Atsumu dan Osamu berdiri di dekat tepi trotoar hendak menyebarang. Lewat lima bulan lamanya dan hampir menginjak setahun keadaan Atsumu membaik kalau dibulatkan dua tahun lebih delapan bulan Atsumu masih hidup di dunia ini dan menjejaki bumi bersama Osamu bersama segelintir orang asing dalam kehidupan mereka dan hebatnya lagi lelaki itu sudah seperti sembuh saja.
Hari ini kakak beradik itu tengah mengambil liburan bersama berkeliling kota merayakan kepulihan Atsumu, mencicipi makanan mulai dari camilan sampai makanan berat dan menjejali tempat yang belum sempat mereka datangi karena Atsumu sakit.
Atsumu selama ini selalu sendiri. Dia merasa sikapnya sebagai seorang kakak tidak boleh seperti orang yang terpuruk, Atsumu di mata Osamu adalah orang yang sama entah lelaki itu sakit atau tidak. Setelah berusaha dan bersabar mungkin ini keajaiban yang dokter maksud.
Hubungan yang tak akan pernah putus lebih dari sebuah darah, lebih dari segumpal daging. Atsumu dan Osamu tidak terpisahkan dan itu lah yang Osamu yakinkan dalam hatinya sekarang.
Meski semua kebaikan ini terasa menakutkan. Atsumu setidaknya sudah bisa menjalani kehidupan normal selama tiga bulan lamanya, dan itu baik, Osamu kini dapat melihat Atsumu kembali menjadi mahasiswa, ke kampus bersama-sama dengan Atsumu yang menyetir dan Osamu yang terus berada di sebelahnya. Mereka makan bersama-sama lagi. Bermain bersama-sama lagi. Atsumu juga pergi bersama temannya yang lain.
Mungkin keadaan ini memang sudah membaik, meski belum pulih sepenuhnya. Atsumu bisa pergi kemana pun yang dia mau asalkan ada headset dan kacamata buta warna yang terus menemaninya.
Tentu saja Atsumu tidak buta warna. Itu hanya sebagai pelindung yang lagi-lagi ia temukan sendiri, bagaimana cara untuk menahan dirinya, mengontrol dirinya agar dia bisa hidup semestinya. Sebagaimana manusia normal pada umumnya dan Atsumu tak masalah dengan semua alat bantu itu.
Sesekali bisa saja dia akan terdistraksi dan Atsumu hanya akan menutup matanya lalu menenangkan diri sejenak.
Semuanya sudah membaik, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan.
"Tsum, gua angkat telfon dulu sebentar."
Atsumu menoleh pada Osamu yang di sampingnya, mengangguk setelahnya melihat Osamu pergi setelah tersenyum kepadanya.
Lampu lalu lintas masih menunjukkan warna merah. Atsumu menunggu, begitu pun beberapa orang di sana.
Dia merasa senang. Hari ini rasanya sangat senang. Entah mengapa, Atsumu ingin melihat senyum Osamu sekali lagi.
Sesuatu menghentikan atensinya. Sebuah kereta bayi lewat begitu saja di hadapan mereka, sepersekian detik manik Atsumu melebar bersama orang-orang yang mulai terkejut dan berteriak.
Atsumu tidak tahu,
Dia hanya melangkahkan kakinya.
Dia hanya dengan spontan bergerak.
Dia menarik kereta bayi itu sebelum sebuah mobil menghantamnya keras dan,Tubuh Atsumu berhempas tak jauh dari sana,
Orang-orang berjerit dan meratapi Atsumu sebagai salah satu yang mengerikan dengan darah terus mengalir dari kepala dan juga telinganya.Samu
Dengan sisa tenaga, dengan sedikit kekuatan yang Atsumu punya. Kepalanya yang terus mengeluarkan darah itu dipaksa bergerak untuk melihat sekitarnya. Mencari Osamu. Mencari keberadaan sang adik yang tak terlihat di mana pun.
"Ker...tas."
"Tolong cepat panggil ambulan! kenapa kalian diem aja, cepat panggil."
Itu seorang ibu yang bayinya diselamatkan oleh Atsumu. Dia menarik Atsumu dalam dekapannya.
"Tahan sebentar lagi, tolong."
"Sa-ya.. butuh... kertas.."
"Huh?"
"Ini ambil, ini kertasnya. Butuh apa lagi?" kali ini seorang pelajar. Gadis itu menyerahkan kertasnya ke atas tangan Atsumu.
Atsumu berdecak karena kertasnya terkena darah.
Dia sudah tidak kuat lagi, tubuhnya hampir kehilangan kesadaran dan dengan dengung keras dalam telinganya Atsumu masih berusaha untuk tetap menjadi satu dengan dirinya.
Dengan jari telunjuk yang di layangkan ke atas kertas putih dengan bercak darahnya sendiri.
Atsumu menuliskan kata, Makasih, Osamu.
Lalu kertas itu di berikan kepada ibu dari bayi yang selamat. Atsumu memintanya agar memberikan kertas itu kepada Osamu. Harus di sampaikan dan harus dia yang memberikannya.
"Mi..rip. Sa-ya.. rambut..abu... abu. A-dik." Atsumu mengangguk. Ibu muda itu sudah menangis.
"Maaf. Sekali lagi saya minta maaf, nanti akan saya sampaikan ke adik kamu."
Atsumu menggeleng. Matanya hampir memejam di rasa telinganya seperti mendengar sesuatu yang menyakitkan, dia mencengkram telinganya.
"ATSUMU!"
Begitu tubuhnya di bawa pada ambulan. Osamu berlari, namun tak dapat mengejarnya. Dia melihat sebuah tiang listrik terdapat bercak darah pada bagian bawahnya.
Atsumu, gua cuma, pergi sebentar..
Tamat.
▪︎•▪︎
Makasih banyak untuk kalian semua yang sudah mengikuti buku ini sampai akhir, masih ada ekstra part setelah ini atau mungkin spin-off Osamu setelah kepergian Atsumu.Mohon maaf jika ada kurang dalam baik segi penulisan atau bagaimana cerita ini disampaikan, semoga ceritanya memuaskan hehe dan menghibur kalian selama baca.
Aku menghargai setiap readers di sini, baik yang hanya baca, baca dan vote, atau bahkan sampai komen juga. Makasih banyak.
Maaf banget kalau ceritanya kurang ngena, aku buat cerita ini dalam bentuk mentahan dan hanya sekali ketik, aku juga masih penulis amatir yang baru belajar nulis jadi bagian narasi masih kurang ngena kupikir.
Butuh waktu lama buat aku pikirin semua tulisan mana yang lebih bagus makanya revisinya bejibun tapi akhirnya aku putuskan buat kupersempit aja jadi bentuk mentahan dan nanti akan ada versi au di twitter nya.
Sekali lagi, makasih banyak. Untuk kedepannya aku masih buat draft baru jadi nanti akan ada cerita baru. Seneng banget sih kalo ada yang komen karena aku suka bacain komen dan balesnya.
Udah segini aja dulu, sekali lagi makasih udah sempetin waktu buat baca dan jadi bagian dalam buku ini. Sayang kalian♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Elusifonem
FanficTerkadang Atsumu membenci suara lalu Osamu akan selalu berada di sana untuk membuat Atsumu tidak begitu membencinya lagi. Penyakit yang sangat langka ini hanya 0,1% jiwa yang mengalaminya, tetapi mengapa harus Atsumu? Karakter milik, Haruichi Furuda...