(15) KEBOHONGAN IBU

35 2 0
                                    

Malam ini hujan turun begitu deras. Aku masih setia memandang ibu yang sudah satu jam yang lalu mengaji di kamarku. Katanya, agar aku lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali.

Lantunan ayat Alquran itu tiba-tiba berhenti ketika ketukan pintu terdengar sangat nyaring di telinga, "Biar ibu saja." Aku melihat ibu membuka pintu, lalu dengan sekejap telah hilang dari sana.

Setengah jam berusaha untuk tidur, tetapi mataku tak ingin terlelap. Aku meraih ponselku yang berada di atas nakas, ternyata ada pesan yang belum aku baca hari ini.

|Ponpes Al Kahfi Putra

Assalamualaikum.
Saya akan datang ke rumah kamu
Nanti malam.

Aku mengernyitkan kening. Siapa yang memakai ponsel pondok untuk mengirimkan pesan seperti ini. Biasanya keamanan pondok hanya memberikan informasi tentang ujian diniyah ataupun acara besar yang harus menyatukan santri putra dan putri.

Me

Wa'alaikumussalam.
Kayaknya njenengan salah
kirim ustadz.
Mohon dicek kembali.

Merasa haus dan tak mendapati air di kamar. Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah dapur. Di sana aku melihat ibu tengah membuat teh hangat dengan wajah sumringah.

"Ada tamu, Bu?" tanyaku

"Iya. Kamu tidak ingin menemui menantu ibu?"

Aku terdiam. Pantas saja, ibu terlihat senang. Ternyata Olivia ada di sini. Sebenarnya aku enggan bertemu dengannya. Bukan karena tidak suka. Aku hanya merasa sedih saja. Entahlah. Perasaanku akhir-akhir ini memang tidak bisa dimengerti. Dia berubah-ubah sesukanya.

"Iya, Fida ganti baju dulu."

Aku tahu, Olivia tidak datang sendiri. Terlihat karena ibu yang membuatkan banyak minuman, sudah dipastikan dia membawa banyak orang yang aku harap bukan wanita yang telah menghinaku hari itu.

Setelah selesai mengganti baju tidurku dengan gamis abu-abu dengan hijab senada. Aku memakai bedak dan juga pewarna bibir agar tidak terlihat pucat, "Oke! Jangan terlihat sedih. Kamu bisa!" ucapku menyemangati diri sendiri.

Merasa siap, aku bergegas menemui gadis cantik yang sebentar lagi akan menjadi adik iparku. Tak mengapa jika harus mengobrol banyak nantinya. Toh, tubuhku sudah jauh lebih sehat.

"Sudah, Nduk?" Ibu tiba-tiba datang mengagetkanku.

"Ibu! Kirain siapa. Iya, Fida sudah siap. Kenapa emangnya?"

"Nggak papa. Ayo!"

Ada yang aneh dengan sikap ibu. Senyumnya dan juga pergerakannya terkesan ada yang disembunyikan, bahkan ibu menuntunku seperti akan melepas diriku.

Saat sampai di ruang tamu, bibirku tiba-tiba terkunci, ketika menatap seisi ruangan yang terlihat begitu ramai seperti telah terjadi sesuatu. Ada apa sebenarnya?

"Ibu?" Ibu menatapku dengan senyuman. Namun, matanya yang berair membuatku semakin bertanya-tanya.

"Kamu sudah resmi menjadi istrinya Gus Bilal, Nak." bisik ibu. Namun, berhasil membuat jantungku seperti berhenti berdetak.

"Maksud ibu?"

Bu Dora tiba-tiba menarik tanganku secara paksa, sedangkan aku yang masih belum memahami keadaan dibuat semakin bingung ketika berdiri tepat di depan lelaki yang katanya telah resmi menjadi suamiku.

GHUROBA' {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang