Luka

46 6 0
                                    

Luna duduk seperti orang bodoh di penthouse  Leon. Ia menyesal telah bertindak tanpa pikir panjang. Andai saja dia mengabaikan Leon maka dia tidak akan berakhir di sini sekarang.

Rasa penasaran bodoh telah menyeretnya di penjara sekarang.

Ponselnya kini off karena kehabisan daya. Ditambah rasa lapar yang membuat perutnya melilit.

Tanpa menahan diri lagi Luna berjalan ke dapur dan membuka kulkas. Tak ada satu pun bahan makanan tersedia, hanya beberapa botol air mineral dan minuman soda.

Luna meneguk air putih dan memberanikan diri pergi ke lantai atas. Ia sudah benar-benar kesal.

Ada beberapa pintu di sana dan ia bingung kamar mana yang di tempati Leon. Hanya dengan menebak secara asal Luna mengetuk pintu.

"Leon... Aku lapar!! ".

Teriak Luna dari luar sambil terus mengetuk pintu. 15  menit berlalu dan tak ada jawaban sama sekali. Luna mengira kamar itu kosong jadi ia nekat mendorong pintunya.

Benar saja pintu kamar tak terkunci. Luna terkejut mendapati Leon tengah tertidur pulas. Sama sekali tidak terusik.

Luna berpikir keras apakah harus membangunkan Leon atau tidak. Akhirnya ia nekat. Rasa lapar terus menderanya meminta untuk mengisi lambungnya.

Luna menyentuh kaki Leon.

"Aku lapar Leon! ".

Satu kalimat itu sukses membuat Leon terbangun. Dengan refleks Luna mundur tapi tangan Leon lebih cepat untuk menarik pinggangnya.

" Siapa yang menyuruhmu masuk ke kamar ku? ".

" Itu... Itu... Aku lapar brengss... ".

Luna membekap mulutnya cepat. Dalam hati ia berdoa agar Leon tidak mendengar ucapannya barusan.
Jantungnya berdegup kencang, ia menahan napas agar Leon tidak curiga.

" Aku lapar Leon. Sangat lapar. Bisakah biarkan aku pulang? ".

Leon mengerjap dan menariknya agar duduk di ranjang.

" Mari selesaikan ini dan kita makan di luar".

Kening Luna berkerut heran. Ia merasa Leon akan memanfaatkan dirinya sekarang.

"Aku tidak mau! Aku hanya ingin pulang. Memangnya kita akan makan apa? Isi kulkasmu luar biasa!".

Luna membuang muka menghindari tatapan Leon. Dengan satu gerakan cepat Leon duduk menghadap Luna di ranjang.

" Aku harap kau tidak lupa perkataanku terakhir kali kita  bertemu. Kau harus membayar untuk kata kasar yang kau ucap baru saja... ".

Luna bergerak untuk melepas cengkeraman Leon di pinggangnya.

" Kau telah melakukan kesalahan ketiga dengan masuk ke kamarku. Jadi, mari buat kesepakatan dan kita makan. Atau teruslah bersikap keras kepala dan aku tidak akan membiarkanmu pulang".

Wajah Luna merah oleh emosi. Semua pilihan itu sama saja. Namun, jika ia terus tetap pada pendiriannya Leon mungkin akan nekat. Tak ada yang bisa menebak suasana hati pria ini.

"Baiklah. Apa yang kau inginkan? ".

Ucap Luna pada akhirnya. Leon menatapnya lekat.

" Rumah ini, kamar ini dipenuhi oleh cctv. Apa yang kau lakukan terekam jelas di sini. Termasuk diam-diam datang ke kamarku. Aku hanya minta waktumu kapan pun aku ingin bertemu. Tidak boleh menolak dengan alasan apapun atau aku akan menyebarkan video ini ke semua situs".

"Kau gila!! Kau tidur dengan wanita lain dan kau berusaha menahanku dengan aturan bodohmu. Jangan bermimpi! ".

Leon menarik tengkuk Luna dan menciumnya dengan kasar. Luna meronta tapi Leon mengeratkan tangannya hingga Luna tak bisa melepaskan diri.

Leon membanting tubuh Luna dan menindihnya dari atas. Ia menggesekkan tubuhnya ke area sensitif Luna dengan kasar.

" Jangan... Jangan lakukan itu Leon".

Rintih Luna dengan ketakutan luar biasa. Leon tak menggubrisnya, ia semakin bersemangat untuk menyalurkan hasrat dan kerinduannya pada Luna.

Mata Luna basah oleh butiran air mata ketakutan dan amarah.

Leon melepasnya dan melompat turun. Kemudian pergi ke kamar mandi tanpa memandang Luna sama sekali.

Luna masih terisak di ranjang saat Leon kembali dengan penampilan rapi dan wangi. Ia memegang ponselnya.

"Rapikan dirimu dan kita makan".

Leon berjalan ke arah pintu keluar dan hendak membuka pintu sebelum tiba-tiba Luna melemparnya dengan bantal di belakang kepalanya.

Ia menghentikan langkahnya namun tidak berbalik. Ia tersenyum geli sebelum membuka handel pintu dan keluar.

Leon duduk di sofa sambil menghitung mundur.

Luna muncul dengan penampilan yang kusut. Ia sama sekali tidak merapikan dirinya. Ini adalah bentuk protesnya pada Leon.

Ting!!! Tong!!!

Bel pintu berbunyi. Leon tersenyum lega.

" Buka pintunya Luna! ".

" Tidak mau! ".

Luna melipat tangannya dan bersikap acuh. Leon bangkit dan berjalan ke pintu.

Ia menatap layar di pintu kemudian bicara dengan keras.

" Kenapa ayah ada di sini? ".

Sontak Luna yang mendengar itu berlari ke dapur dan bersembunyi di sana. Leon yang melihat Luna terbirit-birit tertawa puas. Ia hanya ingin mengerjai Luna.

Ia mengambil makanan yang di pesan dan menutup pintu. Ia berjalan ke dapur dan berbicara di ponselnya.

" Luna bersamaku ayah. Jangan khawatir aku menjaga adikku dengan sangat baik".

Wajah Luna memerah saat mendengar apa yang dikatakan Leon.

Suasana hening kembali. Luna sedang memejamkan mata dan tidak menyadari saat Leon menjulang di hadapannya.

"Ayo makan! ".

Leon menariknya berdiri. Luna membuka matanya perlahan dan terkejut wajah Leon berada  satu jengkal dari wajahnya.

Kepala Luna menoleh ke seluruh ruangan untuk mencari siapa yang datang barusan tapi ia tak menemukan siapapun selain mereka berdua.

Leon memberi isyarat agar makan dan Luna langsung menyambar paper bag makanan  cepat saji dan melahapnya.

"Makanlah seperti wanita terhormat! ".

Luna hanya menggulirkan bola mata dengan malas.

Selesai makan Leon mengantar Luna pulang ke apartemen.

" Apa benar wanita yang bersamamu di Napoli adalah Claudia? ".

Tanya Luna tiba-tiba yang membuat tubuh Leon tegang. Ia mencengkeram setir mobil dengan kuat.

" Itu bukan urusanmu! Kau bukan apa-apa dalam hidupku".

Luna menggigit bibirnya setelah mendengar perkataan Leon. Ia merasa terluka dan kecewa.

Rasa penasaran telah membuat hatinya sakit. Ia tak mau bertanya lagi.

"Ingat kesepakatan kita tadi. Aku serius. Jangan mencoba menghindar atau mengabaikan panggilan teleponku! ".

Leon menutup pintu mobil dan meninggalkan Luna yang masih terpaku.

Ia sangat terluka.

***

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang