Bab 7

3K 541 101
                                        

Selamat Membaca












Emang susah berhubungan dengan seseorang yg belum menyelesaikan masa lalunya dengan baik. Susah jatuh cinta sama orang yg masih suka menjadikan masa lalunya sebagai pusat dunianya.

An, dari awal seharusnya kamu ga pernah memulai.

Coba kirim api dulu buat bakar A hahaha 🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥

















“Lo harus berhenti, Cia,” ujar Langit ketika pagi itu ia datang ke rumah Cia setelah melakukan dinas malam di rumah sakit.

Hubungannya dengan Cia sedikit berjarak setelah kejadian di rumahnya saat itu. Dan, untuk kali pertama Langit kembali datang membawakan Cia makanan kesukaan gadis itu seperti sebelumnya. Lelaki itu datang meminta maaf sembari menegaskan jika An tidak akan berubah.

“Gue salah, karena menyembunyikan ini dari lo. Gue salah karena ikut membantu An menyakiti lo. Karena itu gue datang ke sini pagi ini, maafin gue, Cia. Citra benar, gue nggak seharusnya melangkah sejauh ini di antara hubungan kalian.”

Langit menatap Cia yang tengah menatap makanan di piringnya sembari mengunyah perlahan, tangannya singgah di atas tangan Cia yang membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Langit memberikan senyuman tipis kepada gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri itu.

“Berhenti, Cia. Tembok yang dibangun oleh An dan Lovita terlalu kokoh untuk lo hancurkan sendirian. Karena sekeras apapun usaha lo, tembok itu nggak akan runtuh gitu aja. Di seberang sana, An terus berusaha menguatkan tembok itu lagi,” katanya yang membuat Cia menatapnya dengan rasa sesak di dadanya. “Karena Lovita pun sepertinya belum mempunyai keinginan untuk merobohkan tembok itu, Cia.”

Sebulan sudah Cia berusaha meluluhkan An dengan semua hal yang dia lakukan. Namun, Langit benar. Tembok itu tidak pernah berhasil Cia runtuhkan meski badannya sudah penuh dengan luka. An terus memperkokoh tembok itu, tanpa mau melihat bagaimana usaha yang sudah Cia lakukan.

Brak.

Cia mengerjab pelan dan menatap ke depan. Gadis itu segera melepas seatbeltnya dan turun dari mobil begitu menyadari jika ia tengah menabrak sebuah mobil di depannya. Ini karena pikirannya yang terlalu sibuk memikirkan An. Gadis itu tidak fokus hingga menabrak mobil di depannya.

Namun, langkah Cia melambat begitu melihat siapa yang baru saja keluar dari mobil itu. Dia Lovita, mantan kekasih An. Tidak jauh berbeda dengan Cia, Lovita yang hendak marah tiba-tiba terdiam menatap Cia. Kedua gadis itu terlihat sangat canggung satu sama lain.

“Mbak nggak apa-apa?” tanya Cia setelah beberapa saat mereka hanya saling menatap satu sama lain. Gadis itu mendekat setelah melihat bagian belakang mobil Lovita yang penyok karena ulahnya. “Maaf ya, Mbak. Aku nggak sengaja. Aku pasti akan ganti rugi. Mbak nanti kirim—”

Lovita buru-buru menggeleng, “Nggak usah, nggak apa-apa. Kamu juga nggak apa-apa?” tanyanya yang membuat Cia termenung. Sekali lihat pun semua orang akan sependapat dengannya jika Lovita adalah gadis baik. Laki-laki mana pun akan jatuh cinta jika dihadapkan dengan gadis seperti Lovita. Seperti An.

“Aku nggak apa-apa,” jawab Cia sembari tersenyum tipis, namun gadis itu memelototkan matanya terkejut ketika melihat darah yang mengalir dari helaian rambut Lovita. “Mbak berdarah!” serunya yang membuat Lovita meraba kepalanya.

Lovita terkekeh singkat, “Nggak apa-apa,” ujarnya sekali lagi. “Cuman luka kecil, kok. Kamu bener nggak apa-apa?”

“Mbak, aku nggak apa-apa. Kita ke rumah sakit sekarang, yuk. Aku antar.”

Melcia JahanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang