Segalanya

49 5 0
                                    

Luna perlahan membuka matanya dan ia merasa kepalanya sedikit sakit. Namun tangannya sangat hangat di genggaman seseorang. Ia mengedipkan mata beberapa kali dan memastikan Rebecca sedang mengelus tangannya.

"Apa kau merasa lebih baik?".

Luna mengangguk. Ia menarik napas lalu memandang keluar jendela.

"Terima kasih Bec".

"Aku akan memanggil dokter untuk memeriksa dirimu .

Rebecca berdiri namun Luna mencegahnya. Ia rasa ini saat yang tepat untuk memberitahu segalanya pada sahabat  baiknya ini.

"Bec... Aku minta maaf untuk apapun yang akan aku katakan padamu. Aku minta maaf Bec".

Rebecca tertawa kecil.

"Apa maksudmu? Jangan-jangan kau mengidap penyakit serius. Biarkan aku memanggil dokter sekarang".

Luna menggeleng. Ia menatap tepat bola mata Rebecca.

" Ini tentang Leon...".

Jantung Luna berdebar kencang saat melihat ekspresi berbeda dari wajah Rebecca. Ia menelan ludah cepat.

"Aku tidak melihatnya akhir-akhir ini. Bahkan nomor ponselnya tak bisa dihubungi. Apa kau bertemu dengannya di Milan? Apa ia mengatakan sesuatu?".

Pertanyaan beruntun dari Rebecca membuat pelipis Luna berkeringat. Namun ia tetap berniat memberitahu Rebecca kebenaran itu.

"Sesuatu terjadi pada Leon beberapa minggu lalu. Sesuatu yang sangat buruk. Itu karena aku. Semua salahku Bec. Maafkan aku ".

Luna berusaha menahan air mata yang sudah mendesak untuk keluar. Berbeda dengan Rebecca ia menatap Luna penuh selidik.

"Sudah ku duga. Leon jatuh cinta padamu. Aku melihatnya saat itu. Tapi apa yang terjadi? Sesuatu yang buruk seperti apa?".

"Kau tahu Bec, aku bertemu Leon jauh sebelum aku pindah ke Maryland. Kami bertemu di Milan dan sesuatu terjadi tanpa diduga. Aku hamil anak Leon namun aku memalsukan kematianku dan pindah ke sini. Saat ibuku tahu aku punya Xander, ia sangat kecewa hingga penyakitnya kambuh dan meninggal. Aku dan Xander bertemu Leon di pemakaman dan Leon menuduh Xander sebagai anak haram. Kami bertengkar dan Leon pergi begitu saja saat aku ingin memberitahukan kebenaran tentang Xander. Itu adalah terakhir kali aku bertemu dengannya dan beberapa hari setelah itu, ayahku membawa jenazah Leon dan mengatakan padaku bahwa seseorang telah membunuhnya dengan sadis".

Luna tak bisa menahan beban rasa bersalah yang dipikulnya selama ini. Ia membiarkan air matanya mengalir deras.

Rebecca yang sangat kaget memilih pergi ke jendela dan menatap keluar. Otaknya masih mencerna segala kalimat yang keluar dari mulut Luna. Ia tidak percaya sama sekali.

"Kau boleh membenci dan meninggalkan aku Bec. Maaf, aku tidak pernah berniat menutupi ini darimu tapi aku tidak bisa menahan kenyataan bahwa Leon sudah tidak di sini. Hubunganmu dengan Leon lebih berarti dari pada denganku. Maafkan aku".

Rebecca meraih tasnya dan berjalan menuju pintu keluar. Ada rasa sesak dan sakit yang datang bersamaan sekarang. Wajah Leon berputar-putar di kepalanya sekarang. Ia pergi ke taman rumah sakit dan menangis di sana.

Untuk memastikan cerita Luna, ia kembali menekan nomor ponsel Leon untuk menghubunginya. Ia tahu ini hal yang konyol namun ia masih berharap bahwa cerita Luna adalah omong kosong belaka.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan...

Suara operator terdengar. Tubuh Rebecca begitu lemas. Ia menutup mukanya dan menangis dengan sedih.

Leon...
Kenapa harus kau?
Aku mencintaimu...
Aku mencintaimu...

Teriak Rebecca dalam hati. Ya. Ia memang jatuh cinta pada Leon sejak lama namun ia tahu bahwa Leon hanya menganggapnya sebagai sahabat. Sampai akhirnya ia bertemu Luna dan juga Leon.

Ia bisa melihat arti tatapan Leon pada Luna bahkan wajah Leon yang memerah salah tingkah saat berada di hadapan Luna.

Tapi ia menikmati persahabatan mereka. Ia tulus pada Leon dan juga Luna. Kalaupun bukan dirinya, setidaknya ia bisa melihat Leon memilih Luna. Dan pada kenyataannya bahwa memang Leon sudah memilih Luna.

Setelah merasa lebih baik, ia kembali masuk ke dalam ruangan perawatan Luna. Ia melihat posisi Luna menghadap jendela dan sedang menangis.

"Sandra...".

Panggil Rebecca dengan suara serak. Luna berbalik dan menyeka air matanya. Rebecca langsung menghambur ke pelukannya.

"Tak apa. Semua sudah terjadi. Kau harus kuat untuk Xander. Leon pasti sangat bahagia di atas sana melihatmu dan Xander hidup dengan baik".

"Terima kasih Bec. Aku berhutang budi padamu. Aku beruntung memiliki dirimu di sisiku".

Pintu terbuka dan Abe masuk. Ia tersenyum pada Rebecca kemudian menghampiri Luna.

"Anda membuat kami khawatir Nona Muda".

"Aku baik-baik saja Abe. Bec, kau bisa pulang dan istirahat. Abe akan menjagaku".

"Beritahu aku jika kau akan pulang. Aku akan ada di sini San".

Rebecca memeluknya sekali lagi sebelum beranjak keluar. Kini tinggal Abe yang duduk di samping ranjang.

"Aku akan menemui dokter untuk memastikan Anda baik-baik saja".

"Tidak ada yang perlu kau cemaskan Abe. Bisakah kau membawakan sesuatu untukku? Aku lapar".

Tanpa bicara Abe bergegas keluar dan pergi ke kantin. Ia membeli bubur dan susu hangat. Juga beberapa buah segar yang sudah di potong kecil.

Luna sedikit merasa konyol saat Abe datang dengan dua paper bag makanan  di tangan.
Dengan cekatan ia mengeluarkan mangkok bubur dan membukanya.

"Aku bisa makan sendiri Abe".

Mata Abe melirik tangan Luna yang terpasang infus lalu kembali memegang sendok untuk menyuap Luna. Ada rasa canggung diantara mereka tapi Luna berhasil menguasai dirinya.

"Apa Anda memberitahu Nona Rebecca tentang Tuan Muda?".

Luna mengangguk kecil.

"Apa yang ia katakan?".

"Aku tidak tahu Abe. Tapi aku tahu ia terpukul dan mungkin terluka. Ini semua salahku, apa yang harus aku lakukan?".

"Semua sudah terjadi Nona. Mungkin garis takdir sudah menulis itu untuk Tuan Muda. Sekarang yang penting adalah Anda harus menata dan melanjutkan hidup. Xander membutuhkan Anda lebih dari siapapun".

Luna terkesiap dengan perkataan Abe. Ia tahu seberapa besar Abe telah berkorban untuknya dan Xander. Bahkan saat pertama kali Luna ada di Amerika, Abe adalah orang pertama yang dipercaya oleh Matteo untuk hidup bersama Luna di bawah atap yang sama.

Bahkan setelah kelahiran Xander, Abe tetap teguh berdiri di sampingnya dalam pasang surut kehidupannya.

"Terima kasih Abe. Aku merasa paling beruntung karena memiliki dirimu dan Bertha".

Perkataan itu keluar dengan spontan. Luna bahkan merasa aneh dengan dirinya sendiri.

Ada apa denganku?

***

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang