(3) DEAR NATHAN

51 7 0
                                    

Cinta bukan sekedar menatap dengan teduh, tersenyum dengan tulus. Memberi dengan ikhlas dan mengerti tanpa syarat, tetapi juga melepas tanpa mengikat.

"Kok pada diem?!" tanya Mawar.

"Kita mikirin anak lo." Jawabku dan Sindi khawatir.

"Tenang! Bibah aman sama ibu. Kalian seharusnya nikmatin kesempatan ini." jelas Mawar.

Kita dipertemukan di bangku kuliah. Dalam jurusan yang berbeda, takdir nyatanya membuat kita dekat lewat latar belakang keluarga. Sama-sama tidak merasakan kehadiran sosok ayah dalam masa perjuangan kita menuju dewasa.

Mawar sendiri adalah putri semata wayang Bu Dora. Dia sudah menikah dengan kekasih pilihannya dan telah dikaruniai putri cantik bernama Ummu Habibah. Nama pemberian teman suaminya itu membuatku teringat kisah kesabaran Ummu Habibah. Istri Rosulullah.

Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan--Tokoh kafir Quraisy yang menentang keras ajaran Islam dan sangat membenci Rosulullah.

Ummu Habibah dan suaminya--Ubaidullah bin Jahsy Al-Asadi masuk Islam dan mendapat tekanan keras dari Abu Sufyan, hingga akhirnya memilih meninggalkan kota Makkah dan hijrah ke Habasyah.

Namun, ketika sudah tidak ada gangguan dari Abu Sufyan, cobaan kembali datang kepada Ummu Habibah dengan suaminya yang tiba-tiba menjadi murtad. Namun, semua itu tak menggoyahkan imannya.

Ummu Habibah tetap menjadi seorang muslim dan tinggal di Habasyah tanpa sanak saudara.
Berkat kesabaran dan keteguhan beliau, Allah memberikan karunia yang luar biasa yakni dipersuntingnya beliau oleh kekasih Allah. Nabi Muhammad Saw.

"Kita nonton film saja." ucap Sindi yang mulai sibuk dengan ponselnya.

Aku dan Mawar saling tatap. Gadis itu akan segera menikah dan malam ini adalah kesempatan langka yang harus kita pergunakan sebaik mungkin.

"Mendingan kita mempersiapkan diri lo." Ucap Mawar dengan senyum jahilnya.

"Apaan!? Gue sudah siap lahir batin. Kita nonton film saja. Mau Korea, Thailand atau Indonesia saja?"

"Film porno, gimana?" ucap Mawar tak berdosa.

"Enggak! Gue enggak suka." bentakku.

"Kasihan Bibah punya Mak kayak lo." cibir Cindy.

"Becanda, Guys! Sensi amat."

∆∆∆


"Kalau gue berdiri di atas sana, asik kali, ya! Bisa ngelihat penjuru Jakarta."

"Enggak usah jauh-jauh ke atas. Lo coba lihat dulu hati orang disebelah lo."

"Nat. Itu semua enggak segampang itu."

"Kalau lo takut, gue bisa mundur."

"Lo suka gue dari mananya, sih? Bukannya Kak Dinda itu jauh lebih cantik?"

"Disaat semua orang menatap gue sebagai sampah, lo menatap gue sebagai manusia, Sal."

Dear Nathan. Film kesukaan kita bertiga. Selain karena pemainnya adalah aktor tampan--Jefri Nichol. Alur cerita yang menarik adalah bagian terpenting dari sebuah film. Dear Nathan sendiri adalah film pertama yang kita tonton di bioskop.

Aku tidak melupakan bagaimana tatapan aneh para manusia di sana, ketika melihatku dengan abaya hitam dan kerudung Pashmina hitam menutup dada karena sebelumnya menghadiri acara mendadak di pesantren tempat aku mengajar.

Dengan mulut yang terus mengunyah mie ayam yang dibelikan Aris--suami Mawar, aku masih bisa fokus dengan apa yang aku lihat. Bagaimana Nathan menceritakan saudara kembarnya--Daniel di gudang tempat para preman membunuhnya.

"Kita semua broken home, tapi lebih beruntung dari pada Nathan." ucapku.

"Kalau gue kayak Nathan, mana ada cowok yang bisa kayak Salma." Timpal Mawar.

"Dan gue masih enggak percaya, besok gue nikah. Ayah pasti bangga, gue dapat orang kaya." lirih Cindy dengan mata berkaca-kaca.

Aku meraih tangan Cindy dan mawar. Tersenyum manis menatap mereka berdua, "Kalian hebat. Gue bangga banget punya sahabat kayak kalian." ucapku.

"Ah.. gue baper. Peyuk gue cepet!" Rengek Mawar yang justru membuatku dan Cindy tertawa. Dia tidak berubah. Masih seperti anak kecil.

∆∆∆

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah habis menonton film, aku masih belum bisa bergelut dengan alam bawa sadar, sedangkan Mawar dan Cindy sudah terlelap dari satu jam yang lalu.

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku, tetapi cerita Cindy mengenai suaminya membuatku merasa rindu dengan sosok yang sampai sekarang belum dihadirkan Tuhan dalam hidupku.

Calon suami Cindy bernama Teuku Umar. Nama yang sama dengan pahlawan asal Aceh yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerja sama dengan Belanda dan terkenal akan strategi perang gerilya-nya. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.

Pria yang berasal dari kota Serambi Makkah itu adalah seorang tahfid qur'an dan dosen ilmu al-qur'an dan tafsir di salah satu Universitas di kotanya.

Pria itu datang ke Jakarta jika ada seminar 'Mengenal Al-Qur'an' oleh salah satu ustad yang merupakan teman karibnya. Dan disitu jugalah mereka dipertemukan untuk pertama kalinya.

Kisah cinta yang unik. Aku menangkap kebahagiaan di mata Cindy. Semoga apa yang menjadi impiannya tentang damai dan indahnya pernikahan terwujud nyata. Dia sudah sangat menderita selama ini.

GHUROBA' {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang