Penasaran

105 9 0
                                    

Leon benar-benar gelisah dan tak bisa tidur. Bayangan wajah Luna masih membekas di matanya. Jika ada pepatah kuno menyatakan setiap orang memiliki kembarnya di belahan  dunia lain maka Leon yakin betul gadis di bar tadi adalah kembaran ayahnya.

Ia turun dari ranjang dan menyeduh segelas espresso. Ia menyalakan sebatang rokok dan berdiri di balkon.

Pandangannya jauh melihat kelap kelip lampu kota Sorento. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.

"Tolong cari informasi sebanyak mungkin tentang seorang gadis pelayan di Vista Sky ".

" Tanyakan saja pada pemilik bar. Cari alasan yang masuk akal".

Leon menghisap rokoknya dalam dan menghembuskan asapnya kasar. Hatinya berdebar menunggu informasi dari anak buahnya yang baru saja di teleponnya.

Beberapa pikiran buruk mulai menyerangnya. Ia takut jika itu adalah adiknya. Atau anak tak sah dari ayahnya atau adik ayahnya. Atau....

Arghhh!!!
Leon meremas gelas di tangannya. Ia benar-benar kalut sekarang. Ia menyeruput minumannya dan membuang napas cepat.

Semoga saja yang kupikirkan barusan tak ada yang benar.

Ia membuang puntung rokoknya dan kembali memandang layar ponselnya. Belum ada pesan atau panggilan masuk dari seseorang.

Dengan gusar ia masuk kembali ke dalam kamar dan duduk di ujung ranjang.

Tiba-tiba ponselnya berdering.

"Maaf bos, mereka tak tahu apa maksud kami. Bahkan kami tak melihat seorang pelayan wanita disini. Kami sudah berpencar ke seluruh bagian ruangan tapi tak menemukan wanita yang Anda maksud".

" Begitu rupanya. Baiklah"balas Leon lalu menutup pembicaraan mereka.

Kini ia jadi ragu pada dirinya sendiri. Apa benar ia sungguh melihat wanita itu. Ataukah itu karena efek minuman.

Tapi ia benar-benar tidak mabuk. Ia yakin kesadarannya masih penuh saat melihat sosok gadis itu.

Tanpa berpikir panjang ia langsung menyambar mantel dan topi kemudian bergegas turun ke lobi hotel.

Mobil yang di pesannya tiba tak berselang lama.
"Aku akan menyetir sendiri. Kembalilah 2 jam lagi".

Anak buahnya mengangguk lalu berbalik pergi. Leon segera mengendarai mobil menuju bar tadi.

Waktu menunjukan hampir jam 12 malam. Ia yakin ini saat paling ramai di bar. Jadi ia bisa dengan leluasa menyelinap tanpa diketahui oleh anak buahnya atau seseorang yang mengenalnya.

Leon baru saja parkir di depan bar saat matanya menangkap sosok seorang perempuan keluar dari pintu samping bar.

Perempuan itu mengenakan hoodie dan menutup kepalanya. Ia menengok ke kiri dan kanan kemudian merapikan hoodie nya dan sling bag barulah ia melangkah.

Baru saja ia mengambil motornya, seorang lelaki langsung mencengkeram tangannya kuat.

"Luna, aku tahu kau disini. Bedebah itu berbohong".

" Lepaskan tanganmu. Aku mau pulang".

"Kau akan pulang denganku. Jangan membuatku marah".

" Lepaskan tanganmu. Aku bukan pacarmu atau adikmu!!

"Aku mencintaimu Luna. Berikan aku kesempatan. Kau tak perlu bekerja keras jika sudah menjadi istriku".

" Tolong lepaskan aku. Ibuku sudah menungguku. Aku harus pulang sialan".

Luna berusaha melepaskan cengkeraman pria itu. Tapi sayang sekali pria itu begitu kuat. Akhirnya Luna meludah di  mata pria itu.

Lucas yang tak siap langsung melepaskan tangannya dan mengucek matanya yang perih.

Luna tak membuang kesempatan itu. Ia langsung menghidupkan motornya dan tancap gas.

Luca berlari ke mobilnya dan segera mengejar Luna.

Leon menarik napas panjang lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam bar. Ia berhenti di tangga dan mengedarkan pandangan untuk mencari gadis itu.

Tak ada.

Akhirnya ia memberanikan diri untuk menghampiri pria di kasir.

"Segelas tequilla".

Leon tak beranjak dari situ. Ia malah duduk di kursi. Tak lama Nino meletakan gelas di hadapannya.

" Aku kira Anda sudah pulang tadi"Nino berbasa- basi.
Leon seperti mendapat angin segar.
"Kau benar. Tapi aku kembali karena istriku memintaku mencari temannya yang bekerja disini" jawab Leon.

"Oh... Luna baru saja pulang 15 menit yang lalu" jawab Nino.

Leon sangat terkejut. Tapi ia berusaha mengontrol dirinya.
"Aku kurang beruntung rupanya. Tapi bisakah aku mendapatkan alamatnya. Istriku benar-benar merindukannya. Kau pasti mengerti apa artinya sahabat" Leon berbohong lagi.

Nino mengangguk lalu menuliskan sesuatu di kertas dan merobeknya lalu menyerahkannya pada Leon.

"Terima kasih kawan. Istriku pasti sangat berterima kasih padamu. Lain kali kami akan mentraktirmu" ucap Leon berbinar.

Nino hanya mengangguk dan tersenyum. Entah kenapa ia merasa Luna akan baik-baik saja. Jika biasanya banyak pelanggan menggoda Luna ia akan melindungi Luna bahkan menggantikan Luna beberapa saat.

Tapi tidak dengan pria di hadapannya ini. Kelihatan ia orang yang baik dan hangat apalagi istrinya adalah teman Luna dulu bahkan sampai sekarang.

Leon mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakkannya di samping gelas. Ia bahkan belum minum tequilla itu.

"Aku harus pulang sekarang. Istriku harus tahu sahabatnya ada bersama orang-orang yang  baik. Aku permisi".

" Sampai jumpa Tuan".

Leon segera berjalan menuju pintu keluar. Ia berharap orang yang ia maksud adalah sama dengan orang yang dikatakan oleh pelayan pria tadi.

Saat menghidupkan mobil dan menyetir ia menyalakan GPS sesuai alamat di tangannya.

Sambil melaju di jalan ia mengingat pembicaraan dengan pelayan tadi.
Jadi namanya Luna.

Deg!!!!
Ia mengerem mendadak. Berarti gadis berhoodie tadi. Pantas saja ia merasa familiar dengan postur tubuh gadis itu.

Leon kembali tancap gas. Kali ini ia sedikit mengebut. Ia ingat betul pertengkaran gadis itu dan seorang pria.

Tak berapa lama titik GPS menuntunnya memasuki jalanan gang yang penuh rumah berpagar. Suasana tampak sepi karena memang sudah larut.

Saat hendak berbelok matanya menangkap sosok seorang gadis yang tengah bersandar di sebuah tembok pagar. Bayangan pohon melindungi dirinya.

Leon mematikan lampu mobilnya dan memperhatikan dengan teliti. Ya. Itu gadis berhoodie di parkiran bar tadi.

Motornya tergeletak begitu saja di jalan. Rambut panjangnya sedikit berantakan. Ia sepertinya sedang menangis.

Leon melajukan mobilnya perlahan melewati Luna. Benar saja. Luna sedang menyeka air matanya. Sudut bibirnya terlihat berdarah. Mata coklat itu. Itu mata ayahnya .

Ini benar gadis itu.
Leon melaju melewatinya dan tampak seorang wanita berumur 50 tahun sedang berdiri di halaman. Sepertinya ia menunggu seseorang.

Apa itu ibunya?
*****

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang