan karena udara yang luar biasa dingin. Tangisan yang sudah lama ditahannya kini menjadi bom waktu yang meledak. Toge memeluknya dari samping. Yuuta terkejut, Ia paling menghindari Toge melihatnya dalam keadaan mengenaskan seperti ini namun semua diluar kendalinya. Yuuta menangis sejadinya dalam pelukan Toge. Tak butuh waktu lama untuk Toge membujuk kekasihnya untuk masuk kedalam. Toge mengajaknya untuk duduk bersandar di atas ranjang. Ia meletakkan selimut tebal nan hangat diatas tubuh Yuuta.

"Yuuta...kenapa? Yuuta mau cerita? Atau...mau nangis puas-puas juga boleh sama aku" Ucap Toge sambil terus mengusap lengan dan menggenggam satu tangan Yuuta. Lelakinya masih menatap kosong sesuatu. Isaknya sudah hilang sejak pertama kali Toge mendapatinya menangis. Rasanya hangat, Toge tanpa perlu melakukan banyak hal sudah bisa membuatnya merasa aman. Yuuta hanya butuh ditemani. Lelaki bersurai hitam itu beringsut mendekati Toge dan memeluk tubuh kecil itu. Toge mengusap leher belakang Yuuta dan punggungnya.

"Aku belum pernah bilang kamu kalo aku kembar kan?" Tanya Yuuta. Toge terkejut dan melepas pelukannya, ia ingin melihat wajah Yuuta saat bercerita. Lelaki bersurai perak itu menggelengkan kepalanya.

"Bunda gak pernah bilang kami kembar karena aku yang dibuang. Aku gak tahu apa salahku sampai harus dipisah dari kakak kembarku dan punya nasib yang berbanding terbalik dari dia. Karena bunda selalu pengen nyelamatin aku, dia yang tadinya diperintah ayah untuk jual aku, nitipin aku ke mama kamu" Ucap Yuuta bersusah payah menahan tangisnya. Toge tanpa sadar menitikkan air matanya.

"Ternyata kakak kembarku mimpi kalau aku bunuh semua anggota keluarga dan keluarga besarku. Dia nyampein itu ke nenek kakekku dan saat itu juga ayah merintahin untuk buang aku. Dan kamu tahu bagian paling kurang ajarnya? Kakakku sebenarnya gak pernah mimpi kayak gitu, dia ngarang cerita karena ngerasa cemburu karena bunda lebih sayang aku ketimbang dia. Setelahnya banyak teror setiap hari yang sering ngancam keselamatanku sampai akhirnya bunda pergi, tanpa bilang apapun selain meluk dan nyium aku. Semua ancaman dan teror untukku berhenti, tapi gantinya bunda gak lagi tinggal sama aku untuk sisa waktu hidupnya...lucu kan sayang?" Ucap Yuuta sambil menghapus air mata toge yang semakin banyak. Lelaki mungil itu terisak bukan main. Ia tak bisa membayangkan semenakutkan apa masa kecil yang Yuuta lalui.

Undeniable FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang