22

185 16 0
                                    

“Lalu mengapa Anda tidak menyatakan perasaan Anda padanya?” tanya Rain.

“Apa kau pikir aku tidak melakukannya?”

“Aku melakukannya..., hanya saja apa kau tahu apa yang ia katakan padaku waktu itu? Ia berkata ‘Sudahilah mimpimu jangan terus mengatakan sesuatu yang mustahil’ ia menolak ku..., dan itu belum lama sejak aku mengungkapkan perasaanku.” Air mata Aletta jatuh saat mengatakan hal itu.

Untuk sejenak Rain merasa iba dengan Aletta yang kacau. Semua memang bukan salah Aletta hanya saja gadis itu mengusik dirinya yang tidak melakukan apa-apa dan menyalahkannya.

“Aletta...,” lirih Athena. Ia tidak tahu jika Aletta mengalami hal seperti itu. Karena Aletta sama sekali tidak pernah mengatakan apa-apa kepadanya.

Sementara Athena dan gadis lain sibuk menenangkan Aletta yang menangis, Rain bergegas pergi dari tempat itu.

Rain berdecih. “Aku tidak percaya aku akan mengalami hal semacam ini di dalam hidupku. Akulah yang di rundung lalu mengapa gadis itu yang menangis?”

Rain menggelengkan kepala lalu mengibaskan gaunnya dan berjalan kembali menuju kelas.

“Ternyata kau bisa menyelesaikannya dengan mudah,” ujar Azkier yang keluar dari balik tiang pilar.

Langkah Rain terhenti. Ia lalu menarik sudut bibirnya ke atas membentuk senyum sinis.

“Ah, apa kau baru saja meremehkanku? Aku tidak mungkin jatuh hanya karena hal seperti itu.” Rain meringis seraya bersendekap dada dan menatap Azkier.

“Aku benar-benar tidak pernah menduganya,”

“Karena itu memang tidak perlu, saya bukanlah lady yang perlu perlindungan Anda.” Rain berlalu begitu saja dari hadapan Azkier dengan tatapan dingin.

Azkier tergelak seraya memegangi perutnya. “Wah, aku tidak pernah bertemu dengan gadis yang sangat arogan sepertinya. Seakan-akan aku sedang berhadapan dengan seekor serigala yang masih belum di jinakkan. Meskipun begitu aku tidak bisa hanya diam dan menunggu gadis itu terluka dan baru bertindak bukan?”

Kelas berakhir lebih cepat daripada dugaan Rain. Ia memilih untuk tetap di kelas dan menyelesaikan tugas yang di berikan Professor. Ia sibuk dengan tugasnya hingga tak menyadari bahwa jam makan siang hampir berakhir.

Ia kemudian memutuskan untuk melewatkan makan siang begitu saja. “Apa kau ingin melewatkan makan siang?” tanya Azkier seraya merebahkan kepalanya di atas meja dan memandanginya.

“Ya, aku sibuk,” Jawab Rain singkat.

“Lalu haruskah aku membawakanmu beberapa camilan?” tawar Azkier.

“Tidak perlu, aku tidak suka makanan manis.”

Azkier meringis. “Apa aku baru saja di tolak?”

“Dan kau baru menyadarinya sekarang?” ketus Rain tanpa menoleh dan tetap fokus akan tugasnya.

Tak lama kemudian Professor masuk ke kelas di ikuti seorang pemuda di belakangnya.

“Baiklah sebelum memulai kelas, saya akan memperkenalkan seorang murid baru yang di pindahkan dari departemen kedokteran,” terang Prof. Gwin ia lalu menyuruh pemuda itu maju dan memperkenalkan dirinya.

“Halo, senang bertemu dengan kalian semua. Perkenalkan aku Josh Hutcherson. Salam kenal,” ujar Josh dengan senyum hangat yang tersungging di bibirnya.

Rain berhenti mengerjakan tugasnya dan menatap ke depan papan tulis. Azkier kemudian mengikuti arah pandang Rain yang jatuh pada Josh.

“Lalu Josh, duduklah di mana pun yang kau suka,”

Josh mengangguk dan berjalan menuju tempat duduk kosong yang berada di sebelah Azkier.

“Baiklah, kita akan memulai pelajarannya,” ujar Prof. Gwin. Rain menghabiskan sisa jam pelajaran dengan fokusnya yang terganggu. Azkier yang melihat Rain tidak fokus dengan pelajaran membuatnya keheranan.

Rain berulang kali di tegur oleh Professor karena tidak fokus. Rain mendesah dengan perasan lega saat kelas sudah berakhir. Ia lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja dan menenggelamkan wajahnya di antara tangannya.

Azkier kemudian berdiri dan menarik tirai yang berada di jendela agar cahaya matahari tidak menganggu Rain yang tengah tertidur. Kelas mulai sepi dan hanya menyisakan Azkier, Rain, dan Josh di dalam ruang kelas.

Josh sibuk dengan membaca bukunya begitu juga dengan Azkier. Sedangkan Rain tertidur. Hari semakin senja, Azkier meletakkan bukunya dan mengguncang tubuh Rain pelan.

“Bangunlah. Kau harus kembali,” Rain bangun seraya mengerjapkan matanya dan menggosok matanya.

“Mengapa kau mendadak mengubah cara bicaramu?” tanya Rain seraya membereskan buku-bukunya.

“Hm, entahlah aku hanya ingin melakukannya saja,” sahut Azkier apa adanya.

Rain meringis lalu bangkit dari tempat duduknya, “Ya, ya, baiklah.” Rain mendengusnya lalu berjalan keluar kelas dengan Azkier yang berjalan di belakangnya.

Kereta kuda sudah menunggu mereka di depan gerbang akademi Rain masuk duluan di susul Azkier.

“Mengapa kau juga ikut masuk? ”tanya Rain tak mengerti.

“Festival, aku akan membawamu ke festival,”

“Bukankah aku sudah menolaknya?”

“Hm, aku tidak ingat, oleh karena itu aku akan membawamu berjalan-jalan di festival,”

“Kau tidak perlu melakukan hal itu, aku harus segera kembali,”

“Tidak perlu khawatir, aku yang akan bertanggungjawab jika kau di marahi,”

Rain mendengus. Tidak ada gunanya ia berdebat dengan pria ini. Ia juga tidak akan mendengarkan apapun yang Rain katakan.

Kereta membawa mereka ke jalanan yang ramai, Azkier kemudian meminta agar kereta berhenti dan Azkier berjalan keluar dari kereta seraya memaksa Rain untuk ikut pergi dengannya, dengan penuh keterpaksaan Rain ikut turun.

Azkier mengajaknya mencari makan dan mengajaknya mencicipi berbagai jajanan yang belum pernah ia coba. Langit semakin gelap dan lampu-lampu yang mengantung menyala dengan terangnya.

Membuat Rain terpesona sejenak karena lampu-lampu itu sangat cantik dan begitu indah.

“Apa kau baru pertama kali ke festival?” tanya Azkier penasaran.

Rain menggeleng. “Tidak, aku pernah pergi beberapa kali,"

“Sendirian?”

Rain menggeleng lagi. “Berdua,” jawab Rain. “Dengan kakakku,” sambungnya.

Azkier hanya mengangguk. Ia pernah mendengar ayah nya bercerita tentang satu-satunya anak laki-laki Marquess Deleux yang meninggal karena membasmi pemberontak di perbatasan.

“Em, apa kau ingat seorang bernama Josh?”

“Josh?” ulang Azkier.

“Hm, anak laki-laki yang di pindahkan dari departemen kedokteran itu?” tanya Azkier. “Ya, aku ingat, apa ada sesuatu yang menganggu tentang pemuda itu?”

Rain mengangguk. “Pemuda itu membuatku bergidik, aku tidak ingin terlibat dengannya.”

“Mengapa tidak?”

“Pria itu berbahaya. Sangat berbahaya. Oleh karena itu instingku mengatakan untuk tidak pernah terlibat dengannya,”

“Mungkin itu hanyalah sebuah ilusi yang di buat oleh otak mu karena kelelahan, jangan terlalu memusingkannya.”

“Tap—”

“Sudahlah kita berada di sini untuk bersenang-senang, jangan terlalu mempermasalahkan hal yang rumit,” tukas Azkier seraya menarik tangan Rain dan ke menghampiri seorang pedangan manisan.

Azkier mengeluarkan beberapa koin lalu memberikannya pada orang itu dan mengambil dua buah tusuk manisan dan memberikan salah satunya pada Rain.

“Aku tidak terlalu menyukai manisan,” tolak Rain.

“Ambilah, aku yakin kau akan menyukainya jika kau mencobanya,”
Dengan ragu Rain mengambil manisan itu dari tangan Azkier dan memakannya.

Antagonis Lady [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang