Hari ini, Aylin tidak dapat pulang lebih awal karena harus kerja kelompok. Malas sebenarnya. Tapi ya mau bagaimana lagi, mereka hanya punya waktu dua hari untuk mengerjakan.
Sebenarnya besok merupakan hari libur. Aylin pun sempat menyarankan untuk mengerjakan besok saja. Tapi dari 6 orang, hanya satu saja yang menyetujui pendapatnya. Sedangkan yang lain mendadak sibuk sekali di hari libur. Entah yang acara keluarga lah, yang kondangan lah, yang sudah ada janji lah. Pokoknya ada saja deh acaranya kalau hari libur. Sibuknya seperti presiden saja. Menyebalkan.
"Guys, nanti langsung ketemu di rumah Reza aja yaa!" Seru Indri, seorang gadis berwajah manis yang sudah berada di boncengan Reza.
Lalu tanpa menunggu jawaban kami, motor besar itu langsung melintas melewati gerbang sekolah yang terbuka lebar.
"Lo berdua tau rumah Reza?" Aylin yang semula memperhatikan kepergian Indri dan Reza, kini meluruskan pandangannya pada dua cowok yang sudah duduk anteng di atas motornya masing-masing.
Randi dan Alam namanya.
"Tau," Jawab kedua cowok itu serempak.
"Yaudah, kita berangkat barengan aja." Ujar Aylin yang diangguki oleh teman-temannya yang lain.
"Lo sama gue aja, Lin." Alam menepuk belakang jok motornya, meyuruh Aylin untuk naik.
Mengangguk sebentar, Aylin menoleh kepada Asti yang berdiri disebelahnya. Gadis bertubuh gempal itu sejak tadi hanya diam saja. Sama sekali tidak mengeluarkan suara. Maklum, sih. Asti memang sangat pendiam. Di kelas pun seperti itu. Jarang sekali Aylin melihat Asti berbicara atau bermain dengan murid lain. Itu sebabnya, di kelas Asti dicap sebagai murid anti sosial.
"Ayok, Asti!" Ajak Aylin seraya menarik pelan pergelangan tangan Asti.
Tersenyum canggung, Asti menatap Randi ragu-ragu.
"Ehm, Randi, G-gue sama lo ya?" Pinta Asti.
Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pertanyaan Asti. Tapi entah kenapa, reaksi kedua cowok itu mendadak berubah di luar dugaan. Alam yang menahan tawa sambil menatap Randi dengan sorot meledek, dan Randi yang nampak keberatan.
"Lo sama Alam aja, ya, Ti. Gue sama Aylin,"
Mendengarnya, Alam melotot tidak terima. "Dih apaan? Aylin sama gue. Ya kan Lin?"
Aylin hanya mendelik.
"Ck! Ayolah Lam, motor gue baru ganti ban. Kalo bonceng Asti nanti ban nya meledak lagi,"
Alam tertawa mendengarnya. "Parahh lo! Emang Asti badak apa sampe bisa bikin ban lo meledak. Parah banget ya, Ti si Randi. Omelin, Ti." Alam seolah membela. Tapi tak urung malah terus tertawa.
Sedangkan Asti nampak tidak tau harus merespon seperti apa. Cewek itu hanya membalas perkataan Alam dengan tawa palsunya.
"Boleh ya, Ran? Nanti gue beliin bensin sampe full, deh." Pinta Asti.
"Tuh, Lam. Nanti diisiin bensin sampe full. Ya Asti sama lo yaa? Aylin sama gue,"
"Ogah! Pokoknya gue sama Aylin."
"Lam, tega lo ya. Nyuruh gue bonceng... Badak." Ucap Randi tanpa suara di ujung kalimat. Hal yang percuma karena Aylin yakin Asti masih dapat membaca gerak mulut cowok itu.
Kemudian kedua cowok itu tertawa.
Aylin memicing melihatnya. Entah dimana otak kedua manusia itu. Mereka tidak berpikir kalau perkataannya itu bisa menyakiti hati orang apa ya? Kok mulutnya enteng sekali menghina orang.
Melihat Asti hari ini, entah kenapa Aylin seolah melihat dirinya saat bersama Flara. Melihat bagaimana orang-orang berebut mengutamakan Flara sedangkan Aylin diperlakukan seperti angin. Alias ada tapi tidak dilihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME WHEN?
Teen FictionKetika dunia hanya milik si cantik. Memiliki teman cantik dan populer mungkin merupakan impian sebagian besar pelajar. Dimana setiap berjalan, maka seluruh mata akan memandang. Selain itu, teman pun akan berdatangan dengan sendirinya. Ya, bahasa kas...