5. Sekali Menyebalkan, tetap Menyebalkan.

372 80 4
                                    

Tidak terasa sudah tiga jam lamanya Aylin berada di UKS. Terlalu totalitas pura-pura pingsan sampai akhirnya tertidur pulas. Dan sialnya, tidak ada yang berinisiatif membangunkan. Alhasil Aylin melewatkan pelajaran pertama.

Bel istirahat sukses mengusik tidurnya, membuatnya melenguh, kemudian mata bulat itu perlahan terbuka.

Beberapa saat Aylin hanya terdiam. Menatap langit-langit uks dengan pikiran kosong. Alias mode mengumpulkan nyawa. Sampai akhirnya kejadian tadi pagi melintas di kepalanya.

Sontak Aylin melotot sambil menganga begitu mengingatnya. Cewek itu langsung bergerak duduk diatas bangsal. Kepalanya langsung menoleh kearah kanan, memastikan bahwa Vian benar-benar menunggunya atau tidak.

Namun yang ia temukan hanyalah kursi kosong.

"Yah, katanya dia mau nungguin." Ucapnya dengan pundak melemas.

Wajahnya nampak kecewa. Namun sedetik kemudian, ekspresinya berubah menjadi terkejut. Matanya melebar dengan tangan yang bergerak memukul mulut.

"Dih dih dih! Ngomong apaan dah gue! Masa gue ngarep sama Vian? Nggak, nggak! Gue pasti udah gila," Ujarnya sambil menggeleng kencang. "Tapi..."

Kok gue kecewa, ya? Lanjutnya di dalam hati.

Perlahan kepalanya kembali bergerak melihat kursi itu, lalu beralih pada segelas teh dan juga roti yang berada diatas naskas. Tepat disamping kursi yang semula diduduki oleh Vian.

Tangan Aylin bergerak menyentuh gelas teh tersebut.

Sudah mendingin. Itu berarti teh itu sudah dibuat sejak beberapa waktu yang lalu. Mungkin saat Aylin masih dalam mode pura-pura pingsan, walaupun aslinya ketiduran.

Ini semua... Bukan Vian kan yang menyediakan?

Iya! Pasti bukan Vian. Cowok itu bahkan tidak menepati ucapannya untuk menunggu Aylin. Jadi mana mungkin Vian mau repot-repot melakukan ini semua.

Aylin menganguk yakin.

Tapi...

"Loh udah sadar, ya."

Aylin mengernyit, menatap heran pada seorang siswi yang baru saja memasuki pintu uks.

"Kak Aylin, kan?" Tanya siswi tersebut.

Aylin mengangguk. "Kenapa?"

"Saya anak PMR, tadi baru aja disusulin Kak Vian disuruh jagain kakak soalnya Kak Vian nya dipanggil guru sebentar," Jelasnya, seraya kembali melangkah menuju pintu.

"Btw kakak udah baikan, kan?"

Aylin hanya mengangguk.

"Yaudah kalau gitu saya balik ke kelas gapapa kan, kak? Saya ada tugas fisika banyak banget. Disuruh ngerangkum buku paket minimal lima lembar. Kakak tau bu Gina kan? Iya yang galak itu. Coba  kakak bayangin jadi saya, mana saya hari ini piket PMR. Saya tuh—"

"Stop, dek." Potong Aylin sambil memaksakan untuk tersenyum. Tidak habis pikir dengan siswi yang masih berdiri diambang pintu tersebut. Belum kenal tapi sudah ngajak curhat.

"Kamu ke kelas aja gapapa," Lanjut Aylin.

Siswi itupun tersenyum senang, lalu berjalan keluar tanpa mengucapkan kalimat apapun lagi. Meninggalkan Aylin yang kini hatinya sedang porak-poranda karena seorang Viandra Magenta.

Aylin bukan Flara yang sudah terbiasa dipedulikan oleh orang lain.

Maka dari itu, melihat perlakuan Vian hari ini, entah mengapa hatinya menjadi menghangat.

Bibirnya tanpa sadar membentuk sebuah lengkungan. Memperhatikan teh manis dan juga roti yang disediakan oleh Vian. Untuknya.

Tangan mungilnya kini meraih teh manis tersebut, kemudian meminumnya hingga tandas. Padahal tehnya sudah mendingin, dan sejujurnya kurang manis bagi Aylin. Tapi entah kenapa, Aylin tetap suka.

ME WHEN? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang