Pemotretan

51 8 0
                                    

Keluar dari ruang kerja Claudia, dengan di temani Dominic , Luna langsung menuju ruang ganti. Sesuai kontrak kerja yang sudah di tandatangani ia sudah harus bekerja pagi ini.

Karena ini adalah pemotretan perdana maka Claudia meminta tema indoor karena ia belum tahu hasil kerja Luna. Ia akan memutuskan langkah selanjutnya setelah tahap awal ini.

Tim make over baru saja menyelesaikan tugas mereka ketika Dominic datang. Ia terpukau dengan sosok Luna di hadapannya.

"Sudah ku duga, butuh sedikit polesan agar menarik kecantikanmu keluar" goda Dominic sambil meletakan tangannya di lengan kursi yang diduduki Luna.

Luna sedikit gugup dengan jarak mereka. Maklum saja, ia belum pernah berada sedekat ini bersama pria dewasa. Apalagi aroma maskulin khas pria menguar begitu saja dari tubuh Dominic. Ia benar-benar gugup sekarang.

"Hei, apa kau tidak mendengar perkataanku barusan? " tanya Dominic saat melihat Luna tak menanggapi.

Dengan susah payah Luna dapat mengendalikan dirinya dan mengumpulkan kata-kata untuk membalas ucapan Dominic.

"Bisakah kau bergeser sedikit. Aku sangat gerah" ucap Luna perlahan dan hampir terbata.

Dominic tertawa terbahak-bahak lalu beralih menarik kursi dan duduk di samping Luna. Ia malah menopang dagunya dan menatap nakal pada Luna.

Pipi Luna memerah dan terasa panas. Ia tahu Dominic sengaja menggodanya.

"Kau benar-benar gerah rupanya. Lihat bahkan pipimu memerah. Padahal ruangan ini full AC" Sindir Dominic.

"Hentikan itu Dom. Aku hanya gugup karena ini tugas pertamaku. Aku takut Claudia akan kecewa padaku" Luna berkata jujur, tapi sebenarnya ada kejujuran lain yang tak diungkapkan.

Dominic menggenggam kedua tangannya hangat.
"Listen to me Lun. Walaupun hasilnya mengecewakan Claudia akan tetap mempekerjakan mu. Bahkan mungkin ia akan mengirim mu ke sekolah mode ternama. Jadi bersikaplah biasa-biasa saja. Cukup lakukan saja semuanya dengan hatimu. Jangan memaksa dirimu melakukan apa yang melampaui kesanggupan mu"

Luna menangkap aura serius dalam ucapan Dominic. Ia terdiam sebentar kemudian mengangguk perlahan.

"Terima kasih Dom. Aku hanya ketakutan saja. Fabio sudah mengirimku dan aku hanya ingin melakukan yang terbaik".

Dominic menariknya berdiri. Lalu memintanya untuk menghadap ke cermin besar di hadapannya.

" Lihat dirimu. Kau punya segalanya. Dan itu yang dilihat oleh Claudia. Ayo tunjukan kelebihan mu pada dunia dan orang-orang yang merendahkan mu".

Setelah itu Dominic memintanya menarik napas dan menghembuskannya beberapa kali hingga tanpa sadar ia tertawa.

"Sekarang aku merasa lebih baik Dom, terima kasih" refleks Luna memeluknya erat. Sama seperti ia memeluk Nino atau pun Fabio. Pelukan seorang saudara.

Mereka berdua keluar menuju ruang pemotretan. Tanpa mereka ketahui, Claudia melihat semua yang terjadi melalui cctv yang terhubung ke ponselnya. Ia sangat kagum pada adik laki-lakinya itu.

Kau  sudah dewasa adik kecilku. Waktu berlalu begitu cepat. Semoga kehadiran Luna bisa mengganti waktu-waktu yang hilang bersamaku...

Tema hari ini adalah tema sederhana. Luna hanya memakai beberapa jenis pakaian santai rumahan.

Memang Claudia sengaja meminta tema ini untuk melihat seberapa bersinarnya Luna dalam posenya. Walau hanya dengan make up nude dan pakaian rumahan.

Kilau blitz mulai menyerang Luna tanpa ampun. Di hadapannya berdiri Dominic untuk memberinya semangat. Sesekali ia berteriak untuk mengarahkan Luna jika raut wajah Luna tidak sesuai keinginannya.

Tim pengarah gaya hanya menggeleng tak percaya melihat kelakuan adik bos mereka. Apa lagi tiap jeda mengganti pakaian, ia akan menyodorkan botol minum bahkan memuji akting Luna. Ia terlihat heboh sendiri.

3 jam berlalu dengan cepat. Pemotretan telah selesai. Luna kembali ke ruang ganti untuk membersihkan diri. Ia merasa pegal dan gerah. Walau hanya sebentar tapi karena ini levelnya jauh dari biasanya saat di Amalfi maka ia merasa seluruh tenaganya terkuras.

Di tambah lagi agensi milik Claudia adalah yang terbaik di kota Milan, ia tak ingin mengecewakan Claudia.

Setelah mengguyur tubuhnya di bawah shower ia merapikan dirinya dan keluar. Memoles wajahnya dengan krim wajah ringan dan lipstik berwarna pink.
Kini ia merasa lebih segar.

Sesampainya di ruang kerja Claudia ada beberapa gadis di sana dan juga 2 orang pria yang terlihat muda.

Ia memutar bola matanya untuk mencari Dominic tapi tak menemukannya.

Claudia yang menyadari kehadiran Luna langsung memberi kode agar mendekat.

"Kau boleh istirahat sekarang. Kita akan membahasnya di rumah" kata Claudia pendek.

Luna hanya mengangguk mengerti kemudian pamit. Beberapa pasang mata melirik penasaran padanya, tapi sepertinya Claudia tak menggubrisnya. Jadi Luna pun bersikap acuh saja.

Notifikasi ponselnya berbunyi. Dengan cepat ia merogoh ponsel di tasnya dan membuka pola untuk memeriksa. Ia hanya berharap  itu berasal dari Fabio atau ibunya. Karena jujur saja di ponselnya hanya terdapat nomor Fabio dan Claudia.

"Aku menunggumu di parkiran aku sudah sangat lapar".

Isi chat di ponsel Luna. Ia mengerutkan kening sebentar  lalu tersenyum. Siapa lagi kalau bukan Dominic.

Dengan langkah agak panjang  ia segera menuju lift dan turun. Ia juga sudah lapar. Entah jam berapa sekarang.

Kepala Luna celingukan di halaman parkir untuk bisa menemukan Dominic. Ia ingat  tadi pagi mereka berangkat dengan mobil berwarna hitam.

Tiba-tiba sebuah mobil merah  berhenti di sampingnya. Luna bersikap acuh. Ia tahu itu bukan Dominic. Klakson mobil mengagetkan dirinya dan sebelum berbalik ia mengumpat dalam hati.

"Ayolah Lun. Aku sudah kelaparan" suara Dominic mengagetkan Luna dari balik kaca yang diturunkan setengah terbuka.

Mata Luna melotot protes padanya tapi kakinya melangkah mendekat dan naik ke mobil. Ia lalu memasang sabuk pengaman tanpa peduli pada Dominic.

"Ada apa dengan wajah cantikmu Lun? Kau tahu Claudia tidak suka modelnya memiliki garis halus di wajahnya".

Luna terkesiap dan mencoba menetralkan mimik wajahnya.

" Nah, ini terlihat lebih baik. Omong-omong kau ingin menu apa untuk makan siang, biar aku langsung reservasi sekarang".

"Apa saja. Terserah padamu" jawab Luna ketus. Ia masih tak menatap wajah Dominic di sampingnya yang sedang mengemudi.

"Terima kasih untuk hari ini. Kau sudah melakukannya dengan sangat baik. Fabio pasti bangga padamu" suara Dominic terdengar tulus. Akhirnya Luna menoleh padanya.

"Semua berkat dirimu juga Dom. Terima kasih sudah mensupport diriku".

Dominic hanya tertawa kecil. Suasana kembali cair. Ia tahu Luna adalah gadis yang baik dan ramah. Ia hanya korban dari kehidupan yang tidak adil. Sama seperti dirinya dan kakaknya, Claudia.

Oleh karena itu ia dan Claudia sudah berjanji agar membantu Luna menemukan keberuntungannya.

***

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang