Keputusan Nekat

200 9 0
                                    

Leon benar-benar sudah pulih dari cederanya namun perkembangan ingatannya belum membuahkan apa-apa.

Terkadang saat melihat Luna sendirian, ia ingin mendekat untuk bertanya tapi saat memikirkan Rebecca ia merasa kasihan.

Hari ini Leon akan mengemudi untuk mengantar Xander ke sekolah. Keduanya sangat tampan layaknya ayah anak.

"Aku ingin melakukan pesta pertunangan dengan Abe secepatnya ayah".

Ucap Luna ketika ia bersama Matteo di kamar utama. Matteo sedikit terkejut.

"Kenapa terburu-buru? Atau...".

Pandangan Matteo jatuh ke perut Luna, dengan kasar Luna mengusap wajah ayahnya.

"Singkirkan pikiran burukmu ayah! Aku masih anak gadis ayah...tentu saja tidak sepenuhnya tapi aku masih memiliki harga diri".

Wajah Luna sudah memerah saat mengucapkan ini. Ayahnya mungkin berpikir ia hamil. Matteo tertawa.

"Apa kau yakin dengan keputusan itu?".

Luna mengangguk lalu meraih telapak tangan ayahnya. Ia menatap lekat Matteo.

"Aku telah memutuskan untuk meletakkan semuanya di tempat yang benar. Aku sangat lelah dengan semua yang telah terjadi. Lihatlah, ibu pergi karena aku. Leon seperti ini karena aku. Lalu, apa yang tersisa sekarang aku tidak akan merusaknya. Abe dan Rebecca adalah dua orang yang sama di hadapanku. Aku tidak ingin melukai mereka berdua hanya karena aku menginginkan Leon di sisiku. Aku tidak bisa menutup mataku untuk apa yang telah mereka korbankan untukku".

Perasaan Matteo campur aduk. Ia tak menyangka pikiran Luna sejauh itu. Memang semalam, ia terus memikirkan masalah itu namun mendengar secara langsung keputusan Luna, membuatnya harus mengakui putrinya itu.

"Dan juga, aku tidak akan menggunakan nama Alvarez di publik. Namaku adalah Luna Alexandria. Nama yang semula diberikan ibuku. Aku masih putri ayah dan aku akan merelakan Xander bersama ayahnya. Aku tidak akan serakah dan merusak semuanya".

Matteo tidak tahan lagi. Ia segera memeluk putrinya dengan erat dan membiarkan matanya basah. Sungguh lidahnya kelu untuk bisa membalas ucapan Luna.

"Kau adalah putri ayah. Ada darah Alvarez di sana. Maafkan ayah tidak bisa melakukan apapun untuk ini".

"Jangan cemas. Aku dan Leon adalah anak ayah. Leon yang paling berhak untuk meneruskan klan Alvarez. Aku telah memberikan Xander sebagai Alvarez murni. Ke depan, Xander juga akan menjadi Leon untuk ayahnya. Semoga keputusan ini juga membuat ibu tersenyum dari surga".

Leon memutuskan untuk menunggu Xander di halaman sekolah. Matanya akrab dengan lingkungan ini tapi otaknya tidak memberitahunya apa-apa. Tiba-tiba ia terpikir untuk turun dan masuk ke dalam.

Beberapa guru tua menyambutnya dengan penuh hormat dan bangga.

"Tuan Alvarez, apa kabar? Suatu kehormatan bagi kami Anda sudah berkunjung".

Walau tidak mengerti sama sekali, Leon berusaha bersikap normal.

"Aku di sini untuk melihat putraku Xander. Dia tidak menyusahkan kalian bukan?".

"Tentu saja tidak! Oh, rupanya dia Putramu. Beberapa kali kami melihat Tuan Besar yang menemaninya. Ia mengatakan Anda dalam perjalanan bisnis seperti biasanya. Terima kasih untuk sumbangan tetap di yayasan kami".

Belum sempat Leon menjawab bel sekolah sudah berdering panjang. Anak-anak mulai berhamburan keluar. Dari kejauhan Leon melihat Xander berjalan pelan sambil menunduk beberapa bocah laki-laki terlihat tertawa di sampingnya.

Leon melambai padanya dan itu mengubah wajah Xander.

"Daddy!".

Pekiknya sambil berlari ke arah Leon. Semua teman-temannya terkejut. Leon mengulurkan tangan dan mengangkat Xander dalam pelukannya.

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang