Cuaca malam ini sangat buruk lebih buruk dari malam-malam sebelumnya karena di sini lah Osamu berada, duduk di depan lampu unit gawat darurat yang menyala.
Pikirannya penuh saat ini.
Salah satunya tentang keadaan Atsumu di dalam sana dan bagaimana kejadian singkat itu terlewati begitu saja.
Osamu hanya keluar sebentar, dia tidak bermaksud membiarkan Atsumu sendirian di rumah. Tapi itu karena dia egois dan memilih meninggalkannya.
Atsumu, maaf.
Dua telapak yang saling bertaut mengepalkan harapan pada seorang di dalam ruangan itu. Atsumu, semoga dia baik-baik saja.
Tangannya gemetar. Jantungnya berdetak lebih cepat, hatinya tak tenang. Wajah cemas Osamu sudah menunjukkannya lebih dari apapun.
Setelah menunggu sekitar dua jam empat puluh enam menit, lampu itu mati dan dokter keluar bersama para perawat yang bertanggung jawab.
Sesegera tubuh Osamu berdiri, menghampiri.
"Gimana? k-kakak saya gimana?"
"Dia sudah baik-baik saja dan sedang tertidur, sudah boleh masuk jika ingin melihat asal tidak mengganggu. Kalau sudah selesai nanti kita bicarakan bersama ya?"
Osamu tidak memikirkannya terlalu jauh, kepalanya mengangguk dan berlari masuk ke dalam ruangan.
Saat matanya menemukan Atsumu yang tengah terbaring lemah dengan alat-alat rumah sakit menempel pada tubuhnya, air matanya jatuh.
Dia tidak menemukan senyumnya.
Tubuhnya kaku, dingin lebih mendominasi dirinya, akan tetapi Atsumu sangat sehat dan tak kelihatan seperti orang berpenyakitan.
Osamu seperti tengah ditipu.
Ada dua puluh satu menit Osamu menunggu dan hanya terus memandangi, kelopak itu bergerak dan terbuka lemah.
Atsumu tidak bergerak dan matanya masih menatap langit-langit sampai nampak wajah Osamu membuat matanya bergeser, melirik.
"Tsum."
Dengusan terdengar, dia tertawa? "Tsum, lo ketawa?"
"Sam" kepalanya kelihatan ingin bergerak namun tak mampu.
"Butuh apa?"
"Dingin"
"Dingin?!" Osamu melepas jaketnya dan ditaruh ke atas Atsumu.
Lelaki itu hanya bergumam sesekali lalu memejamkan matanya dan kembali diam. Osamu tidak tahu harus berbuat apa.
"Sam, kepala gua p-pusing kita pulang aja"
Suara yang dengan jeda cukup lama itu membuat tubuh Osamu menegap. "Lo masih sakit"
Atsumu bergerak tidak nyaman dan bergumam lagi, "engga" kali ini suara yang samar itu kedengaran parau. Dia berusaha untuk mengeluarkan suaranya dengan keras agar terdengar walau hasilnya tetap saja lemah di telinga.
Adiknya tak melanjutkan. Tidak ada percakapan yang diperpanjang, Osamu tidak ingin melanjutkannya dan sudah pasti Atsumu berhenti bicara karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk dia memilih bertengkar.
Selama itu, yang Osamu lakukan menggenggam tangan Atsumu, ketika tangan itu bergetar sesekali Osamu akan mengusap lemah lembut dengan ibu jarinya pada punggung telapak Atsumu. Lalu kakaknya akan membalas dengan rematan yang tak bertenaga. Seolah menggenggamnya begitu sulit untuk dilakukan.
"Jangan kasih tau mama" lidahnya membasahi bibir yang lantas terkulum dengan rasa hambar.
"Mama udah tau, besok dia sampe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elusifonem
أدب الهواةTerkadang Atsumu membenci suara lalu Osamu akan selalu berada di sana untuk membuat Atsumu tidak begitu membencinya lagi. Penyakit yang sangat langka ini hanya 0,1% jiwa yang mengalaminya, tetapi mengapa harus Atsumu? Karakter milik, Haruichi Furuda...