Buruk

42 4 2
                                    

Saat tiba di Sisilia rombongan Matteo pergi ke markas blue bird. Ada kamar khusus Matteo di sini jadi ia membawa pasien yang ia duga adakah Leon.

Semua peralatan medis sudah di-setting oleh perawat. Matteo meminta semua orang untuk merahasiakan ini.

Penjagaan di perketat saat Matteo memilih pulang ke mansion besar. Jam makan malam telah lewat jadi ia pergi ke kamarnya. Ia hanya menemukan Xander tidur di ranjang tetapi Luna tidak di sana.

Kepala pelayan datang dan menyapanya.

"Aku akan menyiapkan makan malam untuk Anda".

"Dimana putriku? Aku tidak melihatnya".

"Aku melihat Nona Muda pergi ke kamar Tuan Leon dan saat makan malam ia juga tidak turun".

"Kau boleh pergi".

Kepala pelayan pergi dan Matteo bergegas ke kamar Leon. Dengan perlahan ia mendorong daun pintu yang tidak terkunci. Matteo terkejut karena kamar itu gelap dan telinganya menangkap isakan pelan.

Tek!!!
Matteo menyalakan saklar dan terkejut melihat Luna bersandar di sudut kamar dengan tumpukan pakaian Leon di dadanya. Ia sedang menangis.

Hati Matteo berdenyut sakit. Dengan langkah pelan ia mendekati Luna dan berjongkok di hadapannya.

Matteo meraihnya dalam pelukan sambil mengelus punggungnya lembut.

"Ayah...beritahu Aku kebenaran itu. Apa ayah pergi mencari Leon? Apa ayah bertemu dengannya? Apa dia baik-baik saja?".

Kerongkongan Matteo tercekat. Lidahnya sungguh kelu. Tak ada kata-kata yang bisa keluar sekarang. Ia ingin menangis tapi tidak bisa.

Karena jika ia menangis Luna akan semakin hancur.
Karena jika ia menangis Leon tidak mungkin ada di sini.
Karena jika ia menangis ia sudah hancur berkeping-keping.

"Ayah lelah dan lapar. Bisakah kau menemani ayah untuk makan? Ayah sangat merindukan ibumu ".

Suara serak dan getir dari Matteo membuat Luna berhenti menangis. Ia bisa merasakan kerapuhan dan kesepian dari suara ayahnya. Perlahan ia melepas pelukan ayahnya dan menyeka sisa air matanya.

Ia mencium kedua pipi ayahnya juga mengecup kedua telapak tangan ayahnya.

"Maafkan putrimu yang bodoh ini. Seharusnya aku menyapamu dengan senyum saat kau kembali. Seharusnya aku menyediakan segelas kopi hangat untukmu. Maafkan aku. Ibu pasti sangat kesal padaku sekarang".

Luna berusaha tersenyum dan berdiri sambil menarik tangan ayahnya.

"Ayo makan. Aku juga lapar".

Tanpa melepaskan tautan tangan Matteo, keduanya turun untuk makan malam. Perasaan Matteo sedikit lebih baik sekarang.

"Aku akan meminta Bertha untuk membawa Xander ke kamarnya. Selama ayah di Amalfi, Xander memintaku untuk tidur bersama dirinya di kamar ayah".

"Biarkan saja. Ayah akan tidur di sampingnya. Ayah juga sangat merindukan bocah itu. Kalau kau mau, kau bisa bergabung".

Luna meletakkan garpunya dan menarik napas dalam.

"Aku ingin tidur di kamar Leon. Aku...Aku sangat merindukannya ayah. Hati kecilku mengatakan ia tidak baik-baik saja ".

Matteo meraih gelas dan minum dengan cepat. Jantungnya hampir berhenti berdetak.

"Tak apa. Kita akan bicara esok pagi. Ayah sangat lelah sayang".

Pukul 03.00 dini hari Matteo mendapat panggilan dari markas blue bird. Dengan cepat ia keluar dan menyetir ke sana.

Luna yang belum tidur melihat semuanya dari balik jendela di kamar Leon. Hatinya penuh dengan rasa penasaran. Entah apa yang disembunyikan oleh ayahnya sekarang.

Saat Matteo tiba di markas Zolah langsung menghampirinya.

"Keadaan pasien menurun, tekanan darahnya semakin rendah. Juga denyut nadinya melemah. Kami telah memanggil dokter".

Dengan setengah berlari Matteo pergi ke kamar pasien itu namun baru saja ia menginjak lantai di pintu, suara mesin pengatur detak jantung berbunyi nyaring.

"Ini sudah selesai".

Ucap dokter sambil memandang suster di seberang. Tangan suster gemetar hebat.

"Bi...Bisakah kita menggunakan pemicu jantung?".

Dokter menggeleng.

"Beberapa tulang dadanya patah dan jika kita memaksakan beberapa metode pemicu jantung, itu akan lebih menyakitkan dan belum tentu berhasil. Inilah akhirnya, keluarga harus menerima dengan lapang".

Zolah meraih kerah jas dokter itu dan marah besar.

"Lakukan  apapun sekarang! Kem...kembalikan detak jantung Le...Leon!".

Air mata Zolah tak tertahan lagi. Ia menghempaskan tangannya dan keluar dari situ. Ia pergi dan menangis di sudut ruangan.

"Terima kasih dokter. Tapi bisakah anda melupakan semua yang anda lihat di sini? Aku akan berhutang itu padamu".

Dokter menepuk bahu Matteo.

"Anda tak perlu khawatir Tuan Alvarez. Aku turut berdukacita atas kematian Putramu. Aku permisi".

Setelah dokter pergi Matteo berjalan ke samping ranjang untuk melihat pria yang sudah terbujur kaku. Ia meraih tangan yang penuh dengan perban dan menggenggamnya.

"Sampaikan rinduku pada Carina".

Kemudian ia menoleh pada suster dan menatapnya.

"Terima kasih. Zolah akan mengurus kepulanganmu ke Amalfi ".

Matteo berjalan keluar dengan langkah lunglai. Banyak hal terlintas di pikirannya sekarang tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ia melihat Zolah sedang bersandar di tembok dengan kepala menunduk.

"Urus semuanya dan siapkan pemakaman di taman mansion besar. Aku yang akan bicara dengan Luna dan Xander".

Sepanjang perjalanan menuju mansion Matteo hanya mendesah. Air matanya tak bisa keluar. Di dalam dadanya begitu sesak dan sakit. Bagaimana bisa ia kehilangan dua orang yang berharga dalam hidupnya dengan cepat.

Hari hampir terang saat mobil tiba di mansion. Matteo terkejut saat melihat Luna di pintu masuk dengan mantel melekat di tubuhnya.

"Apa itu tentang Leon?".

Matteo meraih Luna ke dalam pelukannya.

"Berjanjilah bahwa kau akan tetap kuat seperti biasanya. Anak-anak ayah adalah anak-anak yang luar biasa".

Luna tak menyahut. Ia  semakin membenamkan kepalanya di dada Matteo.

"Leon memilih untuk bertemu dengan Carina lebih cepat. Kini ayah hanya punya dirimu dan Xander. Bertahanlah untuk ayah dan Xander".

Luna ingin berteriak tapi ia tak bisa. Ayahnya semakin erat memeluknya. Air mata Matteo mengalir di pipinya. Ia menatap langit pagi yang mulai menyapa.

"Ayo bersiap untuk pemakaman. Jangan beritahu Xander. Biarkan ayah yang akan memberitahunya nanti".

Matteo membawa Luna ke kamar untuk bersiap. Ia memberitahu kepala pelayan untuk mengumumkan ini pada semua pelayan di mansion.

Saat masuk ke kamar ia melihat Xander yang masih terlelap. Matteo mengecup pipinya dan menatapnya lama.

Apa kau sedang bermimpi tentang ayahmu?

***

NOT EASY FOR LUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang