“Jangan mengomeliku. Aku bukan anak kecil,” Rain menggerutu dengan wajah masam. Tak lama setelahnya Dokter Ken berlari masuk dengan tergesa-gesa.
Dokter Ken segera berjongkok di tepi ranjang dan memeriksa kaki Rain yang menjuntai di tepi ranjang. Dokter Ken lalu mengoleskan salep pada kaki Rain yang terluka dan menjahit lukanya. Rain meringis menahan rasa sakit di kakinya.
“Sepertinya pergelangan kaki nona mengalami patah tulang,” ujar Dokter Ken.
“Patah?” ulang Rain dengan mata yang melebar sempurna.
Dokter Ken mengangguk. “Kemungkinan karena benturan keras yang mengenai kaki nona. Beruntung itu tidak parah. Anda akan sembuh dalam tiga minggu.” Tutur Dokter Ken seraya memberikan perban pada kaki Rain.
“Tu-tunggu...t-tiga Minggu?Apa Anda sedang bercanda dokter?”
Dokter Ken mengeleng. “Bagaimana mungkin seorang dokter memberikan vonis yang salah nona,” kekeh dokter Ken.
Azkier menjentikkan jarinya pada kening Rain. Membuat gadis itu memelototinya.
“Kau dengar, kakimu itu patah. Jangan melakukan sesuatu yang bisa menyebabkannya menjadi lebih parah.Aku akan mengawasinya sebagai ganti karena kau sudah menyelamatkanku.Sekarang kita impas,”
“Oh diamlah! Kau sangat cerewet,”cibir Rain.
Azkier mengendikkan bahunya dengan acuh. “Sepertinya begitu,”sahut Azkier.
Rain memutar matanya. “Seharusnya aku tidak menyelamatkannya,”gumam Rain.
“Apa kau sedang mengumpatiku?” tanya Azkier penuh selidik.
Rain mengeleng. “Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu?” kilahnya.
‘Yah,walaupun itu tidak sepenuhnya salah,’ bisik Rain dalam hati seraya menghindari mata Azkier yang terus memandanginya.
“Baiklah, aku sudah mengobati luka nona.Sebaiknya untuk sementara nona jangan terlalu banyak menggerakkan kaki Anda terlebih dulu. Karena bisa saja lukanya akan terbuka lagi dan bertambah parah saat Nona memaksakan diri,” pesan dokter Ken.
Rain mengangguk lesu. Setelah berpesan kepada Rain bahwa kakinya tidak boleh terkena air dokter Ken pamit undur diri.
“Apa kau membutuhkan sesuatu?” tanya Azkier.
Rain mendongak menatap Azkier malas.“Hah, aku ingin tidur, bisakah Anda meninggalkanku?” Azkier menaikkan sebelah alisnya seraya balas menatap Rain.
“Aku tidak bisa melakukan itu,”
“Hah? Mengapa?”
“Kau pasti akan melakukan sesuatu yang nekat,”
Rain memutar matanya. “Dengar,aku bukan anak kecil. Dan lagi aku bisa mengurus diriku sendiri, jadi pergilah,”
Azkier mendudukkan dirinya pada kursi yang berada di sisi ranjang membuat Rain menatapnya bingung.
“Tidurlah, aku akan mengawasimu dari sini,” ujar Azkier yang membuat Rain menatapnya dengan sorot tajam.
Rain berdecak. “Bagaimana aku bisa tidur jika anda terus memandangiku?” sungut Rain.
“Ya, ya. Baiklah, aku akan tidur di sofa.Dengan begitu aku tidak akan mengganggumu. Apa itu bisa di pertimbangkan?”
Rain mengangguk pelan. “Tentu. Itu lebih baik daripada aku tidak bisa tidur karena terus di pandangi,” ujar Rain setuju.
Azkier mendesah, lalu bangkit dan berjalan menuju sofa dan membaringkan tubuhnya.
“Tolong matikan lampunya juga, aku sudah terlanjur menyuruh Daisy kembali lebih awal.”
Setelah mengatakan hal itu, Rain membalikkan tubuhnya menghadap jendela. Dengan kesal Azkier bangkit lalu mematikan lampu kamar Rain.
“Hei, apa ini akan baik-baik saja?” tanya Rain.
“Apa maksudnya itu?” ujar Azkier seraya kembali membaringkan tubuhnya.
“Bagaimana jika ada rumor yang tak berdasar beredar?”
Azkier tersenyum miring. “Rumor seperti apa yang kau?” Azkier balik bertanya.
Rain kemudian mengubah posisi tidurnya menjadi telentang sembari menatap langit-langit kamar yang gelap.
“Seperti Duke muda yang melakukan hal tidak senonoh dengan tunangannya. Atau apapun itu, yang jelas rumor itu akan menyebar dan membuat namamu menjadi lebih buruk.” Tutur Rain.
“Lalu apa kau baik-baik saja jika namamu buruk di mata orang-orang?” tanya Azkier.
“Apa ada masalah dengan itu? Lagipula namaku sejak awal sudah buruk,” Rain tersenyum kecut lalu memejamkan matanya.
Azkier terdiam. Ia jelas tahu tentang hal itu. Namun, ia juga tidak bisa berbuat banyak tentang hal itu. Hanya gadis itu yang bisa membungkam mulut orang-orang yang sudah menghina dan merendahkannya.
Azkier tersenyum saat memikirkan tentang hal itu. “Aku menantikan apa yang akan Anda lakukan selanjutnya Lady,”
Keesokan paginya, ingin rasanya Rain menenggelamkan Azkier ke lautan. Atau di manapun itu asalkan ia tidak berada di dekatnya.
“Anda membangunkanku sepagi ini hanya untuk bertanya kepadaku di mana letak kamar mandi?!” Pekik Rain frustasi. Ia menatap Azkier dengan tatapan membunuh.
“Apa yang salah dengan hal itu? Bukankah bangun sepagi ini bagus untuk Anda Lady?”
Rain melempar bantal ke arah Azkier yang dengan gesit menghindarinya.“Matahari baru saja terbit, apa Anda tidak bisa membiarkanku tidur sedikit lebih lama?” gerutu Rain dengan wajah masam.
Azkier mengangkat bahunya dengan acuh,“Anda harus bangun lebih awal agar dapat menikmati cahaya matahari pagi,” ujar Azkier.
Rain mengusap wajahnya dengan kasar.
“Anda benar-benar beruntung Tuan.Jika kakiku tidak patah, aku asti sudah membunuhmu saat ini juga,” ujar Rain dengan suara mendesis.Azkier menaikkan sebelah alisnya dan menatap Rain dengan raut wajah tertarik.
“Oh, benarkah? Kalau begitu haruskah saya menunggu sampai kaki Anda sembuh agar Anda bisa membunuh saya Lady?” ejek Azkier.
Tangan Rain tergepal. Ingin sekali ia menunjukkan wajah pria itu dan membuatnya jatuh berlutut di depannya.Ia juga ingin melihat tubuh pria itu tercabik-cabik dan mengeluarkan darah yang sangat banyak.
“Dasar iblis,” gumam Rain seraya membuang muka ke arah lain.
“Enyahlah, aku tidak ingin melihatmu di sini, keberadaan Anda membuatku muak,” usir Rain dengan dingin.
Azkier mengembuskan napas panjang.
“Ya, ya, baik. Aku akan pergi. Jangan berbuat nekat asal Anda tahu saja Lady,aku tidak ingin orang-orang menyalahkan diriku yang tidak kompeten karena tidak bisa menjaga tunangannya.” Ujar Azkier seraya berjalan ke arah pintu dengan tangan di dalam saku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Lady [HIATUS]
AcciónRain Deleux gadis remaja yang di juluki sebagai 'Anak tak berguna' dari keluarga Deleux. Setelah sekian lama menyembunyikan kemampuannya ia bertekad untuk membuat orang-orang tidak memandangnya dengan rendah. Tak tanpa ia sadari identitasnya sebagai...