28. They say.

245 37 5
                                    


Gerald sudah pernah bilang belum kalau Vian dalam mode bucin itu benar-benar terlihat sangat menggelikan. Padahal statusnya belum jelas, tapi bucinnya sudah melampaui batas. Apa-apa Aylin. Sedikit-sedikit Aylin. Sepertinya kalau tidak bertemu Aylin sehari, temannya itu akan meriang.

Bel istirahat baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu, tapi Vian langsung bangkit dari kursinya untuk beranjak pergi.

Melihatnya Gerald mendengus. Tidak berniat bertanya karena sudah tau jawabannya.

"Mau kemana lo?" Ojil yang duduk di belakang bertanya. Membuat Vian berhenti sejenak, sedangkan Gerald memutar bola matanya malas.

"Yaelah, Jil, segala ditanya. Kayak nggak tau aja lo kebiasaan si Vian akhir-akhir ini selain ngapelin Aylin." Ujar Gerald.

Vian mendelik pada Gerald. Tangannya reflek menoyor pelan kepala Gerald yang masih duduk di kursi sebelahnya. Tidak terima ucapan Gerald yang kesannya seperti ia bucin sekali dengan Aylin. Padahal, biasa saja kan?

"Sotoy lo, nyet." Umpat Vian.

"Terus mau kemana?" Tanya Ojil lagi karena belum mendapatkan jawaban.

"Kelas Aylin." Jawab Vian lempeng yang sukses mengundang pelototan kesal dari Gerald.

"KAN!"

Tidak mau membuang waktu dengan kedua teman laknatnya itu, Vian hanya mengedikkan bahunya acuh. Sebelum akhirnya mulai bergerak melangkah keluar kelas.

"Ikut, Yan!" Dengan gerakkan cepat, Ojil berdiri.

"Gak!" Tolak Vian cepat.

Namun Ojil tetap berjalan menghampiri Vian dengan tergesa.

"Ikutt,"

"Ngapain dah lo ikut-ikut!" Sewot Vian.

Ojil menyengir lebar. "Gabut gue." Balas Ojil. "Pokoknya gue ikut, ya."

Gerald yang sejak tadi menyimak, menggeleng tidak habis pikir. Ojil itu sepertinya saat pembagian otak, dia datang paling terakhir. Sudah jelas Vian ingin mojok dengan sang pujaan hati, bisa-bisanya cowok itu ingin mengintili seperti bayi monyet pada induknya.

Walau malas, Gerald akhirnya ikut bangkit. Menghampiri Ojil sebelum akhirnya menarik kerah belakang seragam Ojil dan menyeretnya keluar kelas.

"Udah, Yan, gue tau lo mau mojok sama si Aylin. Ini musang satu biar gue amanin."

"Bagus, Rald. Lumayan lima ratus sama kandang dapet itu," Ujar Vian yang langsung membuat Gerald tertawa mendengarnya.

"Nego tipis ini, sih." Sambung Gerald masih dengan sisa tawanya.

"Sialan emang lo berdua!"

Tepat ketika Gerald dan Ojil sudah menghilang di belokkan pintu, Vian kembali melanjutkan langkah keluar kelas. Menuju kelas Aylin yang letaknya tidak jauh dari kelasnya berada. Menjemput Aylin untuk ke kantin dan makan bersama. Kegiatan yang sudah menjadi rutinitas dua sejoli yang hubungannya belum jelas itu.

Sesampainya di depan kelas Aylin, Vian melongokkan kepalanya di ambang pintu. Memindai seluruh isi kelas mencari kehadiran cewek mungil itu.

Namun sejauh mata memandang, batang hidung Aylin belum juga berhasil ia temukan.

Apa Aylin sudah pergi ke kantin duluan?

Tanpa menunggunya?

Kenapa?

"Aylin ada?" Melihat salah satu teman sekelas Aylin yang hendak keluar kelas, Vian menahannya sejenak.

"Aylin nggak ada, tadi udah keluar kelas duluan bareng Asti." Jawab siswi berkulit hitam manis itu.

ME WHEN? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang