16. Confess?

284 47 6
                                    

Kalau ditanya siapa orang yang paling tidak tau diri di muka bumi ini, maka Jeffry akan menyebut Vian tanpa ragu. Sudah memaksanya untuk menjemput, malah seenaknya memberi orang lain tumpangan tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu. Mending kalau searah, lah ini??? Ujung ke ujung.

Belum lagi saat mereka sudah sampai mengantar Aylin beserta satu temannya itu ke tempat tujuan, dan Jeffry berniat untuk buru-buru pulang karena merasa lapar, Vian malah menyuruhnya untuk menunggu.

Entah menunggu apa.

Seperti orang bodoh, Jeffry malah manut saja.

Lima belas menit kemudian...

Jeffry mulai bosan. Sejak tadi kerjaannya hanya duduk diam di dalam mobil sambil memandangi hamparan tanah berlapis rumput tempatnya memarkirkan mobil saat ini.

Melirik kearah Vian, bocah itu malah sibuk memainkan ponsel.

Jeffry mendengus. Menyandarkan tubuh pada kursi mobil, lalu bersedekap dada. Sedangkan matanya masih terus memperhatikan Vian selama beberapa saat. Wajahnya nampak berpikir. Mengingat kembali bagaimana cara Vian menatap dan berbicara kepada Aylin tadi.

Seolah dapat menebak sesuatu, tawa kecil lolos begitu saja dari bibirnya.

Jeffry menggeleng, tidak habis pikir. Merasa bodoh karena telat menyadari alasan kenapa Vian begitu baik kepada seorang gadis hari ini. Bahkan sampai rela menunggu.

"Lo suka sama Aylin, ya?" Tanya Jeffry to the point.

Vian yang semula tengah mengetik sesuatu di ponselnya, mendadak terdiam untuk beberapa saat. Shock mendengar pertanyaan Jeffry yang begitu tiba-tiba itu.

Berdeham singkat, Vian kembali mengatur ekspresinya.

"Biasa aja," Jawabnya kalem.

Jeffry mendengus geli. Tidak percaya dengan jawaban adik sepupunya itu. Tentu saja, memangnya orang bodoh mana yang tidak dapat menyadari gelagat Vian yang sejelas itu menyukai Aylin?

"Kalo suka mah bilang aja kali, Yan." Ujar Jeffry sambil terkekeh. "Gue dukung,"

"Gak jelas lo, bang." Vian tetap menyangkal tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel. Enggan melihat Jeffry yang masih memandanginya dengan sorot meledek.

"Gue serius," Jeffry bersungguh-sungguh. "Dari pada tuh bocah sama temen gue. Bisa-bisa rusak fisik dan batin,"

Mendengarnya, Vian langsung menoleh. Jelas dia terkejut. Entah benar atau tidak, yang jelas Vian merasa alarm tanda bahaya langsung berbunyi dikepalanya.

"Maksud lo, bang?"

"Duh, ini kalo gue ceritain nanti lo patah hati nggak, sih?" Canda Jeffry sambil tertawa.

Namun melihat wajah Vian yang hanya datar, tawanya langsung berhenti. Jeffry berdeham sejenak.

"Si Aylin kan lagi deket sama temen kuliah gue. Namanya Hendery." Jeffry memberitahu.

"Terus?"

Jeffry menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal."Duh, ini bukan maksudnya gue mau jelek-jelekkin temen, ya. Tapi emang si Hendery tuh bangsat banget," Jeffry bergerak maju sedikit mendekati Vian. Sedangkan mimik wajahnya mulai berubah menjadi julid. Siap untuk bergibah. "Lo tau nggak sih, temen gue itu kalo pacaran nggak cukup pegang-pegangan tangan doang."

Vian semakin serius mendengarkan.

"Pasti semua cewek yang dia pacarin bakal diajak skidipapap,"

Vian tercengang. "Skidipapap???"

ME WHEN? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang