Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari sepuluh menit yang lalu. Sebagian besar murid pun sudah pergi meninggalkan sekolah. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Aylin.
Cewek dengan rambut dikuncir kuda itu terpaksa berdiam diri di dalam kelas agar tidak bertemu dengan anggota ekskul paduan suara.
Ya, hari ini merupakan jadwal rutin ekstrakurikuler paduan suara. Tapi Aylin terlalu malas untuk datang. Apalagi mengingat di sana ada Vian. Jujur, Aylin masih dendam masalah kemarin.
Berani-beraninya cowok itu bilang menolong Aylin hanya karena tubuhnya menghalangi jalan.
Songong banget, kan? Dipikir tubuh Aylin sebesar banteng apa.
"Yah anjir! Abis lagi batrenya." Keluh Aylin. Menatap melas layar ponsel yang berwarna hitam tersebut.
Dengan berat hati, Aylin memasukkan ponselnya ke dalam saku rok.
Aylin mengedarkan matanya, melihat suasana kelas yang sepi. Hanya tersisa dirinya di sana. Kemudian jarinya bergerak mengetuk meja, seraya bersenandung kecil.
Berada di kelas sendirian seperti ini alih-alih mambuat Aylin merasa takut, ia malah merasa sedih. Sedih karena status jomblonya menjadi terlihat sangat jelas.
16 tahun menjomblo. Mungkin kalau jadi album, Aylin sudah punya dua.
Andai saja Aylin punya pacar. Pasti sekarang Aylin lagi asik uwu-uwuan bolos ekskul ditemani sang kekasih. Bukan malah planga-plongo seperti kambing congek ssperti ini.
Beberapa menit berlalu, rasa bosan mulai menghinggapi.
Aylin menghembuskan napasnya panjang. Sejenak, ia melihat arloji coklat yang bertengger manis di lengan kirinya.
"Udah hampir setengah jam. Pasti udah mulai," Gumamnya.
Merasa sudah aman, Aylin pun bangkit dari kursinya. Lalu berjalan hendak keluar dari kelas. Bibirnya tersenyum lebar. Merasa senang karena bisa pulang lebih awal. Tidak apa-apa tidak punya pacar. Setidaknya, Aylin bisa tidur siang.
Namun baru saja Aylin melewati pintu dan berbelok, seseorang menarik kerah belakang segaramnya.
Aylin terpekik kaget ketika orang itu menarik kerah seragamnya hingga membuatnya terpaksa mundur beberapa langkah. Lalu berakhir menubruk dada bidang orang tersebut.
"Mau kabur, hm?"
Mendengarnya, Aylin pun mematung.
Suara itu...
Deg.
Sial! Aylin kepergok!
Merasa tidak punya pilihan, perlahan Aylin memutar badan. Saat itu juga pandangannya langsung bertemu dengan Vian yang tengah menatapnya sambil bersedekap dada.
"Ehhh ada Vian hehehe," Aylin memukul manja tangan Vian sambil menyengir lebar. "Lo kok bisa ada di sini, sih?" Tanyanya, basa basi. Aslinya? Ketar ketir, woy!
Sedangkan Vian hanya memasang wajah datar. "Mau cabut kan lo?" Tuduh Vian tepat sasaran.
Tatapan mengintimidasi Vian sukses membuat Aylin gelagapan.
"E-enggak kok! Gue mah anak rajin mana mungkin cabut," Balas Aylin cepat.
"Halah berak," Ketus Vian. "Terus ini mau ngapain kalo bukan cabut?"
"Ini gue tuh ituu loh, apa tuh—ah, iya! Abis piket." Ujar Aylin. Kemudian kembali menunjukkan cengiran lebarnya berusaha menutupi kegugupan.
Jujur, Vian dalam mode ketua itu cukup menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME WHEN?
Teen FictionKetika dunia hanya milik si cantik. Memiliki teman cantik dan populer mungkin merupakan impian sebagian besar pelajar. Dimana setiap berjalan, maka seluruh mata akan memandang. Selain itu, teman pun akan berdatangan dengan sendirinya. Ya, bahasa kas...