Rindu

39 7 3
                                    

Pagi hari di Sisilia...

Leon baru saja turun untuk sarapan bersama ayahnya Matteo. Seperti biasa Matteo tampak segar walau usianya hampir kepala lima.

Penampilan khas mafia dengan beberapa tato di lengan bawahnya menambah kesan garang.

"Morning Ayah! ".

Ucap Leon seraya mengecup pipi Matteo dan menarik kursi. Seorang pelayan menghidangkan menu sarapan untuk mereka.

" Apa kau sudah memutuskan untuk menangani pengiriman ke Meksiko? ".

Leon mengangguk.

" Aku putra ayah. Aku akan melakukan apapun yang ayah minta. Sekalipun itu nyawaku. Jangan khawatir".

Matteo terkekeh dan meletakkan garpunya. Ia melipat tangan di meja dan menatap Leon yang sedang mengunyah makanannya.

"Kau terdengar seperti pria putus asa. Ada apa? ".

Leon terkejut dengan ucapan ayahnya. Ia menelan makanan dan menyeka mulutnya.

" Apa ayah memiliki saudara, atau kembaran atau kerabat yang hilang? ".

Matteo mengerutkan keningnya heran.

" Berapa kali ayah harus menjelaskan padamu Leon. Itulah kebenarannya. Ayah hanya memiliki dirimu sebagai keturunan langsung. Ayah berani bersumpah atas itu. Apakah ada sesuatu yang mengganggumu? ".

Leon menegakkan punggung dan bersandar malas.

" Aku bertemu seorang gadis di Amalfi. Ia begitu mirip denganmu ayah. Semua yang ada pada dirimu. Usianya baru menginjak 20-an tahun. Ia seperti versi perempuan dari ayah".

"Amalfi? ".

Matteo bertanya untuk meyakinkan pendengarannya. Leon mengangguk. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang.

Bukankah itu adalah tempat yang tak ingin ia datangi lagi?
Ia masih ingat betul bagaimana ia " memperkosa" seorang gadis 20-an tahun lalu.

"Apa kau tahu siapa namanya? Maksudku dimana ia tinggal? ".

Leon merasa ayahnya tertarik dengan pembicaraan ini jadi ia bersemangat.

" Aku melihatnya pertama kali di bar. Ia bekerja di sana. Tapi aku yakin ia gadis baik-baik. Aku penasaran dan membuntutinya pulang. Ia tinggal bersama ibunya. Tapi sepertinya kehidupan mereka agak sulit".

Matteo menyeka kasar kumis tipisnya. Perasaannya semakin tak karuan.

"Apa kau punya foto gadis itu atau ibunya? ".

Leon menggeleng.

" Kami tak sedekat itu untuk aku mengambil foto atau momen bersama. Aku hanya penasaran kenapa ada seseorang yang sangat mirip dengan ayah. Sementara aku yang adalah putra kandung ayah, tak mewarisi apapun dari ayah, kecuali harta... ".

Matteo menatap Leon lekat. Sesuatu bergolak dalam pikirannya.

Bagaimana  kalau ternyata gadis itu sebenarnya adalah putrinya?
Lalu mengapa pemilik bar itu menyerahkan Leon padanya?
Apakah  mereka telah menipunya?

Matteo mengeraskan rahangnya saat pemikiran terakhir singgah di benaknya. Jika itu benar, apa yang akan ia lakukan?

" Apa pekerjaan ibunya? Atau ayahnya?".

"Ibunya tinggal di rumah tua. Luna yang bekerja paruh waktu di beberapa tempat. Aku rasa ia tak memiliki ayah karena aku melihat bagaimana ia dilecehkan oleh pria brengsek itu. Dan tetangganya bahkan tak peduli soal itu. Pernah sekali aku melihat Luna dipukuli oleh pria berandalan, ia bersembunyi dan menangis di kegelapan. Namun ketika bertemu ibunya, ia terlihat baik-baik saja. Mungkin ia tak ingin membuat ibunya khawatir".

Matteo mengangkat tangannya ke udara. Itu artinya ia tak ingin mendengar apapun lagi. Entah kenapa hatinya seperti tertusuk sesuatu saat mendengar cerita Leon.

" Aku ingin bertemu gadis itu Leon".

Leon mengerutkan keningnya.

"Ada apa ayah? ".

" Mmm... Aku hanya ingin memastikan ceritamu saja".

Matteo langsung beranjak pergi. Ia tahu Leon akan semakin curiga jika ia terus menjawab pertanyaan Leon dan bertanya lebih lagi.

Leon hanya menarik napas pasrah saat melihat punggung gagah ayahnya menghilang.

Sesuatu dalam hatinya memberontak. Ia menceritakan sosok Luna pada ayahnya dengan lancar seakan ia memahami gadis itu lebih dari siapapun.

Leon bergegas meninggalkan meja makan dan pergi ke halaman belakang. Ia masuk ke sebuah rumah kecil dan mengambil beberapa pistol lalu pergi ke lapangan khusus.

Lapangan ini adalah area favoritnya sejak umur 4 tahun. Disini ia berlatih bela diri dan menembak. Ya. Garis mafia yang melekat pada Matteo diturunkan pada Leon sebagai pewaris tunggalnya.

Itulah sebabnya sejak kecil Leon telah dipoles dengan semua ilmu dan ketrampilan yang harus dimiliki seorang mafia.

Leon menembak sasaran buatan dengan gesit. Namun kali ini ia banyak gagal. Pikirannya hanya terpusat pada Luna jadi hampir semua peluru yang keluar meleset dengan sia-sia.

Leon mengumpat beberapa kali.

Tepuk tangan Zolah mengejutkan Leon yang bersiap menembak lagi.

"Kau membuang tenagamu bos".

Leon menembak sekali dan menoleh pada Zolah dengan kesal.

" Bukan urusanmu Zolah! ".

Zolah mengulurkan tangan dan meraih tangan Leon lalu merapatkan di dadanya.

" Jika ini bermasalah, maka semua yang kau lakukan akan sia-sia".

Leon menepis tangan Zolah dengan kasar dan melotot padanya.

"Aku baik-baik saja. Urus saja pekerjaanmu! ".

Zolah tertawa sambil memasukan kedua tangannya di saku celana.

" Jika kau mau aku akan menyeretnya ke sini dalam hitungan jam bos".

Wajah Leon memerah. Ia mendorong dada Zolah dengan sikunya dan pergi ke gazebo.

"Singkirkan tangan sialanmu darinya. Jika aku melihatmu menyentuhnya aku akan memotong kedua tanganmu! ".

Zolah semakin meledeknya dengan tawa yang dibuat-buat.

" Aku rasa bos besar harus tahu hal ini. Putra kesayangannya sedang radang hati akut".

Leon melempar sarung tangannya pada wajah Zolah. Ia berbaring di kursi panjang. Ia menatap langit yang kebiruan.

"Pergilah. Aku ingin menghirup udara segar sendirian. Jangan coba-coba untuk bicara dengan ayah di belakangku atau aku akan memutus lidahmu dengan pistol ini".

Leon terus memandang langit biru tanpa menghiraukan Zolah di dekatnya.

Aku merindukanmu Luna...
Aku tahu kau berbohong...
Aku akan menunggu sampai kau jujur ...

***


NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang