みや | Brother

138 16 1
                                    

Pintu kamarnya dibuka dan memperlihatkan Atsumu yang masih terbaring di atas tempat tidurnya. Lelaki itu tertidur pulas. Belakangan ini Atsumu lebih banyak tidur, dia akan membiarkannya begitu walau kadang tersirat rasa takut dalam hati Osamu yang membuatnya memeriksa keadaan Atsumu berulang kali, memastikan kalau lelaki itu masih bernapas dan hanya tertidur untuk sesaat kemudian bangun seperti biasanya.

Osamu duduk di dekat Atsumu. Tak melakukan apapun, memandangi sekitar kamar kakaknya. Barang-barang milik Atsumu. Mainan masa kecilnya, Jersey kebanggaannya, bingkai foto, dan kembali pada kakaknya.

Wajah Atsumu begitu tenang. Bagaimana kalau Atsumu ternyata sudah pergi? tidak, dia masih bernapas, Osamu melihatnya sendiri.

"Sam.."

Namanya disebut. Wajah Atsumu dari yang tenang berubah menjadi takut, alisnya yang mengernyit naik, Osamu tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam mimpinya tetapi hal pertama yang ia lakukan untuk mencoba membuat Atsumu bangun gagal dalam sekejap. Atsumu masih memejamkan matanya dalam wajah ketakutan dia menarik napas dan seperti habis berlarian jauh.

"Osamu.."

Panggilan yang kedua kedengaran lebih frustrasi. Apa Atsumu tengah mencarinya di dalam mimpi orang itu? apa dia tengah sendirian? Osamu bergeser mendekat, jantungnya berdebar karena mencoba membuat Atsumu terbangun namun tak bisa. Sesuatu seperti tertahan ditenggorokan. Osamu mendekatkan wajahnya tepat di depan telinga Atsumu.

"Atsumu.." serunya sangat pelan.

Dia menoleh. Suara Atsumu tak keluar lagi, sepertinya lelaki itu kehilangan kata-katanya di dalam sana, jadi Osamu berinisiatif untuk meraih telapaknya yang sudah basah oleh keringat.

Atsumu tidak kelihatan tenang. Detik jarum jam yang berdenting membuat jantung Osamu berdetak lebih cepat, Osamu meratapi wajah Atsumu, mencari keberadaanya dibalik mata yang memejam, namun raut itu justru menampakkan sesuatu yang segera akan menjauh. Masih terpaku pada keresahan.

Buru-buru Osamu panggil lagi namanya. "Atsumu." tubuhnya diguncang pelan.

Tangannya mengeratkan genggamannya. Dia jadi sulit untuk dibangunkan kalau sudah begini, Atsumu akan terjebak, terperangkap dalam mimpinya cukup lama sampai ketika bangun peluh membanjiri tubuhnya.

Baru saja ingin memanggilnya suara itu keluar tak sampai dirasa Atsumu membalas genggamannya.

"Jangan lepas tangan gua, Sam."

Ada dua sampai tiga detik. Osamu menunggunya, menunggu kelanjutan dari ucapan Atsumu tetapi tidak ada yang terjadi setelahnya lalu Osamu hanya terus menggenggam erat tangan itu tanpa berkeinginan untuk melepaskan.

Malam itu bulan bersinar lebih cerah dari biasanya, sinarnya menyerebak masuk ke dalam kamar bersama dengan kelopak mata Atsumu yang berat terbuka tak bertenaga.

Osamu melihatnya, kakaknya tengah memandangi wajahnya.

Atsumu menatapnya lamat. Bergeser kepalanya untuk merasa nyaman ketika warna kelabu itu membuatnya terpaku pada satu titik di mana Osamu tidak mengedipkan matanya dalam beberapa detik. Retina itu yang selalu ia pandangi sejak kecil, tidak menyangka Osamu masih berada di dekatnya sampai sekarang.

Jemarinya meremat telapak Osamu, menggenggamnya dengan kelembutan. Dia ingin adiknya bahagia. Dia ingin Osamu tidak lagi menangis hanya karena sesuatu yang dapat melukai hatinya.

Bukankah seorang kakak akan melakukan hal seperti itu? bahkan kalau bisa melindunginya sampai akhir titik darah penghabisan.

Tidak ada yang lebih mengharukan daripada ini. Atsumu tidak mau membayangkan bagaimana dirinya hancur sebelum ini, mengetahui waktunya hampir habis.

ElusifonemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang