Semua orang kian menatapku dengan tatapan yang berbeda-beda. Aku hanya bisa menggigit bibirku bimbang. Tidak tahu harus mengatakan apa. Aku hanya terpaksa tetap duduk dan mendengarkan percakapan mereka karena aku tidak tega melihat Izzah menangis. Itu saja.
"Aku yang meminta Mbak Fida tetap di sini. Maaf, jika itu salah." papar Izzah. Wanita cantik itu tampak takut dengan keluarga suaminya sendiri.
"Maaf, saya tidak akan menceritakan apapun. Semua yang saya tangkap akan mudah untuk dilupakan. Tenang saja." jelasku.
"Apa kau ingin uang sebagai tutup mulut?" Seseorang membuatku tercengang. Apa maksudnya? Apa dia pikir aku mata duitan.
Semua orang menjadi menyudutkan diriku karena pertanyaan lelaki yang sepertinya sangat marah akan kepergian Aisyah. Belum lagi Gus Ni'am. Lelaki itu benar-benar tidak menghargaiku sama sekali.
"Tidak, tidak masalah. Aku hanya berpikir kamu orang baru dan aku tidak tahu, itu saja. Maaf telah membuatmu tidak nyaman." Lelaki itu akhirnya bersuara. Tentu saja semua ini karena dirinya.
"Tidak masalah, Gus." balasku seadanya.
Aku lalu meminta izin kepada mereka untuk pulang karena sudah semakin larut. Mulai mengungkapkan tujuanku datang dan ikut berduka atas wafatnya Ning Aisyah. Lalu untuk permasalahan yang aku ketahui, aku akan menutupnya rapat-rapat.
Berjalan ke arah parkiran, tiba-tiba lelaki berparas tampan itu berlari ke arahku. Aku sedikit terkejut. Untuk apa dia mengikutiku. Bukankah perdebatan singkat itu telah selesai. Benar saja, semua orang tampan itu menyebalkan.
"Excusme.."
Aku sedikit menundukkan pandangan ketika dia telah sampai di depanku. Untung saja aku tidak melupakan batasanku. Dia dan aku sangat jauh berbeda. Selain bukan mahram, dia adalah putra pemilik pesantren Al-Kahfi.
"I am sorry. Jika kamu ingin, sepertinya menjadi anggota baru keluargaku itu bukan hal buruk."
Aku mengerutkan kening ketika mendengar ucapannya. Sedikit mendongak ke atas agar sampai pada matanya. Aku memang tidak terlalu tinggi dan berdiri di depannya membuatku semakin terlihat pendek. Buruk sekali.
Kembali pada ucapannya. Apa maksud kata-katanya itu. Dia yang terlalu pintar atau aku yang tak paham. Aku pikir dia memang suka berbelit-belit dan membuat hidupnya terbelit-belit. Dasar!
"Maksudnya? Jujur saya tidak paham." kataku.
Aku kembali menundukkan kepala. Menyembunyikan bagaimana kebingungan yang terjadi akibat ucapannya. Sekali lagi. Mungkin aku harus lebih berpikir.
"Will you marry me?"
Aku terbelalak kaget. Astaghfirullahaladzim. Dia sedang melamar? Ya Allah mengapa aku mengindahkan kalimatnya? Kini aku jadi terjebak. Seharusnya aku paham sejak awal.
"Datanglah ke rumah." balasku singkat, lalu berjalan memasuki mobil.
Ada apa ini? Rasa gugup dan gemetar membuat diriku tak sanggup untuk menyetir. Ditambah lagi sudah sangat malam. Rasanya tidak akan bagus jika aku tidak konsentrasi, lalu tiba-tiba kecelakaan.
Aku menggigit bibir bawahku. Kenapa degup jantungku semakin cepat. Ditambah lagi saat ini mobilku tidak kunjung jalan. Mengapa ini sangat sulit.
"Dengar! Tarik nafas, keluarkan! Kamu harus pulang. Jangan gugup, apalagi gemetar! Harus bisa!"
Dengan kalimat basmalah aku mulai menyetir. Pelan. Sangat pelan karena tanganku masih belum bisa dikondisikan. Aku tetap berusaha santai dan terus mengucap istighfar dalam hati. Semoga selamat sampai rumah.
∆∆∆
Sudah hampir setengah tiga pagi, tapi mataku masih tetap terjaga. Kalimat 'Will you marry me' benar-benar mengalahkan kopi pahit yang biasa aku minum agar bisa menyelesaikan tugasku di malam hari.
Bayangan ketika dia mengungkapkan keinginannya tak lagi berputar. Namun, berganti dengan mimpi konyol ketika dia benar-benar datang ke rumah untuk melamarku, lalu kita menikah dan hidup bahagia.
Aku masih tidak habis pikir. Mengapa aku tidak pernah melihat dia sebelumya? Lalu siapakah dia sebenarnya? Entahlah, dia membuatku sangat pusing.
Bergelut dengan banyak pertanyaan, lalu diiringi suara ponsel yang dari tadi menunjukkan adanya pesan, aku akhirnya menyerah. Siapakah manusia yang mengganggunya sepagi ini.
Mawar
|Woy! Gue kebangun
Keinget lo. Gimana acara
Dani?|Katanya lo dihina tantenya,
ya? Enggak usah di-dengerin!
Lo itu istimewa, makanya Allah
bingung milih jodoh yang pas.|Dengar-dengar. Ning Aisyah meninggal, ya? Beritanya nyebar
di Tik-tok.|Cindy hamil. Subur banget dia.
Kayaknya langsung jadi, tuh.
Lo sudah dikabarin belum?Aku meringis membaca rentetan chat dari Mawar. Pagi-pagi buta dia sudah mulai melatih jarinya. Rasanya malas sekali membalasnya. Biarkan saja. Biar dia menemuiku hanya untuk melihat keadaanku.
Sebenarnya aku tidak baik-baik saja. Jantungku berdetak tidak normal. Aku melupakan bagaimana Tante Novia menghujat diriku. Terlebih-lebih kekhawatiran ibu dan Dani ketika aku tak kunjung pulang.
'Will you marry me' Tidak terlalu panjang, tetapi membutuhkan pemikiran yang cukup panjang. Karena itu akan menjadi jangka panjang dalam sebuah hubungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHUROBA' {Completed}
Fanfiction{17+} Belum revisi! "Eh, mbak Fida! Bersih-bersih dalam rangka apa mbak? Calon istrinya Dani mau ke sini ya?" "Iya, nih. Nggak papa gitu dilangkahi adiknya? Nanti jadi perawan tua, loh." Aku hanya tersenyum tipis mendengar berbagai tanggapan mereka...